webnovel

Siapa Dia?

Usai pesta ulang tahun Erikkson, Cass tidak membiarkan Sophie tenang sama sekali. Bahkan sepanjang pesta, ia tetap mencoba menghubungi Sophie. Sophie yang akhirnya menghidupkan ponselnya akhirnya membalas pesan Cass.

'Aku belum selesai bicara denganmu. Jangan matikan ponselnya, aku akan menghubungi nanti malam.' Cass menuliskan pesan itu untuk Sophie. Sophie yang duduk di kursi penumpang di sebelah Laura yang tengah menyetir, tampak cemas.

"Ada apa, Sophie?" tegur Laura melihat sikap adiknya yang terlihat aneh semenjak keluar dari apartemen mewah tadi.

"Tidak ada." Sophie menoleh sekilas pada Laura dengan sedikit senyuman.

"Sikapmu agak aneh tadi. Apa ada masalah?" tanya Laura masih penasaran. Sophie tampak murung dan menundukkan wajahnya. Ia merasa aneh jika harus bercerita tentang apa yang terjadi pada kakaknya. Rasanya tidak mungkin Sophie melakukan hal itu.

"Sophie, kamu tahu kan kamu boleh bercerita apa pun padaku. Aku akan selalu mendengarkanmu." Sophie menoleh pada Laura dengan mata berkaca-kaca. Rasanya ingin meluapkan seluruh isi hatinya pada Laura saat ini. Mulut Sophie seperti menutup rapat tak mau terbuka.

"Aku ..." Laura ikut menoleh sekilas lalu menjulurkan sebelah tangannya untuk memegang tangan Sophie. Sophie bisa sedikit tersenyum sekarang. Rasanya seperti mendapatkan dukungan dan semangat atas masalah yang dihadapi olehnya.

"Laura, aku takut." Sophie berbisik tapi Laura bisa mendengarnya. Laura pun menoleh pada Sophie dengan wajah yang berubah jadi lebih serius. Tangannya belum berhenti meremas pelan jemari Sophie.

"Apa yang terjadi? Apa pria tadi mengancammu?" tebak Laura membuat napas Sophie sedikit lebih cepat. Mulutnya hampir saja berucap tapi tidak ada suara yang keluar sama sekali. Rasa dingin dan kuduk bergidik sontak menghinggapi Sophie.

"Siapa dia? Apa kamu kenal?" desak Laura lagi melihat adiknya tidak bicara. Laura bisa menangkap aura tidak nyaman dari Sophie dan itu membuatnya cemas lalu menepikan mobil sesaat. Laura merasa harus bicara dengan Sophie atas yang terjadi padanya.

"Sophie, ceritakan padaku apa yang terjadi? Siapa pria yang bicara denganmu tadi? Apa kamu mengenalnya?" tanya Laura beruntun pada Sophie. Tangan Laura masih terus memegang tangan Sophie dan tidak melepaskannya sama sekali.

"Aku ... aku tidak kenal siapa dia," jawab Sophie dengan suara gugup dan bergetar.

"Lalu bagaimana caranya kamu bisa bicara dengannya?" Laura masih fokus menatap Sophie. Sophie tidak terlihat secemas tadi meskipun dia masih belum melepaskan genggaman tangan Laura darinya.

"Dia datang padaku ..."

"Tiba-tiba?" Sophie tidak mengiyakan. Laura jadi makin cemas dan menoleh ke arah lain.

"Aku sudah membuat kesalahan ..." ucap Sophie dengan nada bergetar.

"Kesalahan apa?" desak Laura makin cemas. Sophie menunduk dan memejamkan matanya erat-erat.

"Sophie Sayang, kamu membuatku cemas. Aku benar-benar tidak akan tahan untuk mencari tahu ..."

"Tolong jangan katakan pada Daddy, Laura! Aku mohon!" potong Sophie dengan nada cemas. Matanya mulai berkaca-kaca dan seperti akan menangis. Laura jadi makin curiga. Ia yakin jika pria yang tadi bicara padanya punya hubungan dengan Sophie. Tapi apa?

"Sophie, jika kamu tidak bercerita, bagaimana aku bisa membantumu?"

"Aku hanya ingin menangis saja. Tolong jangan hakimi aku!" Laura langsung memeluk Sophie yang akhirnya menangis di pelukannya.

"Tentu saja tidak, Sayang! Bagaimana aku bisa menghakimimu. Aku tidak akan melakukannya sama sekali!" tukas Laura sembari memeluk Sophie. Laura menarik napas panjang dan terus mengelus punggung Sophie agar ia semakin tenang.

"Aku sangat sayang padamu, Sophie. Jangan menangis lagi. Aku akan mendengarkan semuanya saat kamu siap bercerita, oke?" Sophie hanya bisa mengangguk pelan dan Laura makin mengeratkan pelukannya.

Sementara Cass masih menikmati makan malam dan pesta ulang tahun Erikkson Thomas dengan berkumpul bersama teman-temannya. Divers yang mengetahui hubungan Cass dengan gadis yang bernama Sophie lantas menghampirinya karena masih penasaran.

"Apa kamu akan berkencan dengan dia? Kapan kamu akan memperkenalkan dia pada seluruh anggota klan?" tanya Divers sembari separuh berbisik. Cass menoleh pada Divers dan mengernyit.

"Dia bukan pacar, hanya teman kencan!" Giliran Divers yang mengernyit heran.

"Tapi bukannya kamu mengatakan jika kalian berkencan?"

"Memang, itu hanya terjadi sekali."

"Tsk ... Cass, apa yang sebenarnya kamu rencanakan, huh?"

"Sesuatu yang besar!" Divers makin mengernyit mendengar Cass bicara.

"Yang benar saja!" Cass balik menoleh pada Divers.

"Dive, aku mohon jangan bicarakan ini pada siapa pun, bisa kan?"

"Kenapa?"

"Aku hanya tidak ingin terlalu banyak diskusi!" sahut Cass menjawab sekedanya. Divers hanya diam dengan kening mengernyit tidak mengerti. Jika memang gadis itu adalah teman kencan dan Cass menyukainya, lalu mengapa dia menyembunyikannya? Seperti ada yang aneh.

Tengah malam setelah kembali dari pesta itu, Cass akhirnya menghubungi Sophie lewat ponsel. Sophie yang sudah pasrah kemudian menjawab panggilan tersebut.

"Aku senang kamu mengangkat panggilanku," ujar Cass tanpa menyapa. Ujung bibir Cass terangkat dan perlahan ia berjalan ke arah balkon.

"Apa maumu?" balas Sophie dengan ketus.

"Aku sudah bilang apa mauku. Aku hanya memerlukan jaminan darimu jika kamu akan menjalankan perintahku!" tukas Cass pada Sophie yang terdengar mendengus sinis.

"Kamu kira aku adalah budakmu ya? Aku tidak akan melakukan perintahmu!" Cass mengernyit dengan senyuman sinis yang aneh.

"Apa?"

"Kamu bisa ancam aku sesukamu, aku tidak peduli!"

"Jangan menantangku!"

"Memangnya kamu siapa berani mengancamku!?" Cass mulai kesal saat Sophie malah balik melawannya.