Sudah beberapa hari ini Mimi merasa kurang sehat. Namun karena jadwal kuliah sedang padat-padatnya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke kampus. Pagi tadi Bang Rendra yang mengantarkannya ke Kampus. Pulang nanti dia akan naik taxi online saja.
Saat ini Mimi sedang menunggu jadwal berikutnya di perpustakaan. Sisi juga tadi bolos mata kuliah pertama. Katanya sih sedang ada urusan. dulu.
Mimi mencoba fokus pada buku yang tengah dibacanya, namun kepalanya makin terasa berat. Dia mencari obat pereda nyeri yang biasanya dia taruh dalam tas, tapi walau sudah membongkar isi tasnya, obat itu tak ditemukannya. Saat itu pandangannya semakin kabur dan akhirnya semua gelap, dia tak ingat apa-apa.
---
Mimi merasakan seseorang tengah mengusap kepalanya, namun karena matanya yang terasa begitu berat, dia tak tahu siapa orang yang tengah bersamanya itu. Usapan sosok itu terasa begitu lembut membuat Mimi merasa sedikit nyaman. Samar-samar dia mencium aroma yang sangat dikenalnya. Ya, itu aroma Lelaki Kabutnya.
Mimi berjuang keras membuka matanya, tapi mengapa terasa begitu berat?
" Tuhan tolong bantu aku agar bisa membuka mata ini," teriak Mimi dalam hati. Rasanya dia kesal sekali, mengapa mata dan bibirnya begitu kompak disaat-saat seperti ini. Keduanya seolah menghalanginya untuk tahu siapa sosok yang ada di dekatnya itu. Matanya semakin berat, seiring dengan itu aroma itupun menghilang.
---
"Mi, lo udah bangun?" suara Sisi terdengar khawatir sekali.
Mimi mengangguk pelan menjawab pertanyaan Sisi.
"Alhamdulillah, gue tadinya udah takut banget. Lo pingsan lama banget Mi."
Mimi tersentak kaget, "berapa lama gue pingsan Si? Gue bolos jam kedua dong?".
" Ngga apa-apa, tadi Dosen tahu lo hadir tapi mendadak pingsan. Beliau tetap menganggap lo datang jadinya. Termasuk gue." jelas Sisi.
Mimi menghembuskan nafas lega mendengar penjelasan Sisi.
"Tadi yang nolongin gue siapa ya Si? Terakhir gue lagi di perpustakaan.
" Gue ngga tahu Mi. Tadi ada yang WA gue tapi nomornya ngga gue kenal. Ngasih tahu kalau elo pingsan. "
"Nomor tak dikenal? Coba gue pengen lihat nomornya, boleh kan?".
Sisi mengangguk lalu memberikan ponselnya. Mimi mengetik sederetan nomor yang tertera pada ponsel Sisi, di ponselnya sendiri. Ketika dia menekan tombol dial, muncul nama PR di ponselnya. Apakah ini berarti PR yang menolongnya? Itu artinya PR ada di kampus ini? Lalu tadi ada yang menemaninya saat pingsan dan memiliki aroma yang sama dengan Lelaki Kabutnya, itu berarti Lelaki Kabutnya juga ada di kampus ini. Apakah mungkin jika ternyata Lelaki Kabut dan PR itu orangnya sama. Rasa penasaran semakin membuncah dalam dirinya.
" Hei, kok malah bengong?" kata Sisi sambil menepuk tangannya.
"Si, lo beneran ngga tahu tadi siapa yang nolongin gue?".
" Ngga, kan gue udah bilang, ada yang kirim pesan ke gue."
"Oya, tadi pas lo masuk sini, lo ketemu siapa? Rasanya tadi gue ada yang nemanj deh, cuma gue ngga jelas siapanya," tanya Mimi dengan penuh harap. Karena jika Sisi bertemu orang itu, berarti dia akan tahu siapa lelaki kabutnya.
"Ngga tadi gue masuk sini lo sedeng tidur sendirian."
Mimi menarik nafas kecewa. "Apa tadi aku hanya bermimpi? Atau berhalusinasi? Tapi rasanya kok begitu nyata? batin Mimi.
" Lo kenapa sih?".
Mimi hanya menggeleng lalu mengajak Sisi keluar dari klinik.
