webnovel

MANSAE SYAILENDRA

Happy Reading

***

Mata Mansae Syailendra yang bulat menggemaskan berkedip lelah. Seharian ini— gadis manis berwajah cantik nan berkharisma itu tidak bisa lepas dari komputernya. 

Sebagai CEO perusahaan Sky Castle yang bergerak dalam bidang industri entertainment— ada banyak sekali pekerjaan yang harus cepat diselesaikannya malam ini.  

Mulai dari perekrutan model baru, debutnya artis dan aktor baru di dunia perfilman, comebacknya anak-anak band dan idola pop di industri musik, konser offline, fansign offline, acara musik dan teater.

"Huh, hah." Mansae menarik napasnya lalu membuangnya secara perlahan. Pikirannya suntuk sekali malam ini. 

Ia ingin segera sampai ke apartemen tercintanya, bermain dengan kucing oyen kesayangannya lalu merebahkan tubuhnya yang remuk ini di atas kasurnya yang empuk.

Untung saja semua printilan pekerjaan itu cepat selesai dan tepat pada waktunya. Jadi Mansae tidak harus lembur dan begadang seperti hari-hari sebelumnya.

Kaki indahnya yang jenjang diajaknya untuk berlari-lari kecil supaya cepat sampai ke mobil.

Mansae baru saja duduk dengan nyaman di mobilnya dan akan menyalakan mobil klasik mustangnya— namun ponselnya tiba-tiba berdering ngilu, menuntut si pemilik untuk segera mengangkat panggilan itu.

Melihat nama kontak yang tertera ... hem!

Mansae sudah malas duluan.

"Hallo, Pah."

"Kau dimana, nak? Tidak lembur, kan?"

Mansae menggeleng sebagai jawaban, eh, tapi ini 'kan via telepon. "Ini baru mau pulang. Ada apa? Papa baik-baik saja, kan?"

"Papa baik-baik saja, Sae. Kalau tidak keberatan pulanglah ke rumah, nak. Ada yang mau papa bicarakan denganmu. Penting."

Huh, pasti mau membahas masalah pernikahan lagi. Mansae mengerucutkan bibirnya. Ingin menolak tapi ia tidak mau dicap anak durhaka.

"Hem, sekalian saja aku menginap," ucapnya yang tidak bisa menolak permintaan papa angkatnya itu.

"Itu lebih baik." Di seberang telepon sana suara papanya terdengar sangat senang.

Mansae bergegas menuju rumah papanya— rumah dimana ia dibesarkan dengan baik.

Sejak usia 6 tahun, ia dirawat dan dibesarkan dengan baik oleh keluarga Chandra Jujutsu— adik tiri mama kandungnya, Erna Syailendra.

Mansae tiba dirumah yang sebesar istana itu pukul sembilan malam.

"Papa!" Panggil Mansae begitu semangat. Ternyata sudah satu minggu ia tidak pulang kerumah papanya ini. "Aku pulang, pah."

"Astaga, ini rumah, Sae. Bukan hutan. Telinga papa masih bisa dengan baik mendengar suaramu yang cempreng itu." Chandra Jujutsu mengomel ala-ala orang tua yang rindu anaknya. Ia muncul dari balik tembok putih.

"Bagaimana kalau papa kena serangan jantung, Sae?" Kepalanya menggeleng heran. Punya anak perempuan satu serasa punya anak sepuluh.

Melihat papanya yang selalu terlihat awet muda dan segar bugar membuat Mansae selalu bersyukur. 

Walau jantung papanya selalu bermasalah karena gaya hidupnya yang jelek saat remaja dulu, ia yakin pria tua itu akan bertahan hidup untuk waktu yang lama.

Jangan mati dulu pokoknya. Kalau mati cepat, Mansae akan menjadikan jasad papanya seperti mummy mesir.

"Papa tidak akan cepat mati," ucap Mansae sambil berjalan mendekati Chandra. "Meskipun jantung papa sudah jelek dan keriput, aku yakin jantung itu akan bertahan sampai usia papa 1000 tahun lamanya," candanya. "Apa kabar, Pah?"

Mansae memeluk sayang papanya. 

Ah, rindunya. Tapi kenapa tubuh papa sekurus ini?

"Baik. Papa baik-baik saja," ucap Chandra. Mempuk-puk punggung Mansae. "Kau sendiri? Pekerjaanmu lancar, kan?"

Pelukkan mereka terurai.

