webnovel

Secret In Love

Ada cinta dan kesakitan saat kita harus memilih hidup dengan seorang pria yang tidak kita cintai, Itu yang Reista rasakan.. Merelakan masa mudanya dengan menikahi Duda Tampan kaya Raya dari keluarga Ettrama. Seorang pria yang memiliki kekayaan di atas rata-rata... Mungkin terdengar menyenangkan bukan?. Tapi bagaimana jika ternyata hidup tidak melulu membahas kebahagiaan? Reista harus merasakan hidupnya berantakan karena masa lalu dari suaminya hadir kembali! Kegilaan yang diciptakan oleh mantan istri Ramelson Ettrama, membuat keluarga Ettrama hancur berantakan. Penculikan, kekerasan, pembunuhan!.. berkumpul jadi satu dan membuat banyak kesakitan kepada Jiwa-jiwa suci yang tidak mengerti apa apa.. Hidup Reista bahkan harus berselisih dengan Racun yang menggerogoti tubuhnya dan membuat kedua bola matanya lepas!! Apakah kesakitan akan selalu menghantui Hidup Reista? apakah cinta akan membuat Reista bertahan bersama Ramelson Ettrama? semua akan dibahas dalam Bab-Bab selanjutnya.. Jangan lupa tinggalkan Komentar positif, Berikan koin di setiap bab terkunci. hal ini akan membuat penulis menjadi lebih bersemangat lagi... [Sequel berjudul, Secret In Love: Ahli Waris] Selamat membaca dan semoga hari kalian menyenangkan!!

silvaaresta · Fantasi
Peringkat tidak cukup
430 Chs

Film korea

Ramel dan Reista turun dari mobil yang mengantarkan mereka kedepan lobby Gedung 70 lantai, yang menjulang tinggi dan siapapun yang melihatnya akan menatap kagum.

Reista tidak berhenti untuk terus tersenyum saat banyak karyawan yang menyapa mereka, Reista menggandeng tangan Ramel dengan erat. menunjukkan status kedudukannya, didepan semua mata perempuan yang diam-diam menganggumi tubuh indah suaminya yang dibalut dengan jas biru dongker warna kesukaan Ramel.

"Ramel tunjukkan senyumanmu, sudah kukatakan kau harus ramah dengan setiap karyawan yang ada dikantormu". Reista mencubit sedikit lengan Ramel yang sedari tadi hanya memasang wajah muramnya yang walaupun tidak ada senyuman tetap Reista akui bahwa tetap terlihat sangat tampan.

"aku tidak mau". jawab Ramel singkat.

"kau harus mau, ini perintah istrimu. tersenyumlah, cepat!". Ramel hanya melirik Reista sebentar, entah mengapa juga sekarang Reista banyak mengatur pagi ini. mau tidak mau Ramel menampilkan senyum paksanya saat semua karyawan memberi hormat padanya dan juga Reista.

"senyummu seram sekali, kau seperti pembunuh berdarah dingin dalam film horor. tidak usah tersenyum, aku sebal melihatnya". Ramel menahan nafasnya dan membuangnya dengan kasar, Reista benar-benar membuat tenaga Ramel terkuras habis bahkan sebelum dirinya mengerjakan pekerjaanya yang sangat menumpuk diatas meja kerja.

Mereka masuk kedalam lift para petinggi dan lift naik kelantai paling atas gedung ini, Reista hanya bersenandung dan tetap menggandeng lengan Ramel sepertinya tidak ada tanda-tanda ingin dilepaskan. Ramel tidak ingin mempermasalahkan lagi, sudah cukup sakit nafasnya dipagi hari ini karena harus mengikuti tingkah istrinya.

Lift terbuka dan mereka berdua berjalan kearah ruangan kerja Ramel, saat mereka masuk Reista melihat sekertaris pribadi Ramel tersenyum kearah mereka berdua, Reista tersenyum kearahnya dan tetap mengikuti Ramel ke arah meja kerjanya yang entah mengapa terlihat sangat suram karena banyaknya berkas disana, Reista meringis memikirkan saat harus mengurus berkas itu seharian penuh.

mereka berdua berdiri disamping kursi berwarna abu-abu dan jika Reista bilang ini adalah kursi kebanggan Ramel, karena hanya Ramel yang boleh duduk disini. tapi jika dipikir-pikir Reista ingin sekali merasakan duduk disini dan meminum secangkir coklat panas yang memang sudah ada didepan meja Ramel. sekertaris pribadi Ramel perhatian sekali kepada suaminya.

"kenapa kau tidak duduk Ramel? apa yang kau tunggu? ini sudah siang, kau lihat pekerjaanmu banyak sekali? kau tidak boleh membuang-buang waktu untuk melamun seperti itu. walaupun memang aku akan bekerja hari ini, tapi aku tidak mau membantumu dengan berkas menyeramkan itu, kepalaku mendadak sakit dan aku hanya ingin rebahan saja". Reista mengoceh panjang lebar dan Ramel menghela nafasnya panjang.

"tidak usah mengehela nafas seperti itu Ramel, kau tau kenapa? kau akan cepat tua dan kau-".

"kau terus menggandeng tanganku, bagaimana caraku agar bisa duduk dengan tenang dan bisa mulai bekerja?". perkataan Reista terpotong saat Ramel menatap mata Reista dengan begitu dalam, ingin rasanya Ramel melakban mulut kecil istrinya, tapi apadaya ia tidak tega dengan mata imut itu yang bersinar sangat cerah pagi ini.

