webnovel

Bertemu Cathlin!

"Mau apa cepatlah katakan, saya masih ada urusan."

"Duduk dulu dong, Anna perebut pacar orang."

Cathlin menyeringai, Anna masih stay calm namun jiwanya bergejolak ingin marah.

"Ada apa sih?" tanya Anna sekali lagi dengan sedikit kesal.

"Putuslah dengan Aksel!"

Anna mengernyit, tak menyangka kalimat itu lolos dari bibir Cathlin. 

"Kami enggak akan putus, iya kan sayang?" Aksel tiba-tiba masuk ke resto tersebut. Jelas hal itu membuat Cathlin terkejut. 

"Loh kok kamu ke sini?"

Aksel sengaja duduk di samping Anna, seolah mereka benar-benar pasangan sempurna. 

"Ya jelas, saya akan menjaga pacar saya dengan baik."

Terlihat jika Cathlin menahan amarahnya. Tetapi air mukanya begitu terlihat jelas. Sedangkan Anna hanya diam dan sedikit tersenyum canggung menanggapi ucapan Aksel yang jelas tak ia sangka. 

"Kalian ini masih mau pura-pura?"

"Kalau kamu sangka ini pura-pura kenapa meminta saya putus?"

"Ya karena wawancara kalian! Gila ya kamu, jelas-jelas kamu itu pacar Cathlin yang cantiknya mengalahkan perempuan manapun!"

"Berkaca dulu Cathlin, kalau kamu hanya ingin cari masalah lebih baik jangan ajak Anna bertemu lagi."

"Yang saya suruh menemui saya itu Anna jalangmu ini! Bukan kamu!"

"Stop! Jangan pernah sebut saya seperti itu lagi, kamu tahu apa tentang saya?" nada Anna pun kini meninggi. Ia tak sabar dengan ucapan Cathlin yang semakin tak disaring tersebut.

"Oww kamu marah? Buktinya memang iya kamu jalang!"

"Cathlin! Saya memang suka sama dia, tidak ada hubungannya dengan hubungan seperti itu."

"Kamu jangan sok suci deh, lagi pula bukankah kamu juga hanya menginginkan hal itu dari wanita?"

"Jaga ucapanmu! Kapan saya minta hal itu darimu?"

Cathlin terdiam, ia memutar bola matanya. Mencari-cari jawaban yang akan ia lontarkan kembali. 

Anna hanya menatap Cathlin dan Aksel bergantian. Sebenarnya Ia juga berprasangka buruk tentang Aksel karena selama ini menurut Anna, Aksel jelas bermain dengan wanita mana pun. 

Namun, ternyata dugaannya selama ini salah sepertinya Aksel tidak begitu. Setelah melihat jawaban dari Aksel kepada Cathlin memang benar ia tidak seperti itu.

"Kenapa bingung mau jawab apa? Yang ada kamu selalu menggoda saya, berapa kali kamu menjebak saya hah? Tak terhitung bukan!"

"Aksel cukup!" Air muka Cathlin semakin terlihat.

"Takut? Malu? Saya tidak akan menuntut apapun jadi jangan pernah usik saya lagi, begitu pun dengan Anna!"

Aksel berdiri menarik jemari Anna untuk bergegas keluar dari resto tersebut. Tampaknya Aksel menahan amarahnya sebagian, tak semuanya keluar di sana. Mereka berada dalam mobil namun Aksel tidak mengendarai.

"Lain kali kalau wanita itu hubungi kamu, bilang sama saya!"

"Iya, Pak. Maaf, tadi yang Pak Aksel ucapkan itu?"

"Kenapa kamu juga ngira saya seburuk itu?"

Anna tak menjawab apapun, ia hanya nyengir. 

"Saya tidak serendah itu!"

"Oh maaf Pak, saya enggak bermaksud apa-apa."

Aksel memijit-mijit keningnya, seolah sedang pusing dan menyenderkan kepalanya. 

"Boleh saya aja yang bawa mobilnya Pak? Kelihatannya Pak Aksel enggak sehat."

"Ini jauh Anna."

"Enggak apa-apa Pak, saya bisa kok."

"Tunggu dulu saya mau ambil obat di belakang."

Aksel keluar dari mobil dan mengambil obat di bagian belakang yang selalu ia siapkan. 

"Kamu ngapain di sini?" Aksel heran Anna sudah duduk di kursi kemudi.

"Izinkan saya balas budi Pak."

