Kami membawa kereta kembali ke istana, dan saat kami sampai, semua orang sedang sibuk mempersiapkan aula besar untuk pesta.
"Untuk apa semua ini?"
"Kami sedang mempersiapkan sebuah pesta untuk tuan Iwatani dan para pahlawan lain. Untuk merayakan kemenangan penting dan cepat mereka."
"Hmm...."
Aku telah membuktikan ketidakbersalahanku, dan setidaknya satu masalah domestik telah terselesaikan. Kurasa itu layak dirayakan.
Di aula itu ditempatkan meja-meja makan panjang. Menilai dari ukuran dan jumlahnya, pesta ini tampak lebih besar dan lebih mengesankan daripada pesta yang sebelumnya—pesta dimana aku melawan Motoyasu.
Itu sudah lama. Aku memikirkan seberapa lama aku dijebak dan difitnah. Rasanya butuh waktu yang lama sekali untuk membuktikan ketidakbersalahanku.
Aku merenungkan beberapa bulan terakhir saat sang ratu lewat. Dia sedang berbicara serius dengan sekelompok prajurit, mengangguk anggun.
"Ada apa?"
"Oh...."
Aku mendekat dan menanyai beliau. Beliau menopang dagunya dan membisikkan sebuah penjelasan, jelas-jelas terlihat kebingungan.
Sepertinya selama persiapan, Lonte datang ke dapur. Dia ingin menjadi orang yang membawakan makan untukku di pesta itu.
Dia merasa bersalah. Dia ingin bertobat. Dia merasa, sepertinya, dengan mengantarkan makananku akan menjadi langkahnya ke perdamaian.
Lalu dia dengan paksa mengambil makananku dari dapur dan datang ke aula.
Akan tetapi, sang ratu telah mempersiapkan untuk potensi apapun mengenai kejadian buruk yang akan terjadi dan memberi perintah untuk menangani masalah apapun yang mungkin akan disebabkan oleh Lonte.
Pada akhirnya, Wanita jalang sendirilah yang berakhir menderita.
Sebelum wanita jalang itu bisa menyajikan makananku, dia diharuskan mencicipinya untuk menguji apakah makanan itu beracun.
"Jadi apa yang terjadi?"
"Dia dibawa ke rumah sakit."
Baru beberapa jam saja berlalu sejak dia dijatuhi hukumannya. Seberapa bodohnya sih dia sampai mencoba sesuatu seperti itu secepat ini?
Perisaiku memberiku resistensi terhadap racun, jadi aku yakin aku akan baik-baik saja.
Tetap saja, meminum racun bukanlah kesukaanku untuk menghabiskan waktu.
Lonte bahkan gak mengerti apa itu "tobat". Apa yang dia pikirkan? Mencoba melakukan pembunuhan bisa mengarah pada hukuman mati untuk dia.
"Hukuman apa yang akan dijatuhkan pada dia?"
"Aku akan memberi hukuman setimpal pada dia. Lonte hanya akan menuai usaha keras yang lebih parah lagi sampai dia memahami posisinya."
"Bagaimana cara anda menghukum seseorang yang tidak kenal kata tobat?"
"Setidaknya kita menghentikan dia sebelum dia terlalu jauh. Jika dia melakukan sesuatu, aku akan kehilangan kepercayaanmu dan aku harus menghabiskah waktu yang lama untuk berusaha mendapatkannya."
"Terserahlah. Sudah hampir pasti bahwa dia akan mencoba sesuatu. Lagian dia tak pernah tobat."
Dia gak pintar-pintar amat, tapi kurasa ada sesuatu yang bisa aku kagumi dalam kekeraskepalaannya. Apa yang membuat dia begitu terganggu?
Aku bisa saja marah, tapi aku memutuskan untuk memuji ratu atas pandangan kedepannya.
"Lebih baik terus waspada. Jika sesuatu terjadi padaku atau teman-temanku, maka itu akan menjadi akhir dari kesepakatan kita."
Sang ratu telah turun tangan untuk membantuku, jadi aku memutuskan untuk mempercayai beliau untuk saat ini.
Aku betul-betul berharap bahwa kepercayaan itu gak akan disalahgunakan.
"Aku berniat untuk mengamankanmu. Kau bahkan tidak tau seberapa pentingnya kau bagi Melromarc dan dunia, tapi aku berniat untuk menunjukkan itu padamu."
Sang ratu, sebagai orang yang sesuai dalam posisinya, sepertinya telah menafsirkan untuk memerintahkan pengawasan 24 jam pada Sampah dan wanita jalang itu.
"Anda mengawasi Sampah? Meski dia terkurung dalam es?"
"Sudah sewajarnya. Sampai mereka berdua tenang dan membuang rencana bodoh mereka, aku akan menerima laporan-laporan dari telingaku diluar sana."
"Baguslah."
Para tamu mulai berdatangan. Setelah aula itu penuh, sang ratu mulai membuat pengumuman—penuh dengan pembicaraan kerajaan.
"Aku Milleria Q. Melromarc. Aku ingin menyambut kalian semua pada pesta ini, yang mana diadakan untuk perayaan, dan untuk menghormati kalian yang bekerja tanpa kenal lelah untuk mengakhiri bab penuh penderitaan dalam sejarah kita. Silahkan nikmati semua yang telah kami persiapkan untuk kalian."
Para undangan yang berkumpul bertepuk tangan meriah. Pesta ini gak kayak seperti yang sebelumnya.
"Wow....."
Mata Filo berkilauan penuh antisipasi yang tak terkendali saat semua makanan dibawa keluar dari dapur dan dibariskan di tengah meja.
