"Aku tahu aku salah padamu tetapi jangan kau pikir bisa bersikap seenaknya padaku!" ujar Alekta pada Elvano.
Elvano menghela napasnya, dia berusaha untuk menahan emosinya. Dia tidak ingin terjadi perdebatan saat ini sehingga bisa terdengar oleh ayah dan ibu. Meski mereka berusaha adalah orang tua Alekta.
"Sudah cukup ... bersiaplah kita akan pergi," ucap Elvano.
Alekta terus menatap Elvano, dia masih ingin membicarakan semua ini. Namun, dirinya tidak bisa terus bersikap seperti ini karena Elvano mengatakan akan segera pergi. Dia pun akhirnya merapikan barang-barang yang hendak dibawa olehnya.
"Tidak perlu membawa banyak pakaian, bawa saja seperlunya." Elvano kembali berkata untuk mengingatkan Alekta.
Alekta menghentikan sejenak kegiatan merapikan barangnya setelah mendengar apa yang dikatakan Elvano. Dia menghela napasnya lalu kembali mengeluarkan dan memasukkan yang diperlukan.
Terdengar suara ketukan pintu kamar, Elvano berjalan dan membuka pintu kamar. Terlihat seorang pelayan yang sudah berdiri di balik pintu.
"Tuan, di bawah sudah ada asisten Anda," ucap pelayan itu pada Elvano.
"Baiklah. Terima kasih, kau bisa pergi." Jawab Elvano.
Pelayan itu pun pergi dan Elvano menutup kembali pintu kamar. Alekta sudah mendengar apa yang dikatakan oleh pelayan itu.
"Sudah saatnya," Elvano berkata sembari menarik travel bag-nya.
Alekta pun berjalan mengikutinya dari belakang tanpa banyak kata yang keluar dari mulutnya. Saat berada di ruang tamu, dia melihat ibu dan ayahnya sudah ada di sana.
"Kalian hati-hati ya. Ingat kalau ada apa-apa langsung hubungi kami!" ujar ayah pada Alekta dan Elvano.
"Baik. Ayah kami akan selalu memberi kabar," Elvano menjawab.
Alekta memeluk sang ibu lalu sang ayah, sudah tidak ada wejangan yang harus diberikan. Karena semuanya sudah dikatakan pada Alekta sebelumnya.
Mereka pun pergi meninggalkan rumah menuju bandara. Alekta tidak tahu apa yang akan terjadi selama perjalanannya kali ini. Karena Elvano memiliki rencana lain.
Dalam perjalanan menuju bandara baik Alekta maupun Elvano tidak banyak bicara. Itu membuat Arda sang asisten Elvano bingung. Karena dia berpikir jika pasangan pengantin baru akan terlihat mesra. Namun, ini tidak sama sekali mencerminkan semua itu.
Mobil terhenti, Alekta melihat keluar dirinya sudah tiba di bandara. Dia membuka pintu mobil lalu berjalan keluar, dia tidak tahu apa yang akan terjadi dalam penerbangan kali ini.
Arda sudah menyiapkan semua penerbangan kali ini dengan mempersiapkan sebuah jet pribadi untuk kepergian Elvano dan Alekta. Sedangkan dirinya tidak akan ikut dalam penerbangan kali ini.
"Semuanya sudah siap?" tanya Elvano pada Arda.
"Sudah. Dan saya akan segera kembali ke Singapura setelah penerbangan Anda," Arda menjawab pertanyaan Elvano dengan hormat.
"Tunggu! Dia pergi ke Singapura lantas kita?" tanya Alekta pada Elvano.
Elvano tidak menjawab apa yang ditanyakan oleh Alekta. Dia langsung berjalan menuju jet pribadi yang sudah disiapkan oleh Arda.
"Jelaskan padaku!" perintah Alekta pada Arda sembari berjalan mengikuti Elvano.
"Maafkan saya Nona sepertinya hanya Tuan Elvano yang bisa menjelaskannya," jawab Arda yang membuat Alekta kesal.
Alekta mengenakan napasnya sembari berjalan mengikuti langkah Elvano yang sudah berada jauh di depannya. Dia berpikir jika pria yang menjadi suaminya itu sungguh tidak memiliki perasaan sama sekali. Elvano memasuki jet pribadinya begitu pula dengan Alekta, sedangkan Arda tidak.
