webnovel

3

"Bagi gambar yang memiliki gambar bertanda S, harap berbaris di depan monitor!", perintah suara itu lagi dan dengan cepat semuanya berbaris di depan monitor menghadap orang-orang yang tengah kebingungan untuk apa. Ada tiga perempuan dan lima pria termasuk diriku yang berdiri di depan monitor.

"Delapan orang di depan kalian adalah orang yang terpilih untuk memimpin tes psikologi selanjutnya. Kalian dipersilahkan memilih pemimpin dan membentuk anggota paling sedikit adalah lima orang, kurang dari itu akan didiskualifikasi. Kalian juga bisa pindah kelompok, tapi hanya memiliki satu kesempatan jadi pilihlah dengan baik-baik", jelas suara dari speaker itu.

"Silahkan memilih anggota kalian", ucap suara itu, memulai semua orang dalam ruangan ini berdiskusi. Tapi, Cath dan Arcella tanpa pikir panjang berdiri di belakangku. Ya, begitulah mereka yang baru mengenal atau mereka menyadari pihak siapa yang paling unggul.

"Kita hanya memerlukan dua orang lagi untuk lolos", ucap Arcella.

"Apa kau memiliki rencana agar dua orang dari mereka ikut kita?", tanya Cath padaku.

"Kalian sudah melakukannya, lihatlah satu orang penasaran kenapa kalian begitu cepat memilih", jawabku, melihat seorang pria berkulit putih menghampiriku. Rambut hitamnya yang mengkilap di bawah sinar lampu dan pakaian kasualnya membuatku menebak dirinya adalah seseorang yang santai dengan wajah yang tegas.

"Aku Marcello, kau tidak keberatan aku bergabung?", tanya pria itu saat berdiri di depanku.

"Aku bukan pemimpin yang handal", ucapku dengan sinis, mencoba mencari keraguan darinya.

"Ya aku tahu, kita akan memenangkan ini", ucapnya dan berlalu berdiri di belakangku tanpa ragu. Cih, dasar penakut.

Hanya tersisa dua orang saja lagi yang belum memilih pemimpin mereka, dan kami masih kekurangan satu orang. Kedua orang perempuan itu masih berdebat karena kulit hitam mereka yang ada dalam ruangan ini.

"Biar kutangani ini", ucap Marcello dan berjalan ke tengah ruangan, menghentikan perdebatan kedua perempuan itu dan membuka suaranya.

"Hanya tersisa dua orang lagi di sini dan semua anggota memiliki satu kesempatan untuk pindah kelompok. Aku memiliki pendapat kalau kelompok yang didiskualifikasi akan dipulangkan. Dan sekarang ada beberapa kelompok yang memiliki kesempatan untuk didiskualifikasi karena kekurangan anggota. Jika kalian ingin dipulangkan, salah seorang dari kelompok yang lebih dari empat orang harus menumpuk di kelompok dan mengisi kelompok yang kurang dari empat, hingga menjadi empat anggota", ucap Marcello, membuat orang-orang dalam ruangan ini berdikusi kembali pada diri mereka sendiri.

"Bagaimana kau bisa seyakin itu? Tidak ada yang menjamin kita dipulangkan. Kenapa tidak membuat anggota yang berisikan masing-masing lima orang agar seimbang", ucap pemimpin kelompok tiga yang memiliki tujuh orang yang paling banyak.

"Jumlah anggota yang bisa memilih ke mana mereka akan bergabung ada tiga puluh satu orang. Jika dibagi delapan, akan ada satu kelompok kekurangan satu anggota dan akan didiakualifikasi. Kau ingin hanya empat orang yang dipulangkan, dan yang lainnya melanjutkan rehabilitas tidak jelas ini?", sinis Marcello, membuat semuanya bungkam.

"Jika kalian ingin cepat pulang, segeralah membuat kesepakatan", ucap Marcello lagi dan kembali pada barisanku. Ruangan ini mulai ricuh dan beberapa keluar dan berpindah, kecuali berpindah ke kelompok kami.

Semua orang memperebutkan kelompok lima dan delapan yang kekurangan satu anggota. Anggota kelompok tiga mulai panik karena termakan ucapan pria dalam barisanku ini atau terburu-buru ingin pulang. Pemimpin kelompok tiga yang tak digubris oleh anggotanya karena terlalu sibuk mendebatkan siapa yang akan mereka keluarkan dari kelompok itu, marah dan tiba-tiba menghampiriku.

