webnovel

Pengorbanan Daniel Kim

Perbuatan Sora di pesta kemarin malam rupanya telah merubah pandangan kedua orang tua Yolanda. Awalnya kedudukan wakil direktur akan diberikan kepada Jerry. Namun kini kedudukan itu harus diisi oleh orang lain. Tentu saja kabar tersebut membuat Tuan Hada murka.

Plak!

Tamparan dilayangkan Tuan Hada cukup keras membuat wajah Jerry menyamping.

"Sudah Ayah bilang. Putuskan Yolanda! Kamu cukup menjalin cinta dengan perempuan emas itu!" Sorot kedua mata elang itu tajam, sampai bulu halus berdiri.

Jerry menunduk. Sebelah pipinya bersemu merah akibat tamparan dari orang tuanya.

"Maafkan aku, Ayah. Aku menyesal."

Tuan Hada mengangkat lagi tangannya, tapi kali ini hanya menepuk bahu putranya.

"Ayah tahu kamu pasti tidak ingin itu terjadi. Begini saja besok hubungi Sora, ajak dia kencan!"

Hah!

Jerry mendongak terperangah kaget, perintah orang tuanya satu ini tidak bisa ia kabulkan. Tau sendiri kemarin malam sudah membuat Sora marah sekaligus mengasarinya, bagaimana dia memiliki muka untuk mengajak kencan sesuai keinginan orang tuanya.

"Tidak mungkin, se-se-seper-ti-nya aku tidak bisa berkencan dengan Sora lagi," ucap Jerry terbata.

Sontak saja amarah Tuan Hada meledak. Hal diinginkan tidak dapat terpenuhi.

"Apa kamu bilang? Tidak mungkin berkencan lagi?" pekik Tuan Hada lantas berdiri tegak dengan kedua mata menyalang merah, "Kenapa? Apa mungkin kejadian semalam ada hubungannya dengan wanita itu?"

Sial!

Jerry tidak dapat menunjukan wajahnya di depan Ayahnya itu, hal seperti ini yang ia takutkan.

"Maafkan Jerry, Ayah!" Jerry bangkit bergerak cepat bersimpuh di bawah kaki Ayahnya.

"Tolong  gagalkan rencana Ayah untuk menyatukan aku dengan Sora. Aku tidak mungkin berpacaran dengannya setelah kejadian di pesta itu," tutur Jerry takut-takut, tetapi harus ia jelaskan agar Ayahnya bisa memahami.

"Kamu sudah melakukan apa pada Sora? Jelaskan agar Ayah bisa mengerti!"

"Ak-aku ... Hany-hanya tidak suka karena Sora sudah mengacaukan pesta pengangkatanku, dia sudah tidak waras dihadapan semua orang mengatakan hamil karena perbuatanku. Maka dari itu aku sampai gelap mata, ak-aku mendorongnya sampai jatuh. Tolong mengertilah keadaanku ini Ayah?"

Jerry memelas berharap penjelasannya bisa dimaklumi. Namun, semua harapan itu tidak akan pernah terwujud sebab wajah Tuan Hada sudah memerah karena emosi.

"Anak tidak tahu diri!" Begitu mudahnya Tuan Hada menendang Jerry yang berharap uluran tangannya. Tentu saja Jerry jatuh berguling akibat tendangan tersebut.

"Ayah!!" Maria memekik histeris melihat kelakuan suaminya yang memperlakukan anaknya bagai sampah.

Maria berlari memeluk Jerry yang masih berbaring di lantai. Jerry tak kuasa menegakan lagi tubuhnya.

"Teganya kamu Ayah! Sadarlah dia ini putra kita! Bukan begini kita memperlakukannya!" Kali ini Maria tidak bisa tinggal diam, atas sikap semena-mena suaminya.

"Jangan salahkan aku Bu! Putra kita tidak berbakti! Dia sudah mengacaukan rencanaku! Dia tidak bisa dimaafkan! Kemari kamu!"

Tuan Hada melangkah mendekati, kemudian menarik paksa  Jerry. Maria hanya seorang ibu yang tidak memiliki kekutan untuk bertahan terlalu lama. Pelukannya lepas ketika suaminya sudah merebut paksa putranya.

Plak!

Plak!

Dua tamparan tidak bisa lagi terbendung. Tuan Hada sudah kehilangan kewarasannya, hanya karena keinginannya tidak terpenuhi oleh putranya. Maria tidak dapat membela lagi, ibu anak satu ini hanya meraung sedih melihat penyiksaan yang diperbuat suaminya.

Tiga puluh menit penyiksaan yang di perbuat Tuan Hada perlahan melemah. Kini pria paruh baya itu mengajak Jerry duduk berhadapan. Wajah yang tadinya tampan kini memiliki luka lebam akibat pukulan, di sudut bibir darah masih basah, dan sebelah matanya melingkar biru akibat pukulan tersebut.

Tuan Hada baru menyesal karena pukulannya membuat wajah anaknya bebekbelur. Kini ia melunak seperti orang tua pada umumnya.

"Dengarkan Ayah, Jerry. Tidak perduli apapun caramu, pokoknya wanita itu harus kamu dapatkan sebisa mungkin! Hanya itu dapat menyenangkan Ayah," jelas Tuan Hada.

"Katakan alasannya, kenapa aku harus memiliki Sora? Jika Ayah menjelaskan mungkin aku akan berusaha sebaik mungkin," balas Jerry, tetap saja tidak sanggup menatap wajah Sang Ayah.