"oh maaf, kau tidak mengatakan jadi aku tidak tau". Reista buru-buru melepaskan tangan Ramel dan Ramel langsung duduk di kursi kerjanya, Reista memandang kearah luar jendela. pemandanganya sangat bagus dipagi hari seperti ini, Reista mengambil coklat panas dimeja Ramel dan menyesapnya pelan sambil melihat pemandangan yang memang memanjakan mata Reista, Reista sering melihat pemandangan ini saat menjadi sekertaris tuan Gornio dan juga Ramel beberapa bulan. tapi baru kali ini Reista menikmati hasil karya arsitek yang sudah pasti dibayar Ramel sangat mahal, untuk membangun perusahaan setinggi ini dan berada di posisi strategis dan view yang begitu menawan.

"kau sedang apa sebenarnya? berdiri disampingku dan meminum coklat panasku, lalu dengan santainya menyandarkan tubuhmu dibangku milikku? bagaimana bisa aku bekerja dengan baik jika kau mengangguku dengan tindakan non verbalmu". Ramel berucap sedikit pelan meredam semua emosinya yang jika tidak diatur dengan baik pasti akan meledak-ledak.

"kau bekerja saja, aku hanya meminum coklatmu sedikit. ini aku kembalikan, aku ingin tidur dan sangat mengantuk, bangunkan aku jika hampir jam makan siang". Reista melenggang kearah pintu ruangan samping yang memang merupakan kamar pribadi Ramel didalam kantornya.

Ramel yang melihat itu mengusap wajahnya pelan dan mengangkat gelas coklat panasnya, namun sebelum gelas itu sampai ke bibir Ramel, mata milik Ramel sudah membulat dengan kesal. apanya yang perempuan itu bilang bahwa meminum hanya sedikit? bahkan isi cangkirnya bersih dan hanya tersisa bekas lipstiknya saja.

"ingin kubuatkan yang baru Ramel?". sekertarisnya yang memang sudah menjadi sahabatnya sejak lama mengerti raut wajah Ramel yang sudah sangat muram, Ramel menganggukan kepalanya pelan.

"kau ingin memakai gelas ini atau gelas yang baru?". tanya susliana dengan tatapan jail.

"aku mau gelas itu saja, dan pastikan bekas lipstiknya jangan sampai hilang". Ramel berucap tanpa sadar karena sibuk membaca berkas yang membuat kepalanya sakit bahkan dihalaman pertama. susliana hanya mengangguk dan melenggang pergi dari ruangan Ramel dengan senyuman yang tenang.

Ramel yang mendengar suara pintu ruanganya tertutup menghela nafas berat, ia tidak mood bekerja pagi ini. wajah canti Reista mengusik pikirannya saat ini. Ramel bangkit dari duduknya dan membuka pintu ruangan kamar pribadi. disana terlihat Reista sedang berbaring dan memainkan handphonenya dan terlihat sangat serius.

"kau sedang apa? kau mengatakan akan tidur?". tanya Ramel saat sudah berada disamping tempat tidur.

"aku sedang menonton film". jawab Reista pelan.

"film apa?".

"film korea, kau tidak usah mengangguku. aku sedang serius". Ramel mengangkat sebelah alisnya heran, Ramel melangkah keluar karena ia pikir Reista lebih baik diam seperti itu daripada menganggunya nanti.

"oh astaga sayangku, kau tampan sekali. ahhhh bagaimana lelaki ini bisa sangat tanpan dan romantis dengan cara bersamaan". ucapan Reista membuat Ramel berhenti dan berbalik melihat kearah Reista. siapa yang Reista bilang tampan? apa dia tidak tau suaminya juga sangat tampan? bahkan banyak para perempuan yang patah hati saat dirinya menikah dengan Ramel, karena yang Ramel dengar bahwa ada kata seperti ini 'stok pria tampan semakin menipis karena tuan Ramel sudah menikah'.

"siapa yang tampan?". tanya Ramel kepada Reista yang tidak berpaling dari layar handphonenya,

"tentu saja pemain utama laki-laki disini".

"apa aku tidak cukup tampan? aku yakin laki-laki dalam film yang kau tonton masih kalah tampan denganku". ucap Ramel bangga dan menyisir rambutnya kebelakang.

"kau memang tampan, tapi pria disini dia punya kuda putih dan juga pedang yang bagus. aku suka saat dia menunggangi kuda dan membawa pedangnya, terlihat sangat tampan dan aku rasa aku jatuh cinta denganya". Ramel ternganga saat melihat Reista berbicara seperti itu dan tersenyum senyum sendiri? apa dia bilang? karena aku tidak punya kuda putih dan pedang? bahkan negara ini jika bisa dibeli, sudah Ramel beli dengan uangnya.

"aku akan punya kuda putih dan pedang, lihat nanti siang".

"emmm". Reista hanya menanggapi ucapan Ramel dengan melas, Ramel keluar dari ruangan kerjanya dengan mood yang lebih buruk, susliana yang memang baru masuk keruangan kerja Ramel hanya melirik kearah sahabat sekaligus bosnya yang mengapa semakin suram wajahnya.

"ada apa dengan wajahmu Ramel". tanya susliana.

"carikan aku kuda putih dan juga pedang yang sama persis seperti film korea yang sedang ditonton oleh Reista, aku tidak mau tau bagaimana cara kau mendapatkanya. kau hubungi sutradara yang membuat film itu, aku ingin dua hal itu sudah ada didepan perusahaanku nanti siang, kalau bisa beli juga perusahaan pembuat filmnya. aku tidak mau tau bagaimana caranya, aku ingin dua hal itu".

Susliana hanya mematung ditempatnya dan ternganga karena permintaan Ramel yang tidak masuk akal, namun karena melihat wajah Ramel yang sudah tidak ingin dibantah membuat sekertarisnya itu buru-buru menjalankan perintah daripada kepalanya harus melayang dipagi hari yang cerah ini. ini akan menjadi pagi yang panjang karena dia harus mendapatkan dua hal yang menurutnya tidak penting sama sekali.