webnovel

Angkasa dan Lily

Simpan dulu di coll kalian, siapa tahu suka^^ 18+ di vol2 * Kamu tahu? Lily itu gak akan bisa tumbuh di Angkasa. Kenapa? Karena Lily gak diciptakan untuk Angkasa. Aku tahu, Lily memang gak bisa bertahan hidup di Angkasa. Dan Lily memang gak diciptain buat ada di Angkasa. Tapi Lily akan buat Angkasa jadi milik Lily. Mereka adalah dua hal yang sangat tidak mungkin untuk bersama, namun takdir menjadikan mereka bertemu dan menjadi dekat. Lalu menjauh dan menjadi dekat kembali. * Jika kalian suka cerita yang ringan, silahkan mampir ya :)) Ini cerita remaja yang dibumbui dengan bumbu istimewa atau tidak biasa Dan merupakan cerita pertama yang aku terbitkan di Webnovel Vol 1 : 1-295 Vol 2 : 296-sekarang Cover by apgraphic_ Terima kasih! mohon dukungannya! Chuuby_Sugar

Chuuby_Sugar · Teen
Not enough ratings
443 Chs

34. Bocah Cilik

Hujan masih setia membasahi bumi saat Yuli sampai didepan rumahnya. Yuli dan Aster berlari kedepan teras untuk berlidung dari rintik air hujan.

"Maaf ya, gue gak bisa bantu banyak."

"It's ok, makasih udah nemenin gue."

"Lo mau masuk dulu, gue bikinin minuman anget."

"Gak usah Yul. Gue langsungan aja, takut Mama khawatir gue kelamaan keluar."

"Tenang aja, mungkin Lily dirumah Rena. Kalau Lily udah pulang, gue dikabarin ya?"

"Oke."

Aster meringis kesakitan ketika hendak melangkah pergi, dirinya merasakan sakit yang luar biasa pada kakinya yang belum sembuh benar. Anehnya saat ia sedang fokus mencari kakaknya sakit itu tidak terasa.

"Aster! Lo gak papa?" Yuli ikut berjongkok, melihat Aster yang duduk kesakitan, meluruskan sebelah kakinya yang sakit.

"Ter." Aster memijat-mijat kakinya perlahan dan teliti, salah sedikit gerakan bisa membuatnya sangat kesakitan.

"Gue ga.." Ucapan Aster terhenti saat melihat wajah Yuli sangat dekat dengannya, berjongkok dihadapannya.

"Aw." Aster tersadar saat Yuli menyentuh kakinya yang mulai membengkak lagi.

"Maaf Ter, sakit ya?" Aster mengangguk menahan perih.

"Lo beneran bisa pulang pake kaki kayak gini?"

"Bisa."

Hening. Yuli sibuk melihat kaki Aster yang membengkak, sesekali memencetnya dan membuat Aster meringis.

"Tunggu sini, gue ambilin kompres."

Yuli berlari kedalam rumahnya, mengambil kain yang sudah di basahi oleh air hangat. Setelah itu menekan-nekan area kaki Aster yang nampak sangat bengkak sekarang, berusaha mencoba mengurangi rasa sakit Aster.

Aster menatap dari dekat setiap inci dari wajah Yuli. Cantik. Hanya saja teman kakaknya ini terlalu bodoh mengejar Sean yang sama sekali tidak menyadari kecantikannya.

"Yul, jangan marah kalau gue lakuin ini." Aster meraih kerah jaket yang dikenakan oleh Yuli, mengecup singkat bibir Yuli yang sedari tadi mengganggu fokusnya.

Yuli membelalakan matanya, berani-beraninya bocah ingusan itu melakukan hal senekat ini. Apa dia lupa bahwa Yuli menekuni taekwondo? Apakah boleh Yuli mengingatkannya sekarang?

Tanpa Yuli sadari, Aster sudah bertengger diatas motornya dengan mesin yang sudah menyala. Tanpa berpamitan, pergi begitu saja dari rumahnya. Meninggalkan Yuli dengan segala fikiran buruknya.

Bocah Sialan!

* Flash back off *

"Halo?"

"Yul, kakak gue sama lo kan? Suruh cepet pulang, badan gue sakit semua ini."

"Ha? Tante kemana?"

"Mama lagi keluar, ada urusan kantor bentar. Kakak gue aja suruh cepet balik."

"Kakak lo juga gak tahu kemana, tadi dibawa kabur aja sama si Angkasa."

"Tolong cariin, badan gue sakit semua ini."

"Iya, gue cariin bentar. Siapa tahu masih disekitar sini."

"Iya, cepet. Jangan ditutup telfonnya."

Yuli membulatkan matanya, berani-beraninya temannya satu itu berpelukan ditempat umum seperti ini.

"Yul?"

"Kak!" Ulang Aster.

"Eh iya?"

"Gimana udah ketemu belum?"

"Kakak lo udah gak disini."

"Tolongin gue kak, badan gue sakit semua." Yuli memutar otaknya, belum siap bila harus bertemu adik dari temannya ini karena kejadian semalam. Tapi kasihan juga, bocil lagi sakit tapi gak ada yang ngurusin, kakaknya malah sibuk sama pacarnya.

"Iya, gue aja yang kerumah."

"Cepet ya kak, sakit banget."

"Iya, bawel."

Yuli menutup paggilan itu sepihak. Yuli menarik nafasnya dalam-dalam menyiapkan hatinya, menghirup dan mengeluarkan nafas bergantian.