Aksel mengernyit dan akhirnya ia duduk di samping Anna. Ia menatap anna heran karena selama ini tak pernah ada supir perempuan untuknya.

"Pak, jangan lihat saya begitu. Aman kok, saya bisa."

"Okay."

Anna mulai mengendarai mobil tersebut, ada kesenangan tersendiri bagi Anna. Ia senang karena bisa mengendarai mobil Aksel yang mewah tersebut.

"Apa perlu ke rumah sakit Pak?"

"Enggak perlu."

"Baik Pak."

"Sejak kapan wanita itu hubungi kamu?"

"Baru kemarin saja Pak, kalau boleh tahu sebenarnya Pak Aksel memang hubungan Pak Aksel itu bagaimana dengan Cathlin?"

"Saya memang pernah pacaran, mungkin sekitar 7 bulan lamanya."

"Wah lama dong, Pak."

"Berhenti di kafe depan."

Anna mengikuti perintahnya dan memarkirkan mobil tersebut. Kafe itu di pinggir jalan, di samping kafe tersebut ada halaman luas hijau yang sangat menyejukkan. 

"Ada yang perlu saya pesankan Pak?"

"Kita ke sana."

Aksel duduk di bagian luar kafe tersebut, tempat tersebut memandang halaman hijau membentang. Berhubung saat itu sore dan senja mulai memecah langit. 

"Pesankan ini, kamu pesan apa yang kamu mau."

Anna berjalan ke dalam kafe tersebut, memesan kopi yang Aksel pesan dan ia juga memesan kopi. Saat kembali ke tempatnya, Anna merasa Aksel hari ini tempat berbeda. 

"Tunggu beberapa menit dulu Pak pesanannya."

"Saya tahu. Apa lagi yang mau kamu tanyakan tentang wanita tadi?"

"Boleh?"

"Cepat!"

"Kenapa Cathlin sepertinya enggak terima atau bagaimana ya Pak, yang saya lihat seperti masih menginginkan Pak Aksel."

"Memang, karena saya yang putuskan."

"Hah? Kok bisa Pak?"

"Wanita itu terlalu banyak bermain dengan laki-laki, saya tidak suka."

Anna terdiam, sepertinya ia tidak sedang berhadapan dengan Aksel yang biasanya kejam dan selalu marah-marah. 

"Ini pesanannya tuan dan nona, silakan dinikmati."

"Terima kasih," ucap Anna dengan senyuman.

Aksel meminum kopi tersebut. Ia melepas jasnya ditaruhnya di punggung kursi. Sedangkan Anna memandangi Aksel. "Apa? Kamu masih takut?"

"Eng—nggak kok, Pak."

"Saya waras Anna."

"Heheh iya Pak."

"Kalau nantinya wanita itu masih sibuk tanya dan suruh kamu putus dengan saya bilang, jangan diam saja."

Anggukkan kecil dari Anna seraya meneguk kopinya. "Padahal Pak Aksel sama Cathlin saya rasa itu cocok, bahkan sebelum saya kerja di perusahaan ini lihat Pak Aksel di media itu cocok banget."

"Rupanya kamu juga mudah tertipu dengan media."

"Ya memang cocok saja Pak."

"Semuanya palsu, kami tak secocok itu, dia hanya banyak menghamburkan uang saya saja."

"Kita juga palsu kali Pak."

"Memang kamu mau yang nyata dengan saya?"

"Ha? Apa? Enggak lah Pak!"

"Ya sudah kenapa kamu repot sekali jawabnya."

Anna salah tingkah dengan pertanyaan Aksel seperti itu. Apalagi di hadapannya ini laki-laki kaya dan begitu tampan. Siapa yang tak menganggapnya sempurna. Hanya saja sedikit jahat. 

"Pak Aksel sering ke sini sama Pak Edrick?"

"Sendiri."

Bibir Anna membulat, ia kira Aksel sering ke sana dengan Edrick. "Saya ke sini sama orang lain baru sama kamu."

"Kok bisa?"

"Ya bisa saja."

"Wah ada Pak Aksel," seru Ibu-ibu renta yang menyapa Aksel.

"Iya Omma, bagaimana kabar Omma?" 

"Baik Aksel, ini Anna bukan?"

"Benar Omma."

"Hai Omma," Anna menyapanya seperti Aksel meskipun ia belum tahu perempuan renta itu siapa. 

"Wah tumben sama orang lain ke sini, ya sudah enjoy ya."

Aksel menunduk dan sedikit tersenyum.

"Siapa Pak?"