***
Perjalanan yang sangat melelehkan, Alekta akhirnya tiba di sebuah negara yang tidak pernah ada di pikirannya. Dia tidak mengerti mengapa Elvano mengajaknya ke negara ini.
Sebuah mobil sudah menanti, Elvano bergegas memasuki mobil yang akan mengantarnya ke sebuah hotel. Alekta masih belum bisa berkata-kata dengan sikap dingin Elvano.
Alekta hanya mengikuti setiap langkah dari Elvano, ke mana pun dia pergi dirinya selalu mengikuti dari belakang. Sekilas terbersit dalam benaknya bahwa dirinya seperti seorang asisten pribadinya saja.
Tidak begitu lama Alekta tiba di sebuah hotel, dia memasuki sebuah kamar yang begitu mewah. Dirinya tidak terkejut akan hal ini karena seorang Elvano bisa melakukan apa saja.
"Istirahatlah. Kau pasti lelah!" perintah Elvano sembari membuka jas dan menggantungnya.
"Mengapa kau membawaku ke Austria?" tanya Alekta dengan nada menyelidiki.
"Nanti kau akan tahu sendiri!" jawabnya.
Alekta menekuk bibirnya itu menandakan jika dirinya merasa kesal dengan jawaban Elvano. Untuk menghilangkan rasa lelahnya, dia pun berusaha memejamkan kedua matanya. Akhirnya Alekta terlelap di atas tempat tidur.
Sedangkan Elvano masih sibuk dengan pekerjaan yang harus diselesaikan olehnya. Itulah mengapa dirinya selaku di sebut orang gila yang tidak memiliki hidup karena selama dia tidak memejamkan matanya maka dia bekerja.
Elvano mendapatkan panggilan dan itu mengharuskan dirinya untuk keluar dari kamar. Dia melihat Alekta yang sudah terlelap lalu dia pergi menuju lobby untuk bertemu dengan seseorang.
Dia berjalan, berhenti tepat di depan sebuah lift, Elvano menekan sebuah tombol dan pintu lift pun terbuka tidak begitu lama. Dilangkahkan kedua kakinya memasuki lift dan menekan nomor yang hendak dituju.
Lift berhenti, pintunya terbuka. Terlihat sepasang kekasih yang terlihat mesra memasuki lift. Elvano hanya diam, meski dia tidak suka dengan mereka berdua.
Sepasang kekasih itu mulai melakukan hal yang membuatnya muak. Mereka bercumbu dan tidak berpikir bahwa di dalam lift bukan mereka saja.
Mereka semakin keterlaluan, melakukan semua hal itu di depan umum. Elvano sudah tidak tahan lagi dengan apa yang sedang mereka lakukan.
"Bisakah kalian melakukannya di dalam kamar?" Elvano berkata dengan nada menekan.
Mereka menghentikan permainannya, si pria melihat ke arah Elvano. Dia terlihat tidak senang dengan apa yang dikatakan oleh Elvano.
"Kau mengganggu!" ucap pria itu sembari menarik dasi Elvano.
Elvano tersenyum miring, dia tidak suka jika ada yang di tubuhnya disentuh oleh pria busuk. Dengan cepat dia memelintir tangan pria itu.
"Kau mencari masalah dengan orang yang salah! Jika ingin hidup menyingkir dari hadapanku dan jangan pernah memperlihatkan batang hidungmu!" ancam Elvano pada pria itu.
Seketika pria itu merasakan aura membunuh yang sangat kuat. Ketika pintu lift terbuka, pria itu dan wanitanya langsung pergi dan tidak melihat ke arah belakang lagi.
Elvano pun keluar dari lift, dia berjalan menuju lobby untuk bertemu dengan orang yang akan memberikan sebuah informasi padanya. Dia menyapu seluruh lobby tetapi tidak melihat orang tersebut.
Ponselnya kembali bergetar, ada sebuah pesan yang masuk. Pesan itu berisikan bahwa orang itu tidak bisa bertemu karena ada hal yang membuatnya pergi dari hotel sebelum bertemu dengan Elvano.
Elvano pun kembali ke kamar hotel dan melakukan pekerjaannya lagi. Dalam benaknya hanya ada untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum acara itu besok.
Matahari sudah terbenam, dia menyalakan lampu di kamar. Matanya tertuju pada Alekta yang masih terlelap, Elvano berjalan mendekat. Dia duduk di samping wanita yang sudah menjadi istrinya itu.
"Kapan kau akan ingat padaku?" ucapnya sembari mengelus rambut Alekta dengan lembut.