Ruangannya dibagi dua. Yang setengah diatur dengan gaya prasmanan, sedangkan yang setengahnya lagi diatur seperti sebuah restoran.
Para tamu penting duduk di sisi pelayanan penuh. Jika mereka masih lapar setelah makanannya habis, mereka bebas pindah ke sisi prasmanan dan lanjut makan.
Beberapa pelayan muncul membawa piring makanan berkilauan ke meja kami, dan itu semua tampak begitu enak hingga aku gak bisa berhenti mendecapkan bibirku.
Aku menghabiskan makanan terakhir yang ada di pojok, ngemil makanan. Dari tempat aku duduk sekarang, seluruh pengalaman itu tampak seperti lelucon.
"Kalau kita sudah selesai makan disini, kau masih boleh pergi ke prasmanan dan makan."
"BENARKAH?!"
"Itulah yang mereka katakan. Kau boleh makan apapun yang kau mau. Tapi ingat kau harus tetap dalam wujud manusia, ngerti?"
"Okeeee!"
Kami menghabiskan makanan yang ada di piring mahal kami. Filo dengan cepat mengarahkan tatapannya pada prasmanan dan, menerima ijin, berdiri dan berjalan kesana.
Kuantitas diatas kualitas, kurasa. Itulah cara Filo melihat dunia. Atau harus kukatakan dia peduli tentang kualitas sebagai tambahan untuk kuantitas. Dia gak pernah puas dalam arti apapun.
Dia mengingatkan aku pada Raphtalia muda dalam hal itu.
Aku menatap Raphtalia.
"Ada apa?"
Raphtalia tau aku menatap dia, dan dia tersipu malu.
"Kamu masih lapar juga, kan? Sudah sana ambil lagi kalau kamu mau."
"Aku gak bisa makan sebanyak itu lagi!"
"Lebih baik kamu lebih memikirkan tentang kesehatanmu. Dengan semua pertempuran dan usaha keras setiap harinya, lebih baik kamu mendapatkan makanan bernutrisi sebanyak mungkin—saat kita punya kesempatan."
Raphtalia mendesah dalam-dalam. Apa yang dia mau?
"Tuan Naofumi, cewek seperti apa yang kamu sukai?"
"Apa?"
Secara tiba-tiba kayak gini. Tapi aku gak punya cewek yang aku sukai saat ini.
Sebenarnya, topik ini cuma membuatku kepikiran soal Lonte. Kuharap dia berhenti membuka topik seperti itu.
"Maksudku... apa ada cewek yang menunggumu di dunia asalmu?"
"Apaan sih yang kamu bicarakan? Tentu saja gak ada."
Apa dia berpikir itu adalah alasan aku ingin kembali ke dunia asalku? Apaan sih yang dia pikirkan?
Alasan aku ingin kembali ke dunia asalku sangat sederhana: aku benci tempat ini.
Mereka memfitnahku atas kejahatan, memaksaku bertarung meski aku gak mau, dan para knight yang seharusnya berada dipihakku mencoba menyalahkan aku. Siapa yang mau tinggal di tempat kayak gini?
Raphtalia mendesah dalam-dalam lagi.
"Aku gak tau apa yang kamu pikirkan, tapi aku ingin pulang karena aku mau. Itu saja gak lebih."
Saat semua ini berakhir, aku akan pulang sesegera mungkin. Apa dia betul-betul butuh alasan?
Tiba-tiba aku teringat apa yang kurasakan pada hari kedatanganku kesini. Semuanya tampak begitu hebat—aku betul-betul berpikir aku bisa tinggal disini selamanya.
Keinginan untuk tinggal telah lenyap sejak Lonte menghianati kepercayaanku.
Aku sudah tau itu, tapi mengingat emosi itu lagi membuatku semakin ingin pulang.
"Pahlawan Perisai!"
"Huh?"
Aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggilku dan melihat para prajurit relawan yang bekerja bersamaku memanggilku.
Mereka adalah orang-orang yang mendatangi aku secara suka rela sebelum gelombang yang sebelumnya. Mereka ingin membantuku bertarung.
"Senang sekali melihat anda lagi, pak!"
"Dan kalian semua selamat. Senang mengetahuinya."
"Ya, pak!"
Salah satu dari mereka mengangguk, tampak sangat senang.
Dia bahkan tersipu. Bocah ini mungkin memuja Pahlawan Perisai sebagai seorang anggota dari Church of the Holy Four yang dibentuk ulang.
"Sampai jumpa lagi."
"Siap pak!" Mereka berteriak serempak.
Lalu, para pahlawan lain masuk ke aula.
Ren Amaki, sang Pahlawan Pedang, masuk duluan, diikut oleh anggota partynya.
Ren adalah seorang remaja yang selalu tampak tenang dan menjauhkan diri. Dia selalu berpakaian berwarna hitam dan gelap.
Dia tipe pendekar pedang keren. Dia berusia 16 tahun, paling muda di antara para pahlawan.
Dia mengobrol dengan para anggota timnya sebentar lalu berpisah dengan mereka dan duduk sendiri. Aku merasakan adanya jarak yang meningkat di antara mereka.
Yang berikutnya masuk adalah Pahlawan Busur, Itsuki Kawasumi.
Dia tampak seperti dia mengganggap dirinya sendiri seorang pahlawan sejati, berkeliling dunia dan menegakkan kebenaran. Dia tak bisa ditahan.
Dia menyerukan otoritas dari Pahlawan Busur untuk membentuk dirinya sendiri sebagai rekan keadilan. Begiulah dia. Setidaknya dua kali daripada orang lain.
Dia terlihat seperti lebih muda daripada Ren, tapi sebenarnya dia berusia 17 tahun. Dia memiliki rambut bergelombang alami yang cocok dengan dia. Orang-orang mungkin akan mendapati dia mempesona... Kurasa.
