"Sebaiknya kamu ikut saja pulang bersama kami, Kirana…." ucap Rudolf menawarkan tumpangan untuk Kirana.
Kirana pun terlihat berpikir sejenak, namun Rudolf langsung menarik tangan Kirana tanpa aba-aba, Kirana pun terkejut.
"Apakah tidak akan merepotkan, paman?" tanya Kirana merasa tidak enak.
Rudolf pun tersenyum mendengar pertanyaan Kirana.
"Tidak merepotkan sama sekali, Kirana … justru paman senang jika kamu mau ikut pulang bersama kami," jawab Rudolf sambil tersenyum.
Kirana membalas senyuman Rudolf, kemudian menuruti ajakan Rudolf.
"Baiklah paman, terima kasih…." ucap Kirana begitu sopan.
Rudolf yang melihat sikap Kirana yang begitu sopan, tersenyum dan kagum.
Akhirnya mereka pun pulang bersama, Vero duduk di samping Rudolf yang menyetir mobil, sedangkan Kirana duduk di kursi belakang.
"Vero … paman tidak marah dengan tindakanmu di sekolah, karena menurut paman yang kamu lakukan adalah tindakan yang benar, namun paman juga ingin berpesan kepadamu, kamu harus memahami lingkungan dan orang-orang sekitarmu, karena itu adalah hal yang sangat penting dalam bersosialisasi," ucap Rudolf menasehati Vero yang sejak tadi hanya diam saja.
"Sebelum melakukan tindakan apa pun itu, kamu harus berpikir, apakah tindakanmu itu akan membawamu pada kebenaran atau malah justru menikam tanpa sepengetahuanmu," tambah Rudolf.
"Paman ingin, keponakan paman memiliki sifat yang selalu memikirkan dampak apa yang akan dihasilkan dari setiap apa pun yang kamu perbuat nantinya," ucap pamannya.
Vero terus menundukkan kepalanya, karena merasa bersalah pada Rudolf yang harus menanggung malu dipanggil ke sekolah karena ulahnya.
Kirana yang mendengarkan nasehat Rudolf pada Vero di belakang pun, menyimak semua yang dikatakan oleh Rudolf.
"Jika memang kamu tidak tahu, kamu bisa bertanya kepada orang lain, sehingga nantinya tidak akan terjadi seperti ini lagi," ucap Rudolf bertubi-tubi menasehati Vero.
"Maaf, paman … bukankah ini arah ke rumah paman dan Vero?" tanya Kirana disela pembicaraan Rudolf.
"Iya, Kirana … apakah kamu akan keberatan jika kamu diajak berkunjung ke rumah paman atau Vero?" tanya Rudolf, sambil memperhatikan wajah Kirana dari kaca spion.
"Tidak, paman … justru aku lah yang merepotkan paman," ucap Kirana sopan.
"Oke … baiklah kalau begitu," jawab Rudolf, kemudian kembali fokus menyetir mobil.
"Vero … apa kamu mendengar semua nasehat paman tadi?" tanya Rudolf, mengalihkan pandangannya sejenak pada Vero.
Namun ternyata Vero sudah terlelap tidur, dengan kepala yang tersandar pada jendela mobil.
Setelah beberapa menit di perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah.
"Vero, bangun … kita sudah sampai," ucap Rudolf membangunkan Vero yang tertidur sejak tadi.
Vero pun langsung terbangun dari tidur nyenyaknya, ia mengusap matanya sambil memperhatikan sekitarnya, dan tiba-tiba dilihatnya Kirana masih ada di kursi belakang mobilnya. Vero langsung gelagapan dan segera keluar dari mobil karena malu diperhatikan Kirana.
Vero sudah lebih dulu turun dari mobil, Kirana yang melihat ekspresi Vero tadi pun hanya tersenyum. Sementara Rudolf hanya menggelengkan kepalannya.
"Mari Kirana kita masuk ke dalam," ajak Rudolf.
Kirana pun mengangguk sambil tersenyum sopan pada Rudolf.
"Baik, paman," jawab Kirana.
Kirana dan Rudolf memasuki rumah, Rudolf mempersilakan Kirana untuk duduk di sofa ruang tamu.
"Mau minum apa, Kirana?" tanya Rudolf pada Kirana.
"Air putih, paman, jawab Kirana dengan santainya.
Rudolf pun langsung menahan tawanya, karena menurutnya Kirana begitu lucu.
"Kalau begitu biar paman ambilkan kamu minum sebentar," ucap Rudolf.
Kemudian Rudolf pergi ke dapur untuk mengambilkan minum untuk Kirana. Sedangkan mata Kirana tidak bisa berhenti menatap lemari yang ada di ruang tamu itu, ada sebuah bingkai foto yang menganggu pikirannya.
Kirana pun berdiri dari duduknya, dan mendekat menuju bingkai foto yang terpajang di lemari ruang tamu itu.
Betapa terkejutnya Kirana, saat dirinya melihat dalam foto itu, ada seorang yang mirip sekali dengan wajahnya.
Kirana menutup mulutnya dengan kedua tangannya, ia benar-benar tidak percaya, kenapa ada orang yang begitu mirip dengan dirinya.
