webnovel

EP. 070 - Bukti

Ratu Alatariel segera menutup pintu lemari begitu selesai. Dia memasang kembali lukisan Ehren yang tadi dia lepaskan. Dia terus memandangi lukisan Ehren. Tak terasa air matanya menetes. Dia sangat merindukan Ehren tapi dia tak bisa menemuinya. Terakhir kali mereka bertemu, mereka bertengkar. Ratu Alatariel adalah seseorang yang cinta damai. Dia terlalu lelah untuk bertengkar dengan suaminya.

"Aku percaya, kau adalah orang yang baik. Aku percaya, hatimu bisa membedakan mana cahaya dan mana bayangan. Hanya kau yang bisa kupercaya di istana ini. Tolong jaga baik-baik, apa yang kutitipkan padamu", ucap Ratu Alatariel pada lukisan Ehren.

Alatariel mengarahkan pandangannya pada jendela yang ada di sampingnya. Langit sebenarnya masih berwarna biru cerah namun dalam pandangan Alatariel langit itu tampak gelap dan suram. Entah bagaimana ceritanya, Alatariel tiba-tiba melihat Ehren berdiri di luar jendela. Ehren sedang berjalan santai menggunakan jubah biru dongker bercorak naga dan burung phoenix yang berbentuk lingkaran. Ehren sedang berjalan santai sambil menatap langit seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Sudah pasti Alatariel kaget.

Perasaan Alatariel campur aduk. Dia kaget, sedih, marah, kesepian, tapi juga gembira melihat Ehren baik-baik saja di depannya. Seakan tahu ada yang melihatnya, Ehren menoleh ke kiri yaitu arah tempat Alatariel berada. Ehren tersenyum dan melambaikan tangan pada Alatariel. Makin sakit dan sesak-lah dada Alatariel. Refleks, Alatariel menunduk dan memegangi dadanya untuk menahan rasa sakit itu. Saat sudah membaik, Alatariel kembali berdiri dan Ehren sudah tidak ada di luar jendela.

"Dia masih ditahan hari ini. Dia baru bebas 49 hari lagi. Tidak mungkin dia bisa jalan-jalan keluar. Apakah aku merindukannya? Apa ini yang namanya rindu?" kata Alatariel pada dirinya sendiri.

Alatariel membanting tutup jendela. Dia menutup jendela dengan keras. Kemudian dia keluar ruangan. Ruangan itu adalah kamarnya. Sebagai penjaga tahta, Alatariel pindah dari istana Okaru ke istana Amayuni. Jika Ehren tidak ditahan, maka Ehren juga tinggal dan tidur di sini.

Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

Raja Ehren berdiri memandangi lukisan dirinya di kamar yang sama dengan yang dikunjungi Alatariel sebelumnya. Hanya saja garis waktunya berbeda. Jika Alatariel mendatangi kamar itu pada tahun 1345, Raja Ehren mendatangi kamar itu pada tahun 1349. Kamar ini adalah kamar yang seharusnya ditempati Ehren dan istrinya saat sudah dilantik menjadi Raja. Tapi Ehren memilih untuk tidur di kamar lain.

Ehren tiba-tiba teringat dengan ucapan Selir Adeline saat memandangi lukisan.

"Semua tempat yang anda sebutkan tadi adalah tempat yang sering dikunjungi Ratu Alatariel. Anda masih merindukannya, ya?" kata Selir Adeline dalam ingatan Ehren.

"Bagaimana kabarnya sekarang, ya?" tanya Ehren dalam hati.

Ehren melirik kalender yang ada di samping lukisan.

"Oh, sudah setahun lebih kami tidak bertemu", lanjut Ehren dalam hati.

Entah mengapa, Ehren rasanya ingin memegang lukisan potret dirinya. Ehren berusaha menahan perasaan itu. Dia terus berdiri diam. Di samping Ehren ada jendela yang terbuka. Jendela itu menampilkan pemandangan indah pada siang hari. Tiba-tiba angin berhembus dengan arah yang tak biasa. Angin itu menggerakkan lukisan Ehren dengan lembut.

Angin itu merubah posisi lukisan potret Ehren. Lukisan itu menjadi miring. Ehren berjalan mendekati lukisan. Begitu tangan Ehren menyentuh lukisan, lukisan langsung jatuh ke bawah. Reflek, pandangan mata Ehren mengikuti arah jatuhnya lukisan. Ehren segera mengambil lukisannya yang tergeletak di atas lantai.