"Aku akan bergabung dengan kelompokmu!", tegasnya, membuat semua orang kaget.

"Kau seorang pemimpin, apa kau bisa pindah tempat?", tanya Cath dengan heran.

Suara dengungan speaker kembali memekakkan telinga dan suara itu kembali memberikan penjelasan.

"Kubilang kalian itu adalah semua orang, termasuk pemimpin mereka. Tapi, anggota kelompok itu akan dibubarkan dan hanya memiliki satu kesempatan untuk berpindah ke kelompok lain", jelas suara dari speaker itu.

Ada sembilan orang yang akan berpindah dan mereka masuk dalam kelompokku. Entah apa yang mereka pikirkan dengan memenuhi kelompokku. Dan masih tersisa dua orang yang menentukan seberapa banyak kelompok yang akan didiskualifikasi. Karena etnis mereka, tak ada pilihan selain bergabung dengan kelompokku. Dan berakhir enam kelompok yang memiliki empat anggota dan satu kelompok yang dipimpin olehku beranggotakan lima belas orang dengan darah campuran dan beberapa asli orang putih, hitam, atau asia.

"Apa kalian sudah menetapkan pilihan kalian?", tanya suara itu dari speaker itu dan mendapat iyaan dari semua orang dalam ruangan ini.

"Kelompok yang kurang dari empat, dipersilahkan keluar dari ruangan ini", perintah suara itu, dan dua puluh empat orang melenggang pergi keluar dari ruangan ini.

"Apa mereka yang didiskualifikasi dipulangkan?", tanya pemimpin kelompok tiga yang dibubarkan.

"Kuperjelas, keluar bukan dipulangkan", tegas suara dari speaker itu, membuat orang-orang yang tersisa di sini getir ketakutan.

"Jadi, kemana mereka?", tanya salah satu anggotaku.

"Mungkin neraka", jawab salah satu dari anggotaku lagi, memperburuk keadaan.

"Tenang, ini tempat rehabilitas. Tidak akan ada yang membunuh kita", ucap Arcella, menenangkan semua orang yang tersisa.

"Sekarang bentuk tiga kelompok dengan empat orang dan satu pemimpin, kalian memiliki waktu tujuh menit untuk berdiskusi", perintah suara itu lagi.

"Apa ada empat orang yang mau ikut kelompokku?", tawar Marcello yang memisah dariku. Empat orang perempuan yang terbuai dengan ketampanan Marcello bak dewa yunani itu membuat mereka bergabung dengannya dan tersisa sepuluh orang yang belum membuat keputusan.

"Aku dan Cath akan tetap memilihmu menjadi pemimpin kelompok ini", ucap Arcella tanpa pikir panjang.

"Hey, kenapa kau membuat keputusan yang seharusnya milikku?", sela Cath tak terima.

"Jadi, kau ingin bergabung dengan si penakut itu?", tanya Arcella dengan bibir yang mengerucut ke arah Marcello. Cath hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena kehabisan kalimat.

"Siapa yang ikut denganku?", tanya mantan kelompok tiga itu dan mendapat tiga anggota dan tersisa tiga orang.

"Kami akan ikut denganmu", ucap kedua pria kembar yang menghampiri kami. Aku sudah menebak mereka akan memilih siapa mengingat kekompakan mereka yang tak mau berpisah bahkan untuk didiskualifikasi. Dan yang tersisa ikut dengan kelompok yang terakhir.

"Kalian kembar?", ucap Cath yang mencoba membedakan wajah kedua pria yang bergabung dengan kelompok kami.

"Dia perempuan dan aku pria. Karena kami keturunan asia timur asli, memang sangat sulit membedakannya", ucap salah satu dari mereka.

"Aku Len dan dia Lin", ucapnya lagi memperkenalkan diri. Kami mengangguk mengerti.

"Aku Cath dan dia Arcella, lalu-", ucap Cath yang terdiam saat hendak memperkenalkan diriku. Karena aku belum memberitahu namaku. Dan kembali terpotong oleh dengungan speaker yang memekakkan telinga seperti biasanya.