"Pekerjaanku selancar jalan tol, pah" Mansae tersenyum. "Dan, seperti yang papa lihat, aku selalu sehat dan cantik seperti biasanya. Iya, kan?"

Mansae memutar tubuhnya sekali.

"Kau istirahatlah dulu." Chandra mengelus kepala Mansae. "Makan dan mandilah, setelah itu tidur yang nyenyak, oke?"

Mansae menggeleng manja. "Katakan saja apa yang ingin papa bicarakan padaku."

Hem, Chandra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sejak kecil Mansae tidak suka basi-basi.

"Wine?"

"Eum, boleh."

Mereka berdua duduk di ruang keluarga, yang mana di salah satu dindingnya terpajang lukisan minyak kedua orang tua Mansae yang meninggal dunia karena kecelakaan mobil.

"Sae?"

"Hem?" Mansae minum satu gelas wine lagi. "Akhh. Ini enak sekali, Pah," ucapnya dengan senang lalu menuang lagi isinya. Ini sudah gelas ketiganya.

"Itu bukan susu, Sae. Minumnya pelan-pelan saja. Di tempat penyimpanan juga masih banyak," kata Chandra.

Chandra tahu Mansae sangat lelah dengan pekerjaannya jadi tidak melarangnya untuk minum.

"Hehehe." Mansae nyengir. "Jangan cegah aku untuk minum banyak malam ini, pah. Otakku sangat beku beberapa bulan ini."

Chandra melihat Mansae.

Wajah manis itu perpaduan antara wajah Bima dan Erna. Apalagi saat putrinya itu tertawa, mirip sekali dengan Erna dan cara jalannya yang tegas penuh wibawa pun mirip sekali dengan Bima Syailendra.

Hem, sayangnya mereka berdua tidak bisa menjadi orang tua yang baik untuk Mansae.

Mereka hanya menurunkan fisik yang sempurna tapi tidak bisa memberikan rasa cinta dan kasih sayang untuk putri semata wayangnya itu.

"Sekarang sudah cairkan?" tanya Chandra penuh arti.

"Sudah." Mansae hampir cegukan. 

"Oke, cepat saja." Chandra tahu Mansae sudah mabuk. "Supaya kau bisa istirahat dengan baik."

Mansae mengangguk setuju.

"Papa punya kenalan ...."

Dengar? Ini adalah intro yang klasik. 

Mansae menghela napas. Ia sudah tahu arah pembicaraan ini. Pokoknya, papanya ini tidak akan pernah menyerah untuk mencarikannya jodoh. 

Apakah obrolan yang belum dimulai ini … ia sudahi saja sampai sini? Tunggu dulu, deh. Biarkan papanya itu bicara sampai selesai.

"Mereka dari keluarga baik-baik. Kau tahu perusahaan Edificio— perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi?" Chandra memulai obrolannya dari sini.

Mansae menggeleng, benar-benar tidak tahu tentang dunia konstruksi. 

"Nah, cocok!!" Chandra bertepuk tangan sekali. Menemukan satu harapan.

"Cocok darimananya?" sewot Mansae.

"Kau 'kan tidak tahu tentang dunia konstruksi." Chandra menggeser kursinya dekat dengan Mansae.

Dih!

"Lalu?" Mansae jadi ikut-ikutan menggeser kursinya— menjauhi papanya. Ngeri, jika papanya sudah antusias seperti ini.

"Supaya kau mendapat ilmu pengetahuan dan pelajaran baru, papa kenalkan dengan putra teman papa, ya? Mau, ya?" Mata tua Chandra berbinar penuh harap. Ia berharap putri satu-satunya ini mau menerima perjodohannya kali ini.

"Tidak mau," jawab Mansae dengan mantap. Ia akan minum lagi tapi ditahan oleh Chandra. "Apa lagi?" 

"Dengarkan papa bicara dulu bisa? Ini tidak akan memakan waktu lama," pinta Chandra.

Mansae mendengus kesal. "Oke," ucapnya meletakkan gelas itu di meja. "Silahkan papa bicara. Tapi jangan harap aku mau menerima perjodohan ini," tandasnya mencibir sebal.

Chandra memang harus lebih sabar menghadapi putrinya yang memang tidak mau menikah ini. "Kenalan papa dari keluarga Arkana. Tuan Rikas Arkana Putra, dan istrinya Nyonya Isma Arkana. Rikas teman bisnis papa, satu almamater juga dengan papa."

"Ohh, pantas saja," kata Mansae dengan suara samar-samar. 

***

Salam

Busa Lin