Su Xiqin berjalan masuk ke sekolah dan melihat putranya yang berjalan dengan tas ransel dan tas susu kecil. Rambutnya yang berpotongan jamur tampak sedikit berantakan, wajah mungilnya yang putih tampak kemerahan, dan mata hitamnya yang melihat ke arah gerbang sekolah sesekali berkedip.
"Mo Jintian, ibumu sudah menjemputmu," kata sang guru sambil menyuruh si pembawa tas susu kecil keluar dari barisan.
Mo Jintian keluar dari barisan itu dengan riang dan berlari ke arah Su Xiqin. "Hari ini Mama cukup tepat waktu!" soraknya.
Selagi Su Xiqin tersenyum ke arah putranya, gurunya berkata, "Bu, Mo Jintian memenangkan Kompetisi Melukis Anak-anak yang diadakan dalam rangka merayakan Hari Anak. Dia layak diberi apresiasi."
"Terima kasih, Bu Guru," Su Xiqin tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Namun, karena saat itu banyak orang tua lain yang datang menjemput anak mereka masing-masing, guru Mo Jintian jadi tidak punya banyak waktu untuk berbincang dengan Su Xiqin. Sang guru pun menyuruh si pembawa tas susu kecil untuk segera pulang.
Setelah meninggalkan sekolah, Su Xiqin menatap putranya dengan penuh kebanggaan. Putranya juga menatap ke arahnya, lalu bertanya, "Mama, lukisan ini bagus tidak? Aku masih asal-asalan menggambarnya."
"Kamu ingin memberitahu Mama bahwa kamu sangat pintar?" tanya Su Xiqin sambil tersenyum dan mengelus kepala putranya.
"Iya. Sebenarnya aku sangat pintar, kan?" kata Mo Jintian. Ia melihat ke kiri dan ke kanan, lalu bertanya, "Mama, mobil Mama di mana?"
"Mobil Mama rusak dan sedang masuk bengkel. Hari ini kita pulang naik taksi."
Mo Jintian berhenti dan menoleh ke arah ibunya. "Mama sudah lama tidak jalan kaki denganku. Mama harus membayarnya padaku. Ayo kita pulang jalan kaki saja."
Su Xiqin memandang putranya dan ia merasa hatinya menghangat. Mo Jintian saat itu tahu bahwa ibunya harus menghemat uang.
"Tapi, sore ini terlalu panas, Nak. Nanti malam Mama akan berjalan bersamamu. Bagaimana? Hm?"
"Trotoarnya sudah dilindungi pohon yang rindang dan sejuk. Mama tidak usah takut!" kata Mo Jintian. Kemudian, si pemilik tas susu kecil itu melangkahkan kaki kecilnya. Su Xiqin memahami sifat putranya. Bahkan, sembilan sapi tidak akan cukup untuk menarik Mo Jintian kembali. Ia pun hanya bisa berjalan mengikuti putranya.
———
Langit malam di kota S tampak bagaikan kain kasa hitam. Di apartemen Su Xiqin, Mo Jintian sedang serius menonton kartun sementara Su Xiqin menyiapkan makan malam di dapur. Tak lama kemudian, ia berkata pada putranya, "Ayo cuci tangan dan makan."
Karena Mo Jintian tidak kunjung bergerak, Tang Xixi yang duduk di seberangnya pun berkata, "Tas susu kecil, kamu tidak mendengar perintah mamamu?"
Mo Jintian menyipitkan matanya. "Jika Bibi Xixi mendengarnya, harusnya Bibi memberikan contoh."
Tang Xixi memutar matanya, lalu mengajak Mo Jintian turun dari sofa untuk berjalan ke dapur dan mencuci tangan. Setelah cuci tangan, mereka pun makan bersama. Saat di meja makan, Tang Xixi mengulurkan tangannya untuk mengambil ikan rebus dan berkomentar, "Xiqin, jika aku terus bersamamu, sepertinya aku bisa selalu makan enak."
"Bibi Xixi harus membayar Mama!" kata Mo Jintian yang sedang memakan daging sapi di mangkok kecilnya dengan suara imutnya.
Tang Xixi yang saat itu mengambil sayur sontak terhenti sejenak. "Tas susu kecil, sebenarnya apa hubungan kita? Membahas soal uang membuatku sakit hati saja."
"Dua hari lalu, Bibi juga meminjam uang Mama untuk membeli ponsel baru!" kata Mo Jintian lagi sambil memelototkan matanya. Ia berbicara hingga beberapa butiran nasi keluar dari mulutnya.
Melihat tingkah laku Mo Jintian, Su Xiqin segera menyeka bibir putranya dengan tisu dan berkata, "Makan dulu, baru bicara."
Tang Xixi saat itu merasa tertohok dan hanya menghela napasnya. Ia pun berpikir, Pasti IQ anak ini lebih dari 180. Sebenarnya, seperti apa papa anak ini?