"Sekarang, ambil kartu milik kalian dalam kotak di atas meja. Selama tes berlangsung, kalian hanya akan menggunakan panggilan kode" perintah suara itu lagi dan membuat semua orang mulai mengambil kartu mereka secara acak.

"Aku mendapat kartu bagus", ucap Cath yang menampilkan kartu bernomor 9996 miliknya, cocok untuknya yang terlihat seperti malaikat padahal seorang iblis.

"Angka sial", ucap Arcella yang menunjukkan nomor 1773 di kartu yang diambilnya.

"Setidaknya masih ada angka satu", ledek Cath, aku hanya menahan tawa melihat Arcella kesal.

"Bagaimana denganmu?", tanya Arcella padaku.

"Bukan hal yang istimewa", ucapku sambil menunjukkan kartuku yang berangka 8701.

"Kau yakin bisa mengingatnya?", tanya Cath dengan ragu, karena hanya nomor milikku yang sangat acak.

"Ini seperti angka sebelum delapan dan mengulang angka yang sama karena nol hampir mirip seperti delapan dan tujuh yang hampir seperti satu", jawabku dengan santai. Mereka mengangguk mengerti dan kembali mendengarkan intruksi suara dari speaker.

"Kalian akan dipimpin oleh seorang penjaga yang menunjukkan jalan ke kamar kalian, selamat beristirahat", suara speaker itu dan mati dengan dengungan sebagai penutup. Tiga orang perempuan bermasker masuk ke dalam ruangan dan melambaikan tangannya ke arah kami agar menghampirinya.

"Kelompok pertama ikut denganku", ucap seorang wanita itu dan pergi lebih dahulu bersama kelompok Marcello, lalu kami dan sisanya adalah kelompok terakhir. Kami mulai terbagi menjadi tiga arah jalan setiap kelompok mengikuti langkah wanita itu.

Saat kami keluar dari koridor gedung, kami tercengang dengan bangunan di luar yang sangat besar seperti sebuah apartment yang tak memiliki jendela satu pun. Apa kami akan dikurung di sini? Ini tak jauh seperti sebuah penjara.

Kami dipersilahkan masuk dalam sebuah apartmen dan dikunci dari luar. Semuanya berpencar melihat-lihat isi apartment ini dan berteriak kegirangan. Sedangkan diriku lebih memilih mencari cctv dalam apartment ini. Setelah puas melihat-lihat, kami berkumpul dalam sebuah kamar besar yang memiliki kasur sebanyak lima buah yang tersusun rapi.

"Ada empat cctv di ruang tengah dan kamar", bisikku pelan.

"Ada satu di kamar mandi", ucap Arcella dengan malas.

"Tidak ada jendela", ucap Len dengan polosnya, membuat Lin menutup wajahnya karena malu dengan kepolosan kakaknya itu.

"Aku ragu mereka akan memulangkan kita", ucap Lin, mewakili apa yang kami pikirkan.

"Jika mereka tidak memulangkan kita, ke mana mereka membawa orang-orang yang keluar? Lalu, untuk apa tes psikologi ini. Dan lagi, mereka susah payah menjebakku sampai kemari", ucap Arcella mendapat tatapan kaget dari kami semua. Kutebak, kami semua memang dijebak dengan cara yang sama dan artinya ini bukan tempat rehabilitas.

"Aku yakin kita memiliki pemikiran yang sama karena bisa lolos. Jadi, apa kalian memiliki rencana untuk keluar dari sini?", tanya Arcella, memulai pembicaraan serius.

"Pertama kita harus mengetahui ke mana semua orang yang keluar dan didiskualifiasi tadi", ucap Lin dan mendapat anggukan dari kami. Walau sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada orang-orang di sini.

"Setelah itu mencari tahu tujuan mereka menjebak kita di sini", ucap Cath. Ya, itu adalah hal penting yang ingin kuketahui.

"Lalu mencari jalan keluar dari sini", antusiasku dan mendapat anggukan cepat mereka, kecuali Len yang terlihat cemas.

"Tapi, tidak kalian berpikir kalau rencana ini akan sulit dengan satu kelompok beranggota lima orang?", ucap Len, membuat yang lainnya kembali berpikir, tapi tidak denganku dan Cath yang tersenyum miring.

