webnovel

BERPIKIRAN SEMPIT

Happy Reading

***

"Mah! Dengarkan aku bicara dulu. Jangan pergi, mah!" Bion mengejar Isma. Menarik tangannya sedikit kasar, supaya mamanya mau berhenti berjalan.

Yumi yang melihat nyonyanya ditarik seperti itu— tidak terima. Ia akan membantunya. Tapi nyonyanya memberi isyarat untuk tetap diam di tempat.

"Restui hubunganku dengan Anyelir." Bion melepas tangan Isma. "Bahagiaku hanya bersama Anyelir, Mah."

Isma tetap diam. Ia tak habis pikir dengan isi kepala anaknya ini. Orang tua mana yang bisa merestui hubungan seperti ini.

"Aku hanya mau menikah dengan Anyelir."

Isma tetap tidak bersuara.

"Aku tidak mau dijodohkan. Siapapun wanita itu, aku sama sekali tidak tertarik dengannya."

Bion sudah tahu tentang rencana perjodohan ini tapi ia belum pernah melihat calon jodohnya— baik itu berupa foto atau visual real lifenya.

"Kalau menikahnya bukan dengan Anyelir, aku berjanji tidak akan menikah selamanya! Aku akan melajang! Aku tidak akan memberi keluarga Arkana keturunan. Biarkan keluarga ini tidak ada penerusnya." Ancam Bion. 

Bion yakin mamanya pasti akan memikirkan ulang tentang perjodohan ini.

"Silahkan," ucap Isma santai. "Silahkan saja. Lebih baik kau melajang seumur hidupmu daripada menikah dengan wanita itu."

"Mama!" Bion kalah telak. Tidak berhasil.

"Mama tidak masalah, Bion. Tapi kau jangan pernah lupakan satu hal." Isma tersenyum sinis. "Mama dan papa punya anak angkat. Adikmu. Dia sangat pandai dan patuh. Setelah lulus kuliah mama pastikan adikmu itu bisa mengurus perusahaan lebih baik darimu. Dia yang akan meneruskan bisnis keluarga Arkana dan menjadi pewaris satu-satunya."

Sialan! Bion mengusap wajahnya. Frustasi.

"Mama jangan pernah mengancamku!" Bion semakin keras berteriak. Sungguh ia lupa jika memiliki adik angkat. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan makhluk menyebalkan itu. "Aku anak kandung Papa. Keturunan resmi keluarga Arkana. Posisiku tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Apalagi posisi itu digantikan oleh anak dari wanita—"

"Bion!" Isma berteriak lantang. 

"Dia hanya anak wanita penghibur. HANYA!" Isma tidak suka jika putra angkatnya itu dihinakan seperti ini. "Dia tidak punya dosa sedikitpun. Dia masih suci ketika mama membawanya pulang. Perlu kau ingat, Bion! Dia dibesarkan oleh keluarga baik-baik. Kau tahu siapa yang merawatnya! Aku yang membesarkannya. Aku! Lalu? Apa yang mau kau katakan, hah?!"

Dibelakang sana Anyelir dengan sangat tidak tahu malunya berdiri diambang pintu. Ia antara senang-senang sedih mendengar perdebatan itu.

Lagi-lagi Bion kalah telak. Mama terlalu sensitif dan murka jika ada yang menyenggol anak angkat kesayangannya itu. Hish!

"Anyelir juga wanita baik-baik," ucapnya  tidak mau kalah membela Anyelir. "Kalau dia menikah denganku statusnya bisa berubah. Anak yang dilahirkannya juga tidak punya dosa, Mah! Aku akan menjadikannya istriku! Aku akan membersihkan namanya dan asal mama tahu, aku sangat mencintainya. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Mama harus menerima Anyelir apapun yang terjadi. Titik!"

"Oke, silahkan." Isma melirik Anyelir. "Ini keputusanmu dan Mama akan setujui," lanjutnya menantang putranya. "Itu hidupmu. Mama tidak akan ikut campur lagi. Mau kau hidup melajang, mau kau menikah dengan wanita itu. Silahkan! Atau jika kau mati sekalipun mama tidak akan peduli. Mama tidak akan melarangmu melakukan apapun yang kau sukai, Bion!" Isma berteriak sambil melihat anak tangga dengan tatapan jengah. 

Lelah berdebat dengan putranya yang tidak tahu diri ini. Ia balik badan, dan akan meninggalkan Bion tapi ...

"Mah, ayolah." Bion mencegah Isma pergi. 

Ini sih bukan dapat izin menikah tapi yang didapatkannya justru sumpah serapah dalam mode halus. Izin dari mamanya yang seperti ini sama saja akan menjadi bumerang untuknya. Masih ada Papa yang harus dilewatinya. 

"Apa yang harus aku lakukan supaya mama—"

"Oke!" Isma menekan suaranya. Memotong dengan pasti ucapan Bion. "Anyelir Saraswati ...."

Hah ... hah! Entah kenapa saat untuk pertama kalinya mamanya itu menyebut nama Anyelir secara lengkap, membuat dada Bion terasa sesak, dan ada rasa tidak nyaman di dalam hati. Pun Anyelir merasakan hal yang sama.

Pertanda tidak baik.

"Tinggalkan Anyelir!"

"Bukan ini yang aku mau, Mah!" Protes Bion tidak terima.  