"Baiklah Jerry. Ayah akan jelaskan alasannya kenapa harus berhubungan lagi dengan Sora." Tuan Hada menarik napas sebelum menjelaskan segalanya,   "Begini, wanita itu memiliki tato di punggung. Tato itu memiliki arti yang harus kamu liat langsung. Maka dari itu kamu harus berusaha membuatnya jatuh dalam pelukan, untuk melihat tato tersebut."

"Apa, tato? Sora memiliki tato di tubuh? Mana mungkin?" Jerry tidak percaya perempuan seperti Sora memiliki tato di tubuh, karena dia tahu Sora bukan wanita yang suka seni. Wanita itu hanya suka makan, makan, dan makan selebihnya seperti itu.

"Kenapa kamu tidak percaya ucapan Ayah, Jerry? Apa Ayah terlihat membual?" ucap Tuan Hada sedikit kesal.

"Bukan tidak percaya Ayah. Hanya saja Sora bukan perempuan mengikuti zaman seperti itu. Dia tidak suka berpakaian minim, tidak suka klub, dan tidak mengenal alkohol. Agak aneh jika tiba-tiba dia memiliki tato? Coba Ayah jelaskan yang masuk akal!" Jerry terkekeh kecil, merasa geli atas penjelasan Ayahnya mengenai Sora

"Oke, kamu boleh tidak percaya untuk saat ini. Kalau begitu besok malam kamu buktikan ucapan Ayah. Ajak wanita tidak menarik itu tidur, lihatlah, dan amatilah tubuh belakangnya. Kamu harus melakukannya apapun yang terjadi!"

Teg!

Perintah Tuan Hada bukan lagi sekedar kencan saja. Kali ini memerintahkan putranya untuk melakukan hal yang tidak-tidak pada Sora. Dapatkah Jerry mengabulkan keinginannya?

"Jika aku berhasil menaklukan Sora, apa yang aku dapatkan?" tuntut Jerry kali ini.

Tuan Hada menyeringai.  "Jika kamu berhasil, maka uang dan kekayaan akan kita dapatkan. Ingat jangan katakan ini pada orang lain, terutama pada wanita kaya itu. Tato itu memiliki arti, memberi jalan menuju kunci kesuksesan. Kita tidak perlu bersusah payah mencari uang jika dapat mengartikan tato tersebut. Apa kamu paham sekarang?" jelas Tuan Hada reaksinya terkadang tidak terduga.

Menatap tanpa kata itu yang dilakukan Jerry saat ini. Angannya melayang mengingat penampilan Sora yang  selalu tertutup. Jerry tersenyum setelah mencocokan penjelasan Ayahnya dengan penampilan Sora.

"Jadi begitu tujuannya? Penampilannya tertutup demi menutupi tato yang berharga itu. Woah wanita yang sangat beruntung," ucap Jerry dalam benaknya.

~~~

Sementara itu Daniel Kim berusaha keras mencari alasan pada atasannya. Sudah beberapa hari ini Daniel terus menghindari Petrick setelah Mr. Aland menuntut keinginannya.

Tetapi pagi ini Daniel tidak bisa lolos dari sergapan Petrick dan bawahan Mr. Aland.

Daniel membeku di tempat saat merasakan ujung senjata api tepat di atas kepalanya.

"Bicara, atau mati!" Ancam salah seorang lelaki kulit hitam yang mengarahkan pistol.

Daniel mengangkat dua tangan di udara kemudian berkata,  "Jika aku mati, kalian tidak bisa mengartikan tato tersebut. Tapi aku memilih bicara."

Daniel mengulum senyum. Senyum penuh kelicikan.

Petrick beserta dua bawahan Mr. Aland bernapas lega, tidak ada pertumpahan darah. Lelaki berkulit hitam itu mengamankan senjata. Daniel yang sudah merencanakan kabur, melaksanan niatnya. Ketika semuanya lengah, Daniel bergerak cepat menerjang salah satu dari mereka, kemudian berlari mendekati jendela.

"Tembak dia!" teriak Petrick memekik.

Dor!

Dor!

Dor!

Tiga peluru menembus jendela kaca. Untungnya Daniel sangat cepat melompat melewati jendela sebelum peluru menembus tubuhnya.

Prang!

Kaca itu retak, dan menjadi serbuk tajam yang berserakan di atas lantai.

"Kejar brengsek itu!" titah Petrick rupanya sudah mendapatkan ijin untuk memerintah bawahan Mr. Aland sekalipun orangnya tidak ada ditempat.

Daniel berlari sangat cepat, melompati pagar dinding rumah tetangga. Dibelakang dua lelaki berkulit hitam berusaha mengejar, namun sayang mereka kehilangan jejak karena Daniel lebih cepat darinya.

Deru napas tersendat akibat pelarian tersebut. Daniel bersembunyi di belakang rumah yang jaraknya tidak jauh dengan lelaki kulit hitam itu.

Sial!

Daniel mendesis, tidak ada tempat untuk bersandar setelah memberontak pada atasannya.

"Jika seperti ini, tidak mungkin aku kembali ke Seoul. Petrick pasti akan cepat menangkapku," lirih Daniel sendiri. Membenturkan kepalanya berharap semua ini mimpi buruk. Tetapi kesakitan yang ia rasakan adalah kenyataan.

Aw!

"Sakit sekali! Malam ini harus tidur di mana aku?" Daniel menggaruk kepalanya yang mendadak gatal itu. Tidak ada tempat untuk malam ini. Haruskah dia tidur di kolong jembatan bersama pengemis?

Demi Tuhan semua pengorbanannya demi menjaga keselamatan Sora. Jika dia tidak memiliki perasaan yang istimewa mana mungkin mengorbankan pekerjaan hanya karena wanita suka makan itu.

Daniel memilih menderita, rela dicap sebagai pengkhianat, asal Sora tidak sampai ke tangan Mr. Aland.