.---
" Lo mau pulang sekarang? Udah pesan taxi online belum? Kalau belum biar gue yang pesankan."
"Ngga usah Si, gue aja yang pesan nanti. Kita kedepan aja yuk!" ajak Mimi.
Mimi dan Sisi tengah duduk di lobby. Mimi berusaha memesan taxi online, namun sepertinya jaringan sedang kurang bagus, sehingga beberapa kali Mimi coba namun tetap gagal.
"Hai, kalian sedang apa?" sebuah suara yang mereka kenal terdengar menyapa mereka.
"Hai Tam, baru keluar lo?" tanya Sisi basa - basi.
"Iya, baru selesai nganterin tugas nih.! Tapi ngomong-ngomong Mimi kok pucat sekali? Kamu sehat Mi?" tanya Tama.
"Iya, tadi dia pingsan Tam, " jelas Sisi.
Tama memandang Mimi khawatir, "ada yang aku bisa bantu? Kamu butuh apa Mi?".
Mimi hanya menggelengkan kepalanya, "gue ngga apa-apa kok Tam."
"Eh ada yang lo bisa bantu Tam," kata Sisi akhirnya.
"Apa itu Si?".
" Di ponsel. lo ada aplikasi taxi online kan? Tolong order taxi online untuk Mimi dong. Soalnya dari tadi nyoba dari ponsel gue ataupun Mimi ngga bisa-bisa." jelas Sisi.
'Kamu mau pulang Mi?" tanya Tama pada Mimi.
"Iya Tam, aku mau pulang. Karena pusing sekali kepalaku,"
"Hayulk aku antar kamu sekarang," kata Tama tiba-tiba.
"Eh, ngga usah Tam. Rumah aku jauh."
"No problem, aku senang kok! Ayo, mau langsung berangkat?".
---
" Maaf ya Tam, jadi ngerepotin. Kata Mimi pada Tama saat mereka tengah di jalan."
"Aku ngga merasa direpotin kok. Aku malah senang bisa nganterin kamu."
Jawaban yang terasa ambigu saat dikatakan oleh Tama.
"Oya, Rani nanyain kamu terus tuh!".
" Hampir tiap hari kami ngobrol kok!" jawab Mimi.
"Iyax Rani juga cerita soal itu. Aku senang karena akhirnya kalian bisa cocok."
"Nanti aku hubungi dia Tam,"
"Santai aja Mi, yang penting sehat dulu. Rani sekarang ngga nge-kost lagi. Jadi kapan-kapan berkunjung aja ke rumah kami, Rani pasti langsung senang."
"Insya Allah Tam. " kata Mimi sambil tersenyum.
Empat puluh lima menit perjalanan dari kampus ke rumah Mimi. Sesampainya di rumahi Mimi mengajak Tama masuk ke dalam rumah.
"Aku ambilkan minum dulu ya!".
" Ngga usah Mi, kamu istirahat aja."
"Ngga apa-apa Tam. Cuma minum aja sih ada," jawab Mimi sambil beranjak ke dapur.
"Bang Rendra belum datang ya Mi?".
" Belum, tapi mungkin satu jam lagi sampai. Kamu tunggu aja ya. Ayah juga sebentar lagi datang."
"Eh, kalau gitu aku pulang aja Mi, ngga enak mereka capek."
"Eh ada tamu," obrolan mereka terpotong oleh sapaan Bunda.
"Ini Bun, teman aku di kampus, namanya Tama. Dia juga yang ngajak aku dan teman-teman menginap di Villa nya. Yang ngasih oleh-oleh kemarin itu lho Bun!"
"Oiya, walau terlambat kami ucapkan terima kasih ya, karena udah ngajak Mimi liburan. Dan terima kasih juga atas oleh-olehnya."
"Sama-sama Tante, " jawab Tama sopan.
"Ya udah lanjutin ngobrolnya. Tama nanti makan malam disini ya! Jadi jangan pulang dulu!" kata Bunda lagi.
"Wah, terima kasih Tante. Jadi merepotkan."
Mereka melanjutkan obrolan, sampai akhirnya terdengar suara mobil memasuki halaman rumah.. Rendra turun dari mobil bersama Maya. Melihat ada Tama, dia langsung menyapanya.