webnovel

EP. 069 - Titipan

"GLUDUK… DUK… DUK… DUK… DUK… " plafon tanah di atas gua langsung runtuh. Batu, pasir, dan bongkahan tanah langsung ambruk dan menutup lubang. Untungnya. Reruntuhan itu hanya turun di sekitar lubang yang tadi mereka lewati. Lubang 50 cm itu, kini sudah tertutup total. Setelah lubang tertutup, getaran tanah berhenti. Tim Araukaria diam membeku di dalam lubang gua itu.

"Lalu sekarang kita bagaimana?" tanya Darsh.

"Tidak ada jalan lain. Kita jalan lurus saja dulu", perintah Jenderal Calvin.

Rombongan tim Araukaria yang tersisa segera berjalan lurus mengikuti arah lorong. Beberapa saat kemudian, mereka menemukan gua yang lebih luas. Di sini, mereka baru bisa beristirahat. Ren langsung menjatuhkan badannya ke sebuah batu kapur besar.

"Saya baru sadar kalau ternyata berbaring di sini sangat menyenangkan", kata Ren.

Hoshi, Dhafi, Darsh, dan Jiru ikut menyusul tiduran di atas batu. Sedangkan Jenderal Calvin lebih memilih untuk membaca ulang peta yang digambarkan Pen dan Ren. Kemudian, beliau menghitung jumlah pita yang ada di bantaran tasnya.

"Sebenarnya, kalau kita jalan lurus. Kita bisa langsung ke Eldamanu", kata Jenderal Calvin tiba-tiba.

"Benarkah? Seberapa jauh, Jenderal?" tanya Jiru.

"Sekitar 2 jam perjalanan untuk menuju jalur utama dan 1 jam lagi untuk keluar dari gua. Semoga tidak ada penjaga yang mencegat kita", ucap Jenderal Calvin.

Setelah beristirahat, rombongan tim Araukaria melanjutkan perjalanan untuk pulang. Mereka melanjutkan perjalanan dengan 6 orang. Mereka menalikan pita penanda di setiap pecahan jalur agar tidak tersesat. Akhirnya setelah berjuang selama 4 jam, tim Araukaria berhasil keluar gua dan langsung masuk ke wilayah Eldamanu. Kemudian mereka langsung pulang ke Kerajaan Tirtanu.

Kerajaan Gaharunu, Tahun 1345

Anak buah Carl kembali ke istana. Mereka kembali ke istana dengan penuh memar dan luka. Sebelum bertemu Carl, mereka bertemu Videsh yang menunggu di gerbang depan.

Melihat luka anak buahnya, Videsh sudah tahu apa yang terjadi. Dia kecewa tapi di sisi lain dia juga kasihan dengan anak buahnya. Mereka sudah lama berjuang bersama Videsh.

"Langsung masuk ke klinik lewat pintu barat! Jangan sampai Carl tahu!" perintah Videsh.

"Baik, Tuan", ucap anak buahnya bersamaan dengan lemas menahan sakit.

Kerajaan Tirtanu, Tahun 1345

Beberapa hari setelah peristiwa penyerangan di gua Gaharunu, Pen dan Ghazi tiba di pelabuhan Tirtanu. Mereka langsung menaiki dokar untuk pulang ke istana Tirtanu. Walaupun penampilan mereka berantakan dan compang-camping, mereka memilih untuk menemui Ratu Alatariel di aula utama.

Ratu sedang duduk di singgasananya sambil membaca sebuah buku. Tidak jelas apakah itu buku biasa atau laporan kerja. "Kkkriiieerrkk!" Dia melihat pintu depan aula utama terbuka dari kejauhan. Dibalik pintu muncul dia orang anggota Araukaria. Wajahnya tidak jelas. Walaupun begitu, mereka terus berjalan mendekat.

"Ghazi, mana yang lainnya! Siapa?" tanya Ratu Alatariel.

"Perkenalkan, ini Pen. Pemandu dan penerjemah kami saat berada di Gaharunu. Pen berikan salam pada Yang Mulia Ratu", kata Ghazi.

Pen berlutut dan membungkuk sebentar untuk memberi hormat pada Ratu. Ratu juga membalas penghormatan Pen dengan sedikit menundukkan kepala.

"Terima kasih telah membantu kami, Pen. Seluruh Kerajaan Tirtanu akan mengingat kebaikan hatimu", ucap Ratu Alatariel.

"Dengan senang hati, Yang Mulia", balas Pen.

"Teman-teman yang lain masih di perjalanan. Kami pulang lebih awal untuk menyerahkan ini!", ucap Ghazi.

Ghazi menyerahkan buntalan kain pada Ratu. Tidak secara langsung, melainkan memberikannya pada kasim lalu sang kasim menyerahkannya pada Ratu. Ratu segera membuka buntalan kain itu. Ternyata di sana ada sebuah peta.

"Peta apa ini?" tanya Ratu Alatariel.

Ghazi tidak langsung menjawab pertanyaan Ratu. Dia maju beberapa langkah. Kasim menahannya namun Ratu memberi isyarat agar Kasim membiarkan Ghazi mendekat. Ghazi menaiki tangga singgasana lalu berdiri di samping Ratu. Dia membisikkan sesuatu tepat di samping telinga Ratu.