Bagiku dia seperti tipe pria yang memainkan piano, sensitif dan penuh penderitaan dan semacamnya.
Tapi jiwa keadilannya begitu teguh hingga dia gak pernah mendengarkan apa yang orang katakan. Dia tampak jauh lebih baik daripada yang kelihatannya, kurasa.
Aku gak punya pemahaman karakternya.
Motoyasu belum datang. Mungkin dia ke rumah sakit untuk menjenguk Lonte?
Meski begitu, dia lah satu-satunya yang belum muncul: Motoyasu Kitamura, sang Pahlawan Tombak.
Dia berpetualang bersama Lonte, dan sampai aku sepenuhnya membuktikan ketidakbersalahanku, dia memperlakukan aku seolah akulah yang bersalah tanpa perlu diragukan lagi.
Diantara keempat pahlawan, dia gak diragukan lagi adalah yang paling menarik. Aku gak terlalu menyukai dia, tapi gak bisa membantah hal itu.
Dia adalah seorang yang menyatakan dirinya sendiri feminis. Dia pecinta wanita.
Dia gak pernah mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Saat aku masih buronan, dia sepenuhnya mengabaikan ketidakpastian tuduhan tersebut, menganggap aku yang bersalah, dan mendedikasikan mayoritas tenaganya untuk memburu aku.
Mereka mengatakan dia setia pada rekan-rekannya, yang mana kurasa terdengar cukup mulia dan bagus. Akan tetapi, nyatanya dia adalah orang tolol yang gak pernah meragukan sugesti yang diberikan pada dia oleh "teman-teman"nya.
Itu salahnya dia, dalam perkiraanku, bahwa butuh waktu yang sangat lama bagi negeri untuk menyadarinya dan menghapus kejahatan yang sebenarnya.
Ngomong-ngomong, ketiga pahlawan yang lain berasal dari Jepang versi alternatif—sama seperti aku—dan mereka bertiga memiliki pengalaman bermain sebuah game yang mirip dengan dunia tempat kami di panggil.
Buku yang kubaca di perpustakaan, The Records of the Four Holy Weapons,telah memberi deskripsi singkat dari karakter mereka.
Pahlawan Pedang orang yang menarik dan aktif, Pahlawan Tombak orang yang setia, dan Pahlawan Busur merupakan seorang prajurit keadilan.
Semua itu bisa diterima dalam ceritanya, tapi nyatanya mereka cukup naas.
"Dimana Motoyasu?"
Sang ratu menanyai mereka saat mereka sudah berada didalam aula.
"Dia sangat khawatir dengan kondisi putri anda, jadi dia pergi ke rumah sakit untuk menjenguk putri anda. Kami sudah memberitahu dia."
"Begitukah..."
Sang ratu melambaikan sapaan pada Ren dan Itsuki.
Setelah semua orang selesai makan, lalu aula itu dipenuhi dengan tarian dan nyanyian.
Tapi pestanya... yah itu lebih seperti festival daripada pesta yang sebelumnya. Aku menyadari bahwa sepertinya pesta ini dihadiri oleh orang-orang yang sepenuhnya berbeda. Anggota bangsawan yang hadir lebih sedikit dari yang kuduga, dan mayoritas kerumunan itu nampaknya adalah para petualang dan prajurit.
Sepertinya juga cukup banyak orang dari negeri tetangga yang hadir. Aku melihat mereka mencoba menatap aku dari waktu ke waktu.
Sang ratu memimpin Ren dan Itsuki ke tempat dimana aku duduk sebelum beliau naik ke panggung.
"Huh? Apa yang terjadi?"
"Ratu minta kita kumpul."
"Gw penasaran apa sebabnya Motoyasu belum juga datang."
"Keknya dia menjenguk perempuan yang berusaha ngeracuni gw."
"Racun?!"
"Lu tau siapa yang gw bicarain, kan?"
"Ya. Jadi itu betulan?"
"Mungkinkah ratu nyuruh dia minum racun?"
"Kagak. Gw bersama ratu saat itu. Wanita itu datang bawa sepiring makanan, dan dia dipaksa untuk menggigitnya. Cuma gitu aja."
"Cius....?"
Kami masih berbisik-bisik, lalu ratu berbalik dan berteriak.
"Nah sekarang, para pahlawan! Bagaimana pesta ini?"
"Tidak buruk."
"Cukup sukses."
"Karena namaku sudah dibersihkan, beban telah lepas dari pundakku."
"Senang mendengarnya."
Sejujurnya, itu terasa seperti semua upaya keras dan hal gak masuk akal yang aku hadapi akhirnya terbayar.
Ratu berdiri diam, mengangguk-angguk sebelum dia menutup kipasnya dan mulai mulai berbicara lagi.
"Disaat-saat yang disayangkan ini, para anggota negeri kita telah menghambat para pahlawan. Aku ingin melakukan apa yang aku bisa untuk membuat persiapan untuk ini."
Apa yang beliau maksudkan?
"Diperbatasan laut kita terdapat pulau-pulau yang dikenal Cal Mira. Pulau-pulau itu sedang di pertengahan event aktifasi yang mengagumkan. Aku ingin meminta para pahlawan kita berpartisipasi dalam kegiatan ini."
Pulau seperti apa yang beliau bicarakan? Apa yang beliau maksudkan dengan "aktivasi"?
"benarkah?!"
Ren begitu bersemangat, dia melompat dan hampir berteriak.
"Apa itu?"
"Apa anda benar-benar bermaksud ada area bonus?!"
Sekarang Itsuki juga bergembira. Dia melangkah maju berdiri disamping Ren.