Tunggu, ada seseorang yang sakit sedang menunggunya. Bisa-bisa orang itu sekarat. Memikirkan itu membuat Yuli menggeleng kuat.

*

Ting! Tong!

Yuli mengintip kedalam rumah Lily. Keadaan di dalam dan di luar sekitar rumah Lily sangatlah sepi, membuat Yuli bergidik ngeri. Pantas saja Lily pernah hampir celaka di daerah senyap ini.

Dengan tidak sabaran dan segala fikiran negatifnya, Yuli memencet bel pintu rumah Lily berulang kali. Tak mendapat tanda-tanda pintu terbuka, Yuli mulai menggebrak-gebrak pintu sambil berteriak memanggil Aster.

Tentu Yuli pernah kesini berulang kali, tapi di sore mendung ini tanpa ada Lily disampingnya membuatnya merinding ketakutan.

"Aster!"

"Aster, cepetan buka."

Yuli hampir terjembab saat Aster membuka pintu secara tiba-tiba.

"Pintunya gak dikunci, kenapa gak masuk aja." Yuli meringis, disela ringisannya terdapat wajah ketakutan yang tercetak jelas.

"Gak sopan, gue gini-gini tau tata krama."

Aster mengangguk lemah, kemudian berjalan pincang untuk berbaring di sofa ruang tamu. Tidak memiliki tenaga lagi untuk naik ke kamarnya.

Yuli menutup pintu utama perlahan dan menghampiri Aster. Yuli memperhatikan kaki Aster yang sudah tidak sebengkak tadi malam.

"Ter, katanya sakit? Mana yang sakit?" Tangan Yuli ditarik kuat Aster yang membuatnya menjatuhkan diri diatas Aster, tangan Yuli yang menyangga tubuhnya diatas dada Aster dapat merasakan dengan jelas debaran jantung Aster.

Yuli tersadar sesaat setelah Aster melepas tangan Yuli dan menempelkannya lagi pada dahinya.

"Astaga, panas banget." Yuli menarik tangannya dan refleks berdiri. Aster terdiam, menajamkan penglihatannya. Menatap Yuli dari atas sampai bawah.

"Lo mau ketemu gue sengaja dandan ya?"

"Apa?! Ngaco lo. Gue pulang sekalian ambil jaket lo yang udah gue pinjem semalem, sekalian ganti baju dirumah." Yuli melemparkan totebag berisi jaket ke dada Aster.

"Awsh." Sepucuk rasa bersalah hinggap dihati Yuli, telah melemparkan benda pada seseorang yang sedang sakit.

"Lagian, gue dandan itu karena gue mikirin adanya kemungkinan kecil kalau ketemu sama Kak Sean."

Aster memutar bola matanya malas, berbaring miring, membelakangi Yuli. Mulai malas jika Yuli menyebut-nyebut nama Sean.

"Lo udah minum obat?" Aster menggeleng.

"Udah makan?" Aster mengangguk.

Yuli menghela nafas panjang, pasti ini gara-gara semalam mereka kehujanan saat mencari Lily. Atau jika Yuli tidak salah ingat cedera bisa membuat suhu tubuh naik.

"Gue bikinin kompres ya?"

Aster menggeleng. "Mau byefever aja." Dasar bocah.

"Lo punya?"

"Ada, didapur." Yuli pergi mencari benda yang diinginkan Aster itu. Kemudian naik menuju kamar Aster mencari selimut dan bantal untuk Aster gunakan. Tak lupa membawa obat pereda nyeri milik Aster.

Aster menelan pil itu dengan cepat, kembali berbaring di sofa. Setelah selesai menempelkan byefever dan menyelimuti Aster, kini Yuli tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

Sudah lama semenjak Yuli menjadi anak tunggal, jadi Yuli tidak memiliki banyak pengalaman mengurus orang lain.

Ya, dulu Yuli pernah memiliki adik. Adik kandung dari kedua orang tuanya, namun tidak berlangsung lama. Saat itu adiknya baru berumur lima tahun sedangkan Yuli berumur delapan tahun. Yuli asik bermain diluar, saat kedua orang tuanya sibuk bekerja dan meninggalkan adiknya sendiri di rumah dengan seorang pembantu.

Saat itulah, Tuhan mengambil adiknya untuk selamanya. Adiknya ditemukan tergeletak di lantai dekat tangga, terjatuh dan tersedak permen yang sedang dimakannya.

Untuk itulah, Yuli melihat Aster seperti adiknya sendiri. Bayangan adiknya ada dalam diri Aster. Bukan masalah usia, Yuli hanya tidak bisa menghapus bayangan adiknya dari Aster.

Aster berbalik saat tidak mendengar ada pergerakan lagi dibelakangnya. Diperhatikannya Yuli yang duduk dibawah sambil bersandar pada sofa tempatnya berbaring.

Aster menepuk pundak Yuli.

"Yul."

Aster mendapati setitik air mata yang siap terjun dari mata Yuli.

"Yul lo kenapa?" Yuli menggeleng kuat, namun isakan tangisnya mulai terdengar.

"Yul, kok nangis? Ada apa?"

"Gu.. gue takut lo kenapa-kenapa." Isakan Yuli semakin keras, membuat Aster kelabakan. Masih dengan posisinya yang berbaring Aster memeluk pundak Yuli yang ada dihadapannya. Yuli meremas kuat tangan Aster yang melingkar pada bahunya.

"Maafin gue Yul. Bikin lo takut."