"Itu Bundanya Vero," ucap Rudolf yang mengagetkan Kirana.
Kirana terlonjak kaget, dan langsung membalikkan tubuhnya menuju sumber suara tadi.
"Paman…." ucap Kirana yang kaget degan kedatangan Rudolf yang tiba-tiba.
Rudolf pun tersenyum melihat ekspresi kaget Kirana, karena itu begitu mirip dengan ekspresi wajah kakak iparnya yang tidak lain adalah Bunda Vero.
"Maafkan aku paman, karena sudah lancang melihat-lihat rumah paman," ucap Kirana sambil menundukkan kepala dengan perasaan bersalah.
"Tidak apa-apa, Kirana … pasti kamu penasaran siapa yang ada di foto itu, karena sangat mirip denganmu," ucap Rudolf sambil tersenyum pada Kirana.
"Iya, paman … maafkan aku, karena aku begitu penasaran saat melihat orang yang ada di dalam foto itu begitu mirip denganku," jawab Kirana.
"Tidak perlu meminta maaf, Kirana … karena paman juga tidak percaya kenapa kamu dan Bunda Vero bisa begitu mirip," ucap Rudolf.
"Apakah itu Bunda Vero yang sudah lama meninggal?" tanya Kirana dengan suara lirihnya, sambil memperhatikan sekitarnya, takut jika nantinya didengar oleh Vero.
Rudolf menganggukkan kepalanya sambil tersenyum memandang bingkai foto kedua orang tua Vero.
"Maafkan aku, paman … karena sudah sangat lancang," ucap Kirana lagi.
"Apakah kamu sudah diceritakan mengenai kisah hidup Vero, langsung dari Vero selama kamu mengenalnya?" tanya Rudolf mengalihkan pembicaraan.
Kirana pun hanya menggelengkan kepala, karena Vero memang tidak pernah bercerita tentang perjalanan hidupnya, ia hanya menceritakan garis besarnya saja kepada Kirana.
"Kalau begitu, paman yang akan menceritakannya kepadamu," sahut Rudolf.
Kirana langsung menatap Rudolf dengan seksama, bersiap untuk mendengarkan semua cerita yang akan diberikan kepadanya.
Akhirnya Rudolf mulai bercerita mengenai kehidupan Vero, sejak saat ia harus kehilangan orang tuanya dengan begitu tragis, sampai ia menjadi anak yang tidak tahu dan tidak mau tahu dunia luar, dan sampai sekarang saat Vero sudah mau mengenal dunia luar, bahkan mau bersekolah di sekolah umum.
Kirana yang mendengar semua penjelasan Rudolf pun, benar-benar tidak menyangka begitu sulit jalan hidup yang dilalui Vero selama ini, membuat Kirana merasa bersalah pada Vero, harus memberinya masalah hari ini.
"Paman harap, kamu bisa menjadi teman yang baik bagi Vero, KIrana … karena Vero benar-benar membutuhkan teman yang sepertimu," ucap Rudollf dengan nada tulus.
"Bailah, paman, aku akan berusaha menjadi teman yang baik untuk Vero," jawab Kirana.
"Paman … bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Kirana.
"Tentu saja, Kirana … silakan saja," jawab Rudolf mempersilakan Kirana untuk bertanya.
"Apakah Vero pernah bercerita marah padaku, kepada paman?" tanya Kirana malu-malu.
Rudolf pun langsung teringat kejadian tempo hari, yang membuat Rudolf mengetahui jika Vero mengidap sifat obsesi, dan itu pada Kirana.
"Iya, Kirana … Vero pernah bercerita kepada paman," jawab Rudolf.
Kirana terlihat menahan malu saat Rudolf menjawab pertanyaannya.
"Tapi paman yakin, jika kamu adalah teman yang dibutuhkan oleh Vero, jadi paman mohon kepadamu, selalu temani Vero, meskipun terkadang sifatnya bisa tiba-tiba berubah menjadi aneh, dan maklumi jika ia selalu terlihat cemburu jika kamu sedang bersama teman pria yang lain," ucap Rudolf menjelaskan.
Kirana pun mengangguk paham, kini ia sudah mengerti seluk beluk Vero, sehingga ia tidak akan bingung lagi dengan sifat Vero yang tiba-tiba sering berubah menjadi aneh.
"Terima kasih sudah mau berteman dengan Vero, Kirana … paman percayakan Vero kepadamu," ucap Rudolf dengan nada dan ekspresi yang begitu tulus.
Kirana yang melihat tatapan Paman Vero begitu tulus padanya pun, bingung harus menjawab apa, sehingga membuatnya hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum tuluss kepada Paman Vero.
Rudolf sudah mempercayakan Vero kepada Kirana, kini tinggal Kirana yang harus berjuang menghadapi sifat obsesi yang dimiliki oleh Vero.
Rudolf berharap, dengan Kirana yang sudah tahu dengan seluk beluk dan masa lalu Vero, ia bisa memahami Vero dengan baik ke depannya.
Sedangkan Kirana, masih terlihat tertegun mencerna semua yang sudah ia dapatkan dari Paman Vero. Ia seperti diberi tanggung jawab besar saat ini. Namun, Kirana akan berusaha menjadi teman yang baik untuk Vero.