"Ini peta sarin yang ada di Gaharunu. Buktinya ada di dalam buku. Tapi kami masih belum tahu, siapa yang membawanya ke Gaharunu", bisik Ghazi.

Raut wajah Ratu berubah. Dia menoleh ke arah Ghazi. Ghazi mengangguk dua kali. Ratu kembali menghadap depan. Dia melihat Pen.

"Apakah dia tahu tentang ini?" tanya Ratu.

Ghazi menoleh ke arah yang dilihat Ratu. Ghazi melihat Pen. Dia tahu siapa yang dimaksud Ratu.

"Dia tahu, tapi dia bisa tutup mulut. Pen ada di sini untuk mengungsi. Sekarang, dia resmi menjadi buronan Gaharunu", kata Ghazi.

"Jadi dia agen ganda?" tanya Ratu Alatariel sinis.

"Kita hanya perlu memastikan agar Gaharunu tidak menangkapnya", ucap Ghazi.

"Baiklah. Untuk semuanya tetaplah di sini. Jangan mengikutiku! Tunggu saja di sini!" perintah Ratu sambil berdiri.

Ratu Alatariel kemudian berjalan menuruni tangga meninggalkan Ghazi yang masih di atas. Dia membawa buntalan kain itu sendiri. Dia melewati ruang kerjanya. Dia terus berjalan menuju pintu samping dan keluar dari pintu aula utama. Setelah Ratu keluar, Ghazi menuruni tangga singgasana dan mengajak Pen pergi keluar aula istana.

Hari sudah siang, Eiham dan Ian makan siang di halaman depan markas Araukaria. Mereka salinrg bercerita dan bercanda. Saat mereka asyik bercanda, Ghazi dan Pen memasuki pintu gerbang markas Araukaria. Hanya Ian yang menyadari kedatangan Ghazi karena dia duduk menghadap pagar depan.

"Lihat siapa yang datang?" tanya Ian.

Eiham langsung menoleh, "Ghazi! Eh, Pen. Kamu ikut ke sini juga?".

Ghazi langsung memeluk Eiham dan Ian. Pen juga ikut memeluk mereka. Mereka bersalaman. Eiham mempersilakan mereka berdua untuk duduk. Ian pergi ke belakang untuk mengambil makanan dan minuman.

"Bagaimana kabar kalian? Yang lain ke mana?" tanya Eiham.

"Baik. Yang lain masih di perjalanan", jawab Ghazi singkat.

"Lalu Pen?" tanya Eiham.

"Pen sekarang jadi buronan Gaharunu. Kami diserang anak buah Carl. Tapi untungnya, kami bisa kabur. Jenderal Calvin membantu kami kabur", kata Ghazi.

"Carl itu yang adiknya Raja Clodio ya?" kata Ian yang muncul dari belakang membawa nampan.

"Betul" jawab Ghazi.

"Ini. Makan dan minum dulu. Kalian pasti belum makan sejak pagi", kata Ian.

"Kok tahu? Terima kasih, ya", kata Ghazi.

Ian mengeluarkan makanan dan minuman dari nampannya. Dia memberikannya pada Ghazi dan Pen. Kemudian mereka makan bersama sambil asyik bercerita. Kemudian, Ghazi mengantar Pen memasuki markas Araukaria untuk menunjukkan kamarnya. Mulai sekarang, Pen tinggal di markas Araukaria hingga waktu yang tidak ditentukan.

Ratu Alatariel berada di dalam sebuah ruangan. Ruangan itu bukan ruang kerja. Ratu Alatariel memandangi sebuah lukisan. Lukisan itu adalah lukisan Ehren. Saat ini Ehren masih menjabat sebagai putra mahkota. Dia masih ditahan karena melalaikan keselamatan Raja Cedric. Di samping lukisan ada sebuah kalender. Ada beberapa tanggal yang dicoret.

"49 hari lagi. Tinggal 49 hari lagi. Aku harus memecahkan misteri ini dalam 49 hari lagi. Aku harus menemukan pelaku yang menyelundupkan sarin ke dalam kamar Raja dalam 49 hari", ucap Ratu Alatariel.

Kemudian, Ratu Alatariel mencopot lukisan Ehren. Ternyata dibalik lukisan Ehren ada sebuah pintu terkunci. Ratu Alatariel membuka kunci pintu dan ternyata itu sebuah lemari kecil. Ratu Alatariel meletakkan barang bukti sarin dan peta sarin di Gaharunu ke dalam lemari itu.

Ratu Alatariel segera menutup pintu lemari begitu selesai. Dia memasang kembali lukisan Ehren yang tadi dia lepaskan. Dia terus memandangi lukisan Ehren. Tak terasa air matanya menetes. Dia sangat merindukan Ehren tapi dia tak bisa menemuinya. Terakhir kali mereka bertemu, mereka bertengkar. Ratu Alatariel adalah seseorang yang cinta damai. Dia terlalu lelah untuk bertengkar dengan suaminya.

"Aku percaya, kau adalah orang yang baik. Aku percaya, hatimu bisa membedakan mana cahaya dan mana bayangan. Hanya kau yang bisa kupercaya di istana ini. Tolong jaga baik-baik, apa yang kutitipkan padamu", ucap Ratu Alatariel pada lukisan Ehren.