"Apa yang kalian bicarakan?"
Aku gak mengetahui tentang dunia ini sebanyak yang mereka ketahui. Kenapa gak ada yang memberitahuku apa yang sedang terjadi?!
"Sepertinya tuan Iwatani tidak memahami apa yang aku bicarakan, jadi aku akan menjelaskannya. 'Aktivasi' mengacu pada sebuah fenomena yang mendatangi negeri itu setiap 10 tahun sekali. Disaat itu terjadi, exp yang diperoleh dari pertarungan akan digandakan."
Aku memperhatikan bagian-bagian penting dari pidatonya. Inilah ringkasan yang kudapatkan:
Pulau-pulau Cal Mira terkenal sebagai sebuah resor, tapi disaat yang sama itu cenderung menarik kawanan monster di area-areanya yang lebih terpencil, dimana mereka bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka.
Pulau-pulau itu juga terkenal karena para petualang yang ingin naik level akan pergi ke pulau-pulau itu dalam jumlah banyak untuk melawan para monster itu. Setiap sepuluh tahun, saat "aktivasi" terjadi, para petualang akan kesana dalam jumlah yang lebih banyak lagi.
Untuk menebus exp level yang mana diganggu oleh tindakan Sampah dan Lonte, sang ratu menawarkan kami untuk berpartisipasi dalam aktivasi tersebut.
"Tentunya, biaya pelayaran dan transportasinya akan ditanggung. Aku harap kalian berpartisipasi."
Kalau ini adalah sebuah RPG online, ini akan setara dengan suatu event dimana exp yang diperoleh para player akan digandakan.
Jadi beliau membicarakan tentang exp dua kali lipat untuk musuh sederhana. Itu adalah suatu hal yang gak akan dilewatkan oleh gamer manapun.
"Nah sekarang, sebelum kalian, para pahlawan, pergi ke pulau itu, aku ingin kalian ikut serta dalam pertukaran informasi. Ikutlah denganku."
"Pertukaran informasi?"
"Ya. Untuk persiapan atas meningkatnya kesulitan dan bahaya gelombang, aku percaya bahwa satu-satunya cara untuk terus maju adalah dengan memastikan kerjasama yang lebih diantara para pahlawan."
"Apa itu benar-benar dibutuhkan?"
Ren mengeluarkan pertanyaan seolah dia menganggap saran ratu adalah hal yang gak masuk akal.
Apa sih maunya dia? Apa dia berpikir itu gak diperlukan? Gak kayak yang lainnya, aku gak tau apa-apa tentang tempat ini. Bukankah dia udah tau itu barusan?
"Aku percaya itu diperlukan. Aku mendengar bahwa para pahlawan mengalami kesulitan mengoordinasikan upaya mereka saat gelombang yang terakhir. Kurasa akan lebih menguntungkan untuk mendiskusikan ini."
"..."
Ren terdiam.
Ratu memang benar. Saat gelombang terakhir datang, para pahlawan lain gak bekerja sama dengan para knight. Jadi mereka pergi sendiri di tempat kehancuran.
Sepertinya jika para pahlawan mendaftarkan sekelompok prajurit cadangan sebagai bagian formasi tempur dari bantuan party mereka, para prajurit itu secara otomatis akan di teleport ke tempat gelombang, kapanpun dan dimanapun gelombang itu muncul.
Tapi nggak satupun dari para pahlawan lain yang memanfaatkan sistem ini.
Jadi pada akhirnya, selain kelompok prajurit yang mendatangi aku, nggak ada pasukan bantuan lain di sekitar untuk membantu saat gelombang terakhir terjadi.
"Selain masalah itu, aku bertanya-tanya apakah itu mungkin tidak menguntungkan kalian untuk mengkoordinasikan upaya kalian, menggabungkan kekuatan dan pengetahuan kalian, dan bergerak maju bersama, sebagai sebuah wadah yang bersatu."
"Anda benar. Jika kami ingin selamat dari gelombang yang akan datang, kami harus melakukan apa yang anda katakan."
Itsuki segera setuju dengan ratu. Tapi dia cuma mengatakan apa yang ingin didengar ratu.
Kalau seseorang memprotes pada poin ini, mereka akan terlihat seperti orang jahat.
Atau, jika seseorang protes, mereka akan berakhir tewas sendirian dalam pertempuran.
Aku sadar bahwa aku harus setuju juga.
Selain itu, Fitoria sudah mengatakan padaku bahwa para pahlawan harus bekerja sama jika mereka ingin selamat melawan gelombang.
Kalau itu adalah aku yang sebelumnya, mungkin aku akan menolak kemungkinan kerjasama.
Mereka gak akan mempercayai satu katapun yang aku katakan.
Tapi Ren dan Itsuki mendengarkan apa yang kukatakan. Mereka menganalisa cerita gereja dan mendapati itu mencurigakan.
Kalau mereka melakukannya untuk aku, setidaknya aku harus membalas budi.
"Baiklah kalau begitu. Mari kita tentukan tempat untuk berbicara, disini di aula besar ini. Para Pahlawan! Perkenalkan diri kalian dan ikuti aku."
Kami saling menatap satu sama lain.
"Kau dengar beliau."
"Kita harus mengkoordinasikan upaya kita. Apa yang harus kita lakukan?"
"Gimana kalau kita memperkenalkan anggota party kita?"
"Ide bagus. Baiklah, aku duluan."
Dan Itsuki memandu kami ke tempat para anggota partynya.
"Orang-orang ini yang berpetualang bersamaku sebagai anggota party."
Itsuki melambaikan tangannya pada sekelompok orang, memberi isyarat agar aku dan Ren paham.