"Aku meminta salah seorang yang keluar dari tempat ini mampir ke rumahku terlebih dahulu, orang tuaku akan menjengukku besok", jawabku membuat wajah kusam mereka ceria kembali.

"Dan bagaimana kabur dari sini?", tanya Lin, kembali membuat suasana hening karena sibuk dalam pikiran masing-masing.

"Tak ada jendela, penjaga yang banyak, cctv yang selalu ada dalam ruangan, dan pagar yang sangat tebal dan tinggi", ucap Arcella, mendeskripsikan apa yang dilihatnya sama sepertiku saat ke mari.

"Dan lagi, kita hanya berlima", tambah Len mengulang kalimatnya.

"Tidak kalian lihat apartmen ini memiliki tingkatan?", ucap Cath dan mendapat anggukan ya dari kami.

"Bukan lima belas orang yang lolos tes itu dan penjaga yang tinggal di sini", lanjut Cath, membuat mereka mengernyitkan alis kebingungan.

"Dengarkan baik-baik apa yang terdengar dari atas sana", intruksi Cath, membuat kami memelankan bunyi saat berafas dan memfokuskan pendengaran kami pada langit-langit ruangan. Terdengar langkah kaki yang sedikit samar.

"Kau yakin itu ruangan? Bisa jadi itu adalah koridor di mana para penjaga berlalu lalang", sanggah Arcella.

"Suaranya tidak berlalu atau memutar balik. Itu terdengar seperti mengelilingi dan sedikit zig zag, lalu ada suara per kasur yang dinaiki", ucap Cath, memperjelas opininya.

"Bagaimana kalau itu adalah kelompok yang juga lulus tes dalam ruangan yang sama dengan kita tadi?", ucap Lin membela opini Arcella.

"Kalau begitu, kita harus meneriakkan nama mereka dari bawah sini", ucap Len yang bangkit dari duduknya, hendak berteriak namun kutarik untuk kembali duduk dan mendiskusikannya.

"Tidak ada keributan, tidak ada yang berteriak. Kita akan memastikannya besok, jadi istirahatlah seperti yang sudah mereka perintahkan", tegasku membuat mereka mengangguk mengerti dan segera bubar. Aku memilih untuk melihat isi rak buku yang ada dalam ruangan ini dan mengambil sebuah komik, sementara Lin dan Arcella di dapur memasak sesuatu yang ada dalam kulkas apartment ini dan Len yang tiduran di atas kasur. Cath yang baru saja keluar dari kamar mandi, menghampiriku dengan telanjang dada.

"Kau suka komik?", tanyanya yang tak bisa kutebak jalan pikirannya. Dia sedikit berbeda dari kami dan cukup aneh bagiku, tapi aku menganggapnya sebagai formalitas sekedar basa-basi.

"Tidak, aku menyukai warnanya", jawabku dan melirik ke arahnya.

"Pakailah pakaianmu sebelum Arcella dan Lin masuk, mereka akan mencap kita sebagai cabul jika kau berkeliaran dengan telanjang dada", ucapku dan mengembalikan komik ke rak buku.

"Sebenarnya, aku tidak sengaja menjatuhkan bajuku ke dalam bathtub, jadi aku memasukkannya ke dalam pengering baju. Tapi, aku tidak tahu bagaimana menggunakannya", ucap Cath dengan sedikit gugup. Aku berlalu ke kamar mandi, mengecek mesin cuci dan memasukkan pakaian Cath dalam mesin pengering dan menekan beberapa tombol.

"Ternyata kau anak rumahan", sinis Cath yang menghampiriku.

"Kulihat ada lemari baju di ruangan tadi, bisa kau cek", pintaku pada Cath, mencoba menyingkirkannya karena merasa risih. Cath mengangguk dan berlalu melakukan perintahku. Aku memperhatikannya dari pintu kamar mandi, sedikit mengawasinya. Seperti yang kuduga, dia menemukan pakaian dalam dan baju dari salah satu lemari dan memakainya.

"Kuharap Arcella dan Lin tidak datang", gerutuku sambil memutar mata ke arah lain karena Cath yang melepas handuk yang melilit di badannya sebelum memakai pakaian dalam. Tidak hanya menyebalkan, Cath juga orang yang cabul. Otakku akan sekarat jika terlalu lama dengan orang aneh sepertinya.