Vero yang harus menjalani masa hukuman, yaitu diskors selama dua hari pun, membuat Kirana nampak kesepian.
Kirana yang juga harus menjalani hukuman dengan membersihkan seluruh toilet sebelum masuk kelas pun, kini sedang mengepel toilet terakhir yang berada di dekat kelasnya, setelah sejak pagi buta, saat sekolah masih tidak berpenghuni, atau hanya Kirana saja yang baru datang, Kirana sudah membersihkan toilet sekolah satu per satu.
Kini, Kirana nampak termenung memikirkan sesuatu, ia merasa kesepian karena Vero tidak boleh berangkat sekolah.
"Pagi-pagi sudah melamun saja kamu, Kirana…." ucap Levi pada Kirana yang nampak melamun di toilet, sambil memegangi alat pel.
Seketika saat itu juga, Kirana tersadar dari lamunannya, ia langsung melihat Levi sudah berada di sampingnya saat ini.
"Vero…." jawab Kirana, sambil menoleh pada Levi.
Saat itu juga Kirana langsung menutupi rasa malunya pada Levi karena malah menyebutkan nama Vero.
Wajah Levi yang mendengar nama Vero spontan disebutkan oleh Kirana pun, langsung memasang ekspresi kecewa. Levi kecewa dengan Kirana yang malah menyebutkan nama Vero, padahal jelas-jelas Levi lah yang menyapanya.
"Maafkan aku, Levi … ada apa kamu kemari? Kamu tidak takut menjadi bau karena ini toilet," tanya Kirana, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin menyapamu saja tadi, kalau begitu aku ke kelas dulu, Kirana," ucap Levi berpamitan untuk kembali ke kelas.
"Oh, iya Levi … silakan," jawab Kirana mempersilakan, sambil tersenyum pada Levi.
Sedangkan Levi hanya memasang wajah kecewanya, ia yang tadinya bersemangat untuk menemui Kirana, karena ini adalah kesempatan yang baik untuk lebih dekat dengan Kirana, sebab Vero masih diskors. Namun, justru Levi mendapat kekecewaan dari Kirana.
Setelah Levi pergi dari toilet yang sedang dibersihkan oleh Kirana, kini datanglah Sherin bersama teman-temannya. Kirana yang melihat itu pun, hanya terdiam dan kembali fokus mengerjakan tugasnya, ia tidak mau lagi berurusan dengan Sherin.
"Sepertinya ada yang sedang sibuk membersihkan toilet, karena terbukti mencuri," sindir salah satu teman Sherin.
Sherin yang mendengar itu pun, menaikkan sudut bibir atasnya, sembari tersenyum penuh arti melihat Kirana.
Sedangkan Kirana tidak menghiraukan ucapan Sherin dan teman-temannya, ia hanya tetap fokus pada tugasnya.
"Hei … kalau ada yang sedang bicara itu dengarkan!" ucap Sherin sambil menjambak rambut panjang Kirana.
"Awhh…." rintih Kirana kesakitan, sambil memegangi rambutnya yang dijambak oleh Sherin.
"Apakah terasa sakit?" tanya Kirana dengan senyum miringnya.
Kirana tidak menjawab, ia hanya menunjukkan ekspresi kesakitan dan sesekali merintih.
"Aku peringatkan kepadamu, jika kamu tidak menjauhi Vero, kamu akan merasakan hal yang lebih parah dari ini," ancam Sherin, dengan terus menjambak rambut Kirana.
"Maafkan aku, Sherin … tetapi Paman Vero menyuruhku untuk terus bersama Vero," jawab Kirana, teringat dengan pesan Paman Vero yang disampaikan saat ia berkunjung ke sana.
"Apa kamu bilang? Paman Vero menyuruhmu untuk selalu bersamanya? Apa kamu tidak pernah berkaca, Kirana … kamu ini orang miskin, kamu tidak pantas berteman dengan Vero, apa lagi jika sampai dekat dengannya," ucap Sherin.
Kirana tidak menjawab pertanyaan Sherin, ia hanya terdiam sambil menahan sakit dari jambakan yang dilakukan oleh Sherin.
"Sepertinya kamu harus aku belikan kaca besok, agar kamu bisa sering-sering berkaca," ucap Sherin, dengan nada yang begitu terdengar jahat.
Kirana hanya bisa mencoba menenangkan hatinya, ia harus kuat dengan semua ini, karena jika ia menangis di hadapan Sherin dan teman-temannya, itu akan membuatnya makin terlihat sangat lemah.
Sherin tampak memberi kode melalui lirikan mata kepada temannya, kemudian kedua temannya langsung menumpahkan tempat sampah yang berisi banyak sampah pada toilet yang sudah Kirana pel tadi.
Akhirnya Sherin melepaskan tangannya dari rambut Kirana, Kirana dapat sedikit bernapas lega.
"Ingat dengan apa yang ku katakan tadi, jika kamu masih keras kepala, kamu akan tahu akibatnya nanti," ucap Sherin memperingatkan.
Kemudian Sherin dan teman-temannya pun, akhirnya meninggalkan Kirana sendirian di toilet, dengan keadaan toilet yang sudah akan selesai dibersihkan, menjadi kotor kembali karena ulah Sherin dan teman-temannya.