"Ini adalah pertama kalinya kita bertemu secara resmi. Pahlawan Perisai, dan... ya, Pahlawan Pedang— meskipun kita pernah berbicara sebelumnya."
"....ya."
Para anggota party Itsuki memperkenalkan diri mereka.
Semua itu terasa alami dan cukup santai. Dipertengahan pesta dimana gak ada rasa tegang atau gugup. Para prajurit memesan apapun yang mereka inginkan dari para pelayan seolah gak ada hari lain.
"Aku Naofumi Iwatani—Pahlawan Perisai. Salam kenal."
Kami memperkenalkan diri kami, dan aku mengingat masing-masing teman Itsuki.
Jadi mereka... ada lima orang? Salah satu dari mereka memakai armor yang mencolok dan terus menyilangkan tangannya.
Saat dia menyadari tatapanku mengarah pada dia, dia segera membuka lipatan tangannya. Itu membuatku merasa ngeri.
"Ah, ya. Senang bertemu denganmu. Aku bodyguardnya Master Itsuki, dan aku berniat untuk bertarung demi kebaikan dan keamanan dunia."
"Bodyguard?!" Aku dan Ren berteriak serempak.
Itu adalah kata yang tak kusangka akan kudengar. Ren kayaknya juga sama terkejutnya seperti aku.
Ada apa, Ren? Lu juga gak tau? Ha! Aku harus menahan diriku dari tertawa.
Itsuki pikir dia itu siapa? Butuh upaya besar untuk menekan seringai agar gak muncul.
"Ya!" Mereka berkata serempak. "Kami berlima adalah bodyguardnya Master Itsuki!"
"Maaf! Aku benar-benar minta maaf butuh lama sekali untuk membawakan makanan ini untuk kalian!"
Aku menoleh dan melihat seorang cewek muda membawa nampan yang penuh dengan berbagai makanan.
Dia harus hati-hati. Dia terlihat seperti hampir menjatuhkannya.
"Ah....."
Sial! Aku segera mengulurkan tangan dan dengan cepat meraih nampan itu agar gak jatuh.
"Aku minta maaf!"
Anak ini... dia tampak muda sekali.
Dia mungkin masih dibawah 14 tahun. Kau bisa merasakan ketidakdewasaannya.
Dia memiliki tubuh lembut—dan paras cantik. Dia pasti berasal dari keluarga baik-baik. Dia sangat manis.
Dia mungkin memiliki tekad yang lemah. Kalau disini ada Motoyasu, dia mungkin akan jatuh hati pada cewek itu.
Dia adalah seorang cewek mungil. Kurasa dia bagian dari party Itsuki, tapi apa perannya dia? Mungkin dia seorang pengguna sihir atau semacamnya.
"Lambat sekali, Rishia! Cepat perkenalan dirimu."
"Fu, fueeeeee! Baik!"
Lalu mereka semua berbicara serempak lagi. "Kami berenam adalah bodyguard Master Itsuki!"
Ren menoleh padaku dan berbisik, "Bukannya mereka barusan mengatakan lima bodyguard?"
Itulah yang kudengar juga, tapi nggak perlunya mempermasalahkannya saat ini.
"Jangan mengatakan apapun, lihat saja apa yang mereka lakukan."
Sejujurnya, semuanya membuatku agak gak nyaman. Tapi asalkan perilaku mereka gak menyebabkan masalah, aku akan menganggap bahwa Itsuki tau apa yang dia lakukan.
"Gimana menurut lu bedua? Orang-orang ini sangat bisa diandelin."
"Jujur aja, gw punya banyak hal yang pengen gw katakan, tapi untuk saat ini, gw cuma akan bilang semuanya tampak bagus."
Aku menatap mereka lagi, memperhatikan dari kanan, cuma untuk menghafal saja. Mereka semua memasang ekspresi penuh kepercayaan diri yang ekstrim.
Aku yakin mereka memang bisa diandalkan, tapi aku jadi teringat pertempuran kami melawan high priest—saat itu mereka gak banyak membantu.
Itsuki secara positif membual penuh percaya diri, tapi aku kasih terganggu oleh pria berarmor itu. Ada sesuatu hingga dia mengernyitkan alisnya yang membuatku jengkel.
Dia sepertinya agak merendahkan, tapi kemudian aku memperhatikan seluruh party dan menyadari mereka semua memasang penampilan itu.
Adapun untuk cewek bernama Rishia—dia dengan canggung melirik kiri ke kanan, tampak gak nyaman dan gak tau harus gimana.
"Gw belum bertemu dengan mereka secara normal sebelumnya, tapi keknya lu punya kelompok yang aneh deh."
Ren memilih kata-katanya dengan hati-hati. Kelompok itu memberiku kesan yang sama.
"Masa sih? Mereka tampak normal buat gw."
Apa yang normal dari mereka menurut dia? Memanggil mereka "bodyguard" membuat semuanya aneh sejak awal.
Kurasa Itsuki menganggap dirinya semacam karakter jenderal, seseorang yang berkelana di dunia yang kacau menegakkan keadilan. Tapi disini partynya menganggap diri mereka sebagai para bodyguard.
Aku gak tau apa yang membuatnya seperti itu—semua itu sangat aneh.
Itsuki memperkenalkan nama mereka masing-masing, tapi gak terlalu memperhatikan dan segera lupa nama mereka.
Aku terganggu oleh pria berarmor itu. Dia mengarahkan dagunya padaku, dan aku gak bisa menghilangkan perasaan bahwa dia merendahkan aku.
Itu betul-betul mulai membuatku jengkel.... Aku memutuskan untuk membahasnya.
"Itsuki."
"Apa?"