Ehren langsung berdiri setelah mengambil lukisan. Ehren berniat mengembalikan lukisan ke posisi awalnya. Begitu Ehren melihat ke arah gantungan, alangkah kagetnya dia. Dia kaget karena dia melihat sebuah pintu lemari di balik lukisannya. Ehren menarik pintu lemari itu. Ternyata pintu itu terkunci rapat.

"Apakah Rin yang membawa kuncinya? Rin sudah tidak tinggal di sini lagi sejak tahun 1348. Di mana dia sekarang? Apa aku congkel saja, ya?", pikir Ehren.

Ehren mencari sesuatu di sekelilingnya. Dia mencari segala sesuatu di kamar itu yang bisa digunakan untuk mencongkel lemari. Ehren baru sadar bahwa di kamar itu tidak ada satupun lukisan Rin. Padahal sejak dia menjadi penjaga tahta, dia selalu tidur di sini. Sejak keluar dari penjara dan menjadi Raja, Ehren tidak tinggal di kamar ini. Ehren lebih memilih untuk tidur di kamar lain. Bahasa kasarnya, Ehren dan Rin sudah pisah ranjang sejak tahun 1345.

Setelah mencari lama, Ehren menemukan sebuah payung di dalam sebuah lemari. Payung ini terbuat dari kain tipis dengan gagang bambu kecil. Ehren menggunakan payung ini untuk mencongkel pintu lemari. "Kkkraaak!" pintu lemari berhasil di buka. Ehren melihat ada sebuah buku dan kertas di dalam lemari itu. Dia mengambil semua barang yang ada di dalamnya.

Ehren membuka kertas yang dia ambil tadi. Ternyata itu sebuah peta. Peta itu adalah peta jalur gua dari Gaharunu. Peta tersebut juga menunjukkan lokasi penyimpanan sarin di Kerajaan Gaharunu.

"Ini yang aku cari selama ini. Ternyata di sini. Lokasi penyimpanan sarin ada di Gaharunu. Lantas, siapa yang menjual sarin di Tirtanu diam-diam? Apakah Alatariel tahu siapa pelakunya? Siapa pengkhianatnya?" pikir Ehren.

Ehren kembali meletakkan peta di atas kasur yang dia duduki. Dia mengambil sebuah buku yang dia ambil dari lemari. Buku itu terkunci, namun kuncinya menancap di lubangnya. Seperti buku diary kebanyakan. Dia membuka buku itu dan tampaklah. Setumpukan kertas berlubang terlihat di mata Ehren.

Ehren melihat sebuah kertas yang warnanya sudah luntur namun berhasil di awet kan dengan cairan semacam resin tapi bukan resin. Di sana ada ukuran warna yang menunjukkan bahwa kertas yang diawetkan itu telah dicelupkan pada cairan sarin. Di dalam buku itu ada tulisan, "Gua Tembok Putih Gaharunu".

"Alatariel sudah benar-benar menyelidiki kasus meninggalnya ayah. Kenapa dia tidak bilang dari dulu? Apa karena dia tahu ada pengkhianat di antara kita?" kata Ehren pada dirinya sendiri.

Ehren memutuskan untuk memindahkan barang bukti tersebut ke kamarnya. Sebelum keluar dan pergi dari kamarnya, Ehren menutup kembali pintu lemari dan memasang lukisan potret Ehren ke posisi di awal. Rasanya menyimpan barang bukti sepenting itu di lemari yang sudah tercongkel bukanlah hal yang bijak. Ehren memindahkan barang bukti itu ke sebuah lemari rahasia yang ada di kamarnya.

Seorang pria berdiri di sebuah menara. Menara yang sama dengan yang dinaiki Selir Adeline di hari eksekusi Ratu Alatariel. Dia menghisap sebatang rokok dan mengeluarkan asapnya melalui lubang jendela menara. Pria itu melihat ke bawah. Di sana terlihat ada dua prajurit tim Akas sedang melintasi taman. Namun tiba-tiba, mereka berdua dihujani panah dan tak sadarkan diri. Pria itu melihat semua kejadian dari atas menara.