Namun Kirana sedikit lega jika Sherin pergi meninggalkannya, meskipun ia harus membersihkan ulang toilet yang sebelumnya sudah ia bersihkan.
Setelah membersihkan semuanya, Kirana bergegas menuju kelasnya sebelum lonceng pertanda masuk berbunyi.
Kirana duduk di tempat duduknya dengan rapih saat guru sedang menyampaikan materi. Namun tiba-tiba dirinya menoleh ke arah Vero, dan dirinya tidak menemukan keberadaan Vero di sampingnya.
Membuat Kirana nampak tidak bisa fokus dengan pelajaran yang disampaikan oleh guru.
"Baik, pelajaran hari ini selesai, jangan lupa kerjakan PR yang sudah ibu berikan tadi," ucap ibu guru yang hendak mengakhiri kegiatan belajar mengajarnya.
Akhirnya pelajaran benar-benar berakhir, Kirana berjalan gontai menuju gerbang sekolah, di parkiran, ia bertemu dengan Levi, dan Levi menyapanya serta mengajaknya untuk pulang bersama.
"Hai, Kirana … mau pulang bersama?" tanya Levi.
Kirana nampak berpikir sejenak, dan mengarahkan pandangannya menuju bis yang baru saja lewat dan berhenti di halte sekolah. Kirana yang melihat itu pun langsung berlari menuju bis yang baru saja datang itu.
"Tidak terima kasih, Levi … mungkin lain kali saja," jawab Kirana sambil berlari menuju halte.
Levi yang melihat itu pun langsung mengerutkan keningnya bingung, tidak biasanya Kirana naik bis.
Akhirnya Kirana menaiki bis yang baru saja datang, penglihatannya tidak salah, itu adalah bis yang menuju arah rumah Vero, ia langsung menaiki bis tersebut.
Setelah beberapa menit berada di perjalanan di dalam bis, Kirana turun tepat di depan rumah Vero. Rumahnya terlihat begitu sepi, membuat Kirana berjalan perlahan memasuki gerbang rumah yang tidak terkunci.
Kirana berjalan dengan begitu perlahan, karena ia benar-benar tidak mengerti mengapa hati dan pikirannya menyuruhnya untuk berkunjung ke rumah Vero.
Kini Kirana sudah berdiri di depan pintu rumah Vero, Kirana mengangkat tangannya hendak mengetuk pintu, namun sejenak ia mengurungkannya dan memikirkan alasannya kemari jika nanti ditanyai oleh Vero.
Namun belum sempat Kirana mengetuk pintu rumah Vero, pintu itu terbuka perlahan, membuat Kirana membelalakkan matanya kaget.
"Kirana…." ucap Rudolf yang baru saja membuka pintu rumah.
"Paman…." jawab Kirana sambil tersenyum kikuk, bingung dengan apa yang harus ia katakan saat ini.
"Ada apa, Kirana … ada yang bisa dibantu?" tanya Rudolf sambil menatap wajah Kirana yang menampilkan ekspresi kaget.
"Ah-- itu, paman … aku ingin memberitahu Vero, bahwa hari ini ada PR yang diberikan oleh guru," jawab Kirana dengan terbata-bata.
Rudolf yang melihat itu pun, langsung tersenyum.
"Vero ada di dalam, dia juga merindukanmu," goda Rudolf, yang paham dengan maksud kedatangan Kirana kemari.
Kirana yang mendengar ucapan Rudolf pun, langsung tersipu malu saat itu juga. Pipinya berubah warna seperti kepiting rebus.
Dan tiba-tiba….
"Kirana…." ucap Vero yang muncul dari balik punggung Rudolf.
Kirana yang kaget dengan kedatangan Vero pun, memegangi dadanya.
"Kirana merindukanmu, Vero … sama sepertimu yang juga merindukannya," sahut Rudolf dengan senyum menggoda kedua anak muda itu.
Seketika Vero ikut tersipu malu dibuatnya, Kirana sesekali menatap wajah Vero yang terlihat malu-malu, sepertinya.
"Ya sudah, kalau begitu masuk Kirana … jika ingin mengerjakan PR kalian bisa mengerjakan di halaman belakang yang udaranya sejuk dan nyaman untuk mengerjakan tugas," ucap Rudolf memecah kecanggungan.
"Ayo, Kirana … kita ke halaman belakang rumah saja," ajak Vero.
Kirana yang masih berekspresi malu-malu pun, hanya menganggukkan kepalanya, kemudian mengikuti langkah kaki Vero pergi.
Mereka duduk di kursi dengan meja berbentuk lingkaran, mereka sedikit canggung karena kejadian kemarin, namun Kirana yang bisa beradaptasi dengan cepat, membuat mereka bisa kembali seperti biasa.
"Apakah kamu benar-benar merindukanku?" tanya Vero disela-sela mereka mengerjakan PR bersama.
Kirana yang mendengar pertanyaan Vero pun, langsung menoleh pada wajah Vero yang sudah lebih dulu menatap wajah Kirana.
Kirana menatap manik mata Vero yang begitu dalam menatapnya, kemudian Kirana menganggukkan kepalanya malu-malu untuk menjawab pertanyaan Vero.
Vero yang melihat anggukan kepala Kirana pun, seketika tersenyum senang, dan melontarkan senyuman manis kepada Kirana.
Begitu pun sebaliknya, Kirana juga membalas senyuman Vero dengan senyum manisnya.