"Lakukan sesuatu pada pria itu. Wajah dan perilakunya membuat gw jengkel. Dia menatap gw seolah dia berpikir gw ini penjahat."
"Kurasa itu ada hubungannya dengan sikap lu sendiri, Naofumi. Perilakunya gak mengganggu gw."
"Mu!"
Itsuki.... Silat lidah itu betul-betul menjijikkan.
"Yah. Dia menampilkan ekspresi yang beda saat lu gak melihat."
"Pahlawan Perisai, itu mungkin cuma imajinasimu, kan?"
"Kami sedang ngomongin elu! Lu diam aja."
Sudah pasti dia gak menghabiskan banyak waktu mengajari para "bodyguard" nya sopan santun. Itu mungkin kesalahan Itsuki. Aku membayangkan dia berbicara buruk tentang aku selama beberapa bulan ini. Teman-temannya mungkin cuma mengikuti alurnya saja.
Sebenarnya, mereka sejak awal memang berasal dari Melromarc, yang mana artinya mereka mungkin berprasangka buruk terhadap Pahlawan Perisai sejak awal.
"Aku penasaran dengan sesuatu."
Ren mengangkat tangannya.
"Apa itu?"
"Kau menganggap Itsuki sebagai 'master' tapi gak menambahkan gelar seperti pada namaku atau Naofumi. Kenapa begitu?"
"Karena Pahlawan Pedang dan Pahlawan Perisai jelas-jelas tidak sebaik Master Itsuki. Itu seharusnya menjelaskan perbedaannya."
Apa yang barusan dia katakan?
Sampai saat ini aku sudah terbiasa menghadapi orang-orang gila, tapi ini sudah keterlaluan. Apa yang membuat mereka berpikir kayak gitu? Aku menatap masing-masing anggota party Itsuki, mereka tampaknya sependapat, kecuali satu orang.
Rishia lah yang tampaknya gak berpikiran sama dengan mereka, cewek yang Itsuki perlakukan seperti seorang pelayan. Aku gak tau apa yang sebenarnya dia rasakan, tapi dia nampak gak setuju.
Ren menghela nafas keras-keras.
"Gw bingung sama perkataan lu..."
Aku gak bisa percaya dia punya nyali untuk menyebutkan "tindakan" kami! Dan ini dari Itsuki, yang menyelinap dan mengerjakan pekerjaannya secara sembunyi-sembunyi. Seperti apa menurut dia seluruh negeri memandang dia?
Dia mungkin menyukai pemikiran bertarung demi keadilan dari balik bayangan—tapi gak seorangpun yang mengetahui siapa dia, dan gak seorangpun yang membicarakan tentang "tindakan" dia.
"Tindakan? Apa Itsuki, sebagai pahlawan yang paling membosankan, berusaha bersikap seperti dia telah mengerjakan lebih banyak daripada yang kami lakukan? Lu tau, gw gak dengar apapun tentang apa yang lu lakuin sampai sekarang. Gak seorangpun membicarakannya."
"Yah, mungkin itu karena gw gak muncul terang-terangan berusaha membuat orang-orang memuji gw, gak kayak Ren sama Motoyasu. Pekerjaan terbaik dilakukan secara tak diketahui—begitulah."
Itsuki membalas, sepertinya terkejut bahwa dia ditantang.
Apa maksudnya itu? Gak peduli gimana kau melihatnya, kelihatan sekali Itsuki adalah orang yang mengkhawatirkan reputasinya.
Apa dia suka berfantasi bahwa dirinya adalah seorang malaikat? Oh Itsuki, begitu gagah! Begitu mulia! Menyelamatkan dunia dan bahkan gak mencari ketenaran!
"Woi bangsat.... Apa kau menghina Master Itsuki?"
"Terus lu mau apa? Gw gak cukup baik sampai-sampai diam aja saat seseorang menghina gw didepan gw."
Ren membalas, dan aku melihat tangannya bergerak ke gagang pedangnya.
"Fueeeeeee!"
"Hentikan itu! Ren!"
Itsuki berdiri diantara pria berarmor dan Ren.
"Itsuki, keknya lu masih harus menjelaskan sesuatu."
"....."
Ren berkata penuh kemarahan pada Itsuki.
"Bagaimanapun juga, Ren dan Naofumi adalah pahlawan sama seperti aku, jadi hormati mereka."
"Dimengerti!"
Pria berarmor itu berteriak dan membungkuk dalam-dalam pada kami. Aku penasaran apa dia betul-betul paham.
"Baiklah, selanjutnya aku akan mengenalkan kelompokku."
Ren berjalan menjauh tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Perasaan tidak puas masih ada, tapi Itsuki dan aku mengikuti Ren.
"Selamat datang! Selamat datang! Senang bertemu kalian, Pahlawan Perisai, Pahlawan Busur."
"Oh, um...."
Para anggota party Ren masih makan, tapi saat kami mendekat, mereka berhenti makan dan memberi perhatian, memperlakukan kami dengan hormat namun terlihat gugup saat mereka melakukannya.
Setelah berhadapan dengan kelompok Itsuki, aku gak betul-betul yakin harus gimana.
Mereka ada empat orang.
"Aku Pahlawan Perisai, Naofumi Iwatani."
"Aku Pahlawan Busur, Itsuki Kawasumi. Aku yakin kita pernah bertemu beberapa kali sebelumnya."
Kurasa aku melihat tiga dari mereka di hati pertama setelah kami semua dipanggil kesini. Sepertinya dia mendapatkan satu anggota party lagi disuatu tempat dalam perjalanan.
"Senang bertemu dengan kalian, Pahlawan Perisai, Pahlawan Busur."
"Sama-sama."
Seluruh kelompok sangat sopan dan ramah.