Isma tidak peduli. "Pulanglah. Temui Papamu. Terima perjodohan ini dengan tanpa drama apapun. Posisi, kedudukan, warisan dan apapun yang kau inginkan itu semua akan aman dan menjadi milikmu. Dan Anyelir …" Isma melihat Anyelir— wanita penghibur yang sudah membuat putranya ini jatuh ke jurang neraka. "Mama akan sekolahkan dia hingga ke perguruan tinggi. Anyelir akan pergi jauh dari negara ini. Kau tidak boleh bertemu dengannya sampai kau mati. Bagaimana?" 

Bion dan Anyelir saling bertatapan dalam jarak 5 meter. Mereka bicara lewat isyarat mata tapi persepsi mereka jelas berbeda.

Bion menggeleng lemah artinya menolak sedang Anyelir menggeleng kuat artinya pikirkan dulu. Jangan langsung menolak. Ini tawaran yang baik. 

Anyelir hanya lulusan SMP jika Nyonya Isma menawarkan hal sebaik itu. Ini adalah kesempatan yang baik untuknya mengubah jalan hidupnya.

Tapi Bion …

"Aku tidak bisa, Mah."

Ih, Bion! Anyelir ingin menyela perdebatan itu. Tapi tidak berani.

"Aku tidak bisa hidup tanpa Anyelir. Aku akan tetap menikahi Anyelir. Itu keputusan finalku. Aku rela kehilangan semuanya …" Gluk, Bion menelan ludahnya dengan kasar. Jujur saja ia sedikit kaget dengan apa yang diucapkannya barusan. Tapi cinta tetaplah nomor satu. Jangan menyerah. "... asalkan aku bisa hidup bersama Anyelir."

"BION!" Isma berteriak lantang. 

Habis sudah kesabarannya. 

"Kau itu keras kepala sekali, hah!! Egois!  Mama selalu memikirkan apa yang terbaik untukmu, Bion." Isma benar-benar sangat marah kali ini.

"Jangan sangka kalau Papamu tidak tahu kau berkencan dengan wanita penghibur itu. Papa tahu semuanya. Tapi papa selalu memberi kesempatan untukmu berubah. Sedang kau! Kau lebih memilih wanita penghibur ini dibanding keluarga dan kehidupanmu yang layak. Pikirkan sekali lagi. Coba kau gunakan otak sempitmu itu! Anyelir akan menjadi wanita yang naik derajatnya. Dia akan menjadi wanita yang berpendidikan! Akan mendapat pekerjaan yang layak, dan kau akan tetap aman pada posisimu."

Isma sampai terengah-engah, menjelaskan masa depan yang baik untuk mereka berdua.

"Kenapa kau tidak bisa memikirkan hal itu sampai jauh, hah! Atau kau sudah terlalu lama bermain dengan wanita penghibur jadi otakmu bebal! Iya?! Percuma sekolah tinggi-tinggi tapi otakmu hanya memikirkan wanita hina itu!"

Walau sedikit tersinggung dengan ucapan Nyonya Isma akan tetapi Anyelir tidak marah. 

Anyelir akui, ia memang bekerja sebagai wanita penghibur dan Pekerjaannya adalah menjual tubuhnya. 

Anyelir juga setuju dengan Nyonya Isma jika Bion memanglah pria seperti itu. Bebal, egois dan maunya menang sendiri. Tidak pernah berpikir panjang sebelum mengambil keputusan.

"MAMA!" Bion berteriak lantang. Teriakan ini bukan karena ia tersinggung dengan ucapan Isma tapi tidak terima jika Anyelir dikatakan wanita hina. 

"JANGAN PERNAH HINA ANYELIR SEPERTI ITU! DIA KEKASIHKU! DIA BUKAN WANITA LACUR. MAMA TIDAK BERHAK MENGHINANYA SEPERTI ITU! AKU SANGAT MENCINTAINYA!"

Jujur, Anyelir sangat kaget mendengar teriakan Bion. 

Dibentak seperti itu oleh putranya sendiri membuat Isma sedikit syok. Kecewa dan marah. 

Ia tidak menyangka jika Bion akan seperti ini padanya. Bion yang selalu menerima nasehatnya kini beralih meneriakinya.

"Mama tidak menghinanya, Bion! Ini semua fakta!" Isma meminta tasnya yang dipegang oleh Yumi. Ia mencari puluhan foto yang didapatkannya sebagai bukti lalu menyebarnya tepat dimuka Bion. 

"Itu apa! kau bisa lihat, hah! Bisa, kan? Lihat foto-foto itu, Bion! Bukankah itu foto Anyelir?" Jari telunjuk Isma dengan lantang menunjuk wajah Anyelir. "Kau bisa lihat ada berapa banyak pria yang ditidurinya dalam waktu semalam? Wajah pria itu berbeda-beda setiap malam dan dia yang melayani pria itu semua. Kalau bukan wanita penghibur lalu apa namanya, Bion!! Apa?!" 

"MAMA! CUKUP!" 

Isma mendecih. Wajah Bion mulai kalut, namun ia kenal dengan putranya yang mudah sekali terpancing emosinya. "Bion, kau rela … berbagi kehangatan ranjang dengan pria lain, nak? Kau rela jika tubuh wanita yang kau cintai dijamah oleh puluhan pria? Tubuh wanita itu bukan hanya milikmu tapi milik banyak pria. Benar?"

"MAMA! CUKUP!" Bion tanpa sadar mengangkat tangannya tinggi-tinggi. 

Bersiap untuk menampar mamanya.

"BION!" 

"TUAN BION!!" 

Teriak Anyelir dan Yumi bersamaan

***

Salam

Busa Lin