Suasana yang masih sore menunjukan di kafe yang dimaksud Yechan, seorang gadis berkulit coklat manis mengawasi truk pengantar barang yang mengantarkan bahan bahan kafe.
"Baiklah, ini yang terakhir nona," Kurir pengantar meletakan kardus terakhir di depan kafe.
"Terima kasih, ini untuk Anda karena telah membantu ku menurunkan kardus kardus ini," kata gadis itu dengan tatapan manis diberikan nya pada kurir itu secangkir karton kopi hangat
"Oh, baiklah, terima kasih, sampai jumpa," setelah menerima kopi itu, kurir tersebut pergi.
Gadis itu tampak seperti seorang gadis biasa, dia memiliki rambut panjang yang manis dan memakai gaun pendek dengan apron menutupi tubuh depan nya.
Setelah selesai, ia masuk kedalam dan membuat kopi untuk semua orang yang memesan. Ia terdiam lalu melirik setiap pelangganya.
Seketika muncul bayangan samar samar dari tubuh para pelangganya. Lalu dia menutup mata sambil menghela napas panjang. "(Ini sudah menjadi hal yang sangat biasa untuk ku, dari kecil, aku memiliki kemampuan yakni mengukur seberapa besar kebencian dan kekesalan dalam tubuh orang lain, tapi dari kecil hingga sekarang, aku hanya melihat orang orang yang berwajah kesal, mereka seperti mengalami hal yang paling mereka benci, padahal bayangan yang muncul di tubuh mereka hanyalah sedikit, masalah sekecil itu pun mereka tidak dapat menikmati nya, yang mereka tahu hanya mengeluh padahal rasa kebencian mereka sangat sedikit,)" gadis itu menatap setiap bayangan yang ia lihat, perlahan menghilang tapi muncul lagi di tubuh orang orang yang meminum di kafe nya. Hal ini disebut penglihatan bayangan aura kebencian orang lain. Dia bernama Choka.
"(Aku bosan terus melihat bayangan kebencian yang sama sekali tidak besar, aku ingin mencari kebencian yang lebih besar, ini terlalu membosankan dan sunyi, apalagi aku hanya bekerja sendiri.)"
Tiba tiba saja seseorang mendobrak pintu dengan kakinya membuat semuanya terkejut, Choka juga ikut terkejut. Rupanya itu Neko, ia masuk melihat sekitar dan di saat itu juga Choka terpaku.
"(Apa.... Siapa dia... Kenapa....)" dia melihat Neko yang memakai celana panjang dan kemeja lengan panjang dan dimasukan di celana nya, lalu dia melihat ke leher Neko yang begitu putih.
"(Siapa.... Siapa.... Dia?)" mata Choka berkilap menatap mata Neko yang berwarna merah.
Lalu Neko menoleh ke arahnya dengan wajah serius membuat Choka terkejut dengan apa yang terjadi, lalu Neko mendekat ke Choka yang terdiam. "Apa kau punya permen?" Neko menatap.
". . ." Choka terdiam.
Setelah beberapa menit Neko duduk di samping meja kasir Choka. Ia sedang mengemut permen tusuk berwarna merah. Lalu Choka memberikanya teh hangat. Neko menatap dengan dingin membuat Choka terkejut.
"Aku tak pesan apapun."
"E.... Aku. (Kupikir dia akan meminumnya.) Aku akan mengambilnya kembali," Choka akan mengambil teh itu tapi tiba tiba Neko menahan tanganya membuatnya terkejut.
"Tak apa. . ." kata Neko.
"Apa?" Choka bingung.
Lalu Neko kembali melirik ke arahnya. Neko menatap warna mata gadis itu. "(Kenapa warna mata itu... Sama seperti... Warna mata milik Cheong.... Kulit nya juga sama...)" Neko terus menatap hingga ia melirik ke leher Choka, seketika ada hasrat meminum darah dari leher.
Tapi ia mencoba menghilangkan keinginan itu dengan melihat sekitar.
Choka terdiam menatapnya. "(Siapa dia... Kenapa dia seperti putri salju yang baru turun dari gunung es yang dingin, dia sangat cantik dan sikapnya benar benar tenang,)" pikir Choka menatap Neko.
Tapi kemudian ponsel Neko berbunyi, Neko mengambilnya dari saku dan melihat bahwa itu dari ketua sindikat.
Dia menerima panggilan itu di tempat.
"Neko! Kau sudah menemukan orang nya?! Orang yang berhubungan dengan Cheong?" tanya ketua sindikat dengan nada yang dia gunakan yakni tegas.
Lalu Neko melirik ke Choka membuat Choka membuang wajah mengalihkan pandangan agar tak melakukan kontak mata.
"Yeah, hampir," Neko membalas lalu menutup ponsel.