Tapi aku jadi teringat cara mereka menghindari aku di hari pertama disini, cara mereka bersembunyi di belakang Ren.
Aku gak bisa lupa itu.
Lebih baik aku diam saja—gak mungkin mengetahui apa yang sebenarnya mereka pikirkan.
"Aku minta maaf atas tindakanku yang sebelumnya."
"Huh?"
Salah satu pria melangkah maju, mewakili kelompok itu. Dia sepertinya seorang prajurit. Dia membungkuk padaku.
"Aku minta maaf, dibawah raja yang sebelumnya, aku, kami... Aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku jika bergabung dengan Pahlawan Perisai."
Yang lainnya mengikuti, membungkukkan kepala mereka padaku.
"Aku sadar ini sudah terlambat, tapi harap terima permintaan maaf kami."
"Uh... oke."
Mereka semua begitu.... sederhana, aku gak menyangka ini dan kehilangan keseimbangan.
Berdasarkan cara mereka memperlakukan aku beberapa bulan ini, aku mencurigai adanya motif tersembunyi.
"Tuan Ren, apa yang harus kami lakukan?"
"Mereka bilang mereka ingin kami, para pahlawan, berkerja sama mulai dari sekarang, jadi kami berkeliling memperkenalkan party kami."
"Begitukah? Baiklah! Akan tetapi, aku ingin mengkonfirmasi rencana kita untuk kedepannya. Tipe monster apa yang harus kami fokuskan perhatian kami?"
"Apa?"
Aku dan Itsuki menyerukan kecurigaan kami bersamaan.
"Sepertinya kita akan menuju ke pulau Cal Mira. Kita akan leveling disana. Pastikan kalian sudah siap."
Ren mengeluarkan perintah seolah itu adalah hal yang susah sangat jelas—tapi bukan itu yang mengejutkan kami.
"Tunggu sebentar—apa yang kalian bicarakan? Aku ingin mendengarnya dari kalian, bukan dari Ren."
"Oh yah... um.... Kami berpikir bahwa kami bisa berpencar dan leveling secara terpisah dari Tuan Ren."
Yah seharusnya itu cukup sederhana, kecuali aku gak paham apa yang mereka maksudkan.
Aku paham intinya, tapi... apa maksudnya itu? Apa itu metode lain?
Sepertinya Itsuhir juga sama bingungnya seperti aku, tapi dia memilih gak mengatakan apa-apa tentang itu karena insiden yang barusaja kami lewati dengan para anggota partynya.
"Apa?"
"Um....."
Kurasa kalau Ren gak mempermasalahkannya, maka gak masalah?
"Apa kalian biasanya beroperasi terpisah dari Ren?"
Rasa ingin tau Itsuki mengalahkan dirinya. Sebagai tanggapan, seluruh party mengangguk.
Mereka menjelaskannya sendiri.
Rencana Ren adalah untuk memberitahukan para anggota partynya area-area di peta dimana monster-monster yang dalam jangkauan kekuatan ideal yang efektif untuk leveling berada.
Mereka akan melawan para monster dan meningkatkan level mereka, mengumpulkan material, bijih mentah, dan peralatan disepanjang perjalanan.
Terkadang mereka akan menghadapi para monster yang sangat kuat, yang mana mereka akan berkelompok dengan Ren untuk mengalahkannya.
"Tuan Ren juga mengatakan dengan jelas bahwa kami harus menghindari menerima damage dalam pertempuran kami melawan para monster."
Aku punya cukup banyak pengalaman dalam RPG online, jadi aku sudah pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Para player terkuat di guild atau organisasi lain sering kali merekrut para player yang lebih lemah seperti ini dan menyuruh mereka leveling di area-area rahasia dan item drop langka.
Nampaknya itu juga berlaku disini m
"Mungkinkah itu artinya Ren bertarung sendirian?"
Itsuki menatap Ren, rasa jengkelnya sangat jelas. Ren sepertinya nggak menyadarinya.
Para anggota party Ren jelas-jelas menafsirkan tindakannya secara positif, tapi tetap saja—aku bisa merasakan banyak jarak diantara mereka.
Itu sederhana, kurasa. Ren gak menganggap itu bagus untuk terikat pada sebuah party. Dia ingin bertindak sendirian.
Dia mungkin memiliki banyak pengalaman dengan game online, tapi mungkinkah dia selalu bermain solo?
Itu adalah suatu gaya bermain yang pernah kulihat sebelumnya. Orang-orang yang suka bertindak sendirian—cuma berkelompok dengan orang lain untuk ikut serta dalam event-event berskala besar atau untuk melawan karakter bos yang kuat.
Atau bisa juga dia tipe yang merupakan bagian dari suatu guild yang sangat kecil dan cuma merekrut orang-orang yang sudah dikenal, memperhatikan perkembangan mereka dan mengelola mereka sebagai sebuah gaya baru dalam bermain. Aku bisa paham dengan sistem bermain tersebut pada sebuah game, tapi apa dia betul-betul melakukannya disini di sebuah dunia yang betul-betul baru?
Aku memang pernah melihat yang seperti ini sebelumnya, aku tau tipenya.
Yah, Itsuki juga gak berbeda, berpetualang untuk memuaskan rasa superioritas moralnya sendiri. Pahlawan macam apa mereka berdua ini.
"Sekarang giliran Naofumi."
"Tentu."
Aku cuma bisa membayangkan bagaimana mereka akan bereaksi saat aku memperkenalkan Raphtalia dan Filo.
Kurasa Ren dan Itsuki akan mengerti, tapi setelah bertemu party mereka, aku gak yakin lagi.
"Baiklah, sebelah sini."
Aku memandu mereka berdua ke tempat Raphtalia duduk.
"Selamat datang kembali, tuan Naofumi. Apa yang terjadi?"
"Ratu meminta para pahlawan berkerja sama, jadi kami saling memperkenalkan anggota party kami."
"Aku mengerti, kalau begitu ijinkan aku memperkenalkan diri. Namaku Raphtalia."
"Aku Ren Amaki. Aku Pahlawan Pedang."
"Aku Itsuki Kawasumi, Pahlawan Busur. Aku punya perasaan kita akan sering bertemu kedepannya. Aku menantikannya."
"Jika kau nggak menghalangi kami, kami mungkin bisa mengandalkanmu."
Raphtalia menganga terkejut pada komentar Ren.
Cara dia mengatakannya membuat posisinya sangat jelas, dia jelas-jelas mengganggap bahwa Raphtalia cuma akan mengganggu dia.
"Kurasa aku gak pernah menjadi beban dalam pertempuran."
"Ren gak bermaksud menghina atau meremehkanmu. Kami sudah melihat kekuatanmu dalam pertempuran sebelumnya."
Itsuki berbicara untuk melindungi Ren. Dia cuma membuatnya semakin membingungkan.
"Dia benar. Kau lebih kuat dari yang kusangka."
"Memang begitu... Itu mengingatkan aku. Dimana gadis muda yang punya sayap di punggungnya? Kurasa dia bisa berubah menjadi monster?"
"Maksudmu Filo? Dia mungkin ada disana."
Filo... Kurasa dia ada di prasmanan memakan sesuka hatinya.
Aku mencari dia di kerumunan dan memanggil dia.
"Filo!"
"Hm?"
Mendengar panggilanku, dia akhirnya meninggalkan piring makanannya dan mendekat.
"Ada apa, master?"
"Yah... Kurasa kau sudah tau mereka berdua, tapi aku harus memperkenalkanmu secara formal."
"Kenapa?"
Filo kelihatan gelisah dan melangkah mundur.
"Apa mereka sama kayak pria tombak itu?"
"Tidak, tidak. Dibandingkan dengan dia, mereka berdua ini orang baik."
"Ya, aku juga merasa begitu."
"Oh? Mereka kelihatan seperti mereka akur."
Kami semua setuju pada hal itu. Gak seorangpun yang se-gila wanita kayak Motoyasu.
"Jadi perkenalkan dirimu."
"Oke! Nama Filo... Namaku Filo!"
Dia kedengaran begitu bodoh... Kenapa juga pake orang ketiga untuk memperkenalkan dirimu sendiri?
"Tugasku menarik kereta master!"
Dia sangat bangga dengan tugasnya. Apa yang akan dipikirkan orang normal kalau mendengar seorang gadis kecil berbicara tentang menarik kereta dijalanan?
Ren dan Itsuki tersenyum canggung saat mereka menatapku.
"Namaku Itsuki Kawasumi. Senang bertemu denganmu."
"Aku Ren Amaki. Usahakan agar nggak menghalangi kami... meski kurasa kau tidak akan begitu."
"Ya! Senang bertemu dengan kalian! Busur! Pedang!"
Setelah mengatakan nama panjang mereka, yang disebut cuma nama senjata mereka, Ren dan Itsuki mengarahkan senyuman canggung yang sama padaku.
Setelah perkenalan selesai, kami bertiga terdiam.
Mereka mungkin berpikir itu aneh bahwa aku memperlakukan Raphtalia dan Filo seperti para manusia lain bukannya memperlakukan mereka seperti bawahan.
"Raphtalia, bukankah kamu seorang budak?"
"Ya."
Mulut Itsuki menganga. Apa yang dia maksudkan?
"Apa ini hubungan tuan-budak? Menurutmu Naofumi itu bagaimana?"
"Hmm benar juga, kurasa ini hubungan semacam itu. Aku gak pernah betul-betul memikirkannya."
Mendengar tanggapan Raphtalia, Itsuki terus kelihatan bingung.
"Lagipula, tuan Naofumi gak pernah memberiku perintah yang aneh maupun nggak menyenangkan. Aku tau dia bergantung padaku, dan juga aku ingin melakukan apa yang aku bisa untuk dia."
"Apa pernah terpikir olehmu bahwa kamu membenci pertarungan? Atau kamu ingin bebas?"
"Gak pernah. Kalau aku bebas, aku gak punya tempat untuk pergi. Desa asalku sudah nggak ada. Yang aku mau cuma bertarung bersama tuan Naofumi."
"Begitukah?"
"Kenapa lu cuma nanyain pertanyaan untuk memancing keluhan dari dia?"
Sepertinya mereka memanfaatkan perkenalan ini sebagai kesempatan untuk menggali titik lemahku.
"Kurasa kamu sudah membulatkan tekadmu tentang ini sebelum Motoyasu menantang Naofumi?"
"Ya, memang.... maaf soal itu."
Itsuki sepertinya membiarkannya saja, tapi sesuatu pada wajah Itsuki telah membohongi perasaan sejatinya. Dia menatap aku.
Apa yang dia mau dari aku? Raphtalia memang budak, tapi sekarang dia adalah seorang teman yang bisa dipercaya.
Apa cuma imajinasiku? Tidak.... Aku bisa mempercayai apa yang Raphtalia katakan.
"Ayo kenalkan masing-masing teman kita dan kemudian kembali berbicara dengan ratu."
"Ide bagus. Raphtalia, pergilah perkenalkan dirimu pada anggota tim Ren dan Itsuki. Kita akan bekerja sama mulai dari sekarang. Aku tau itu akan membuatmu sedikit gak nyaman, tapi usahakan untuk menghindari pertikaian."
"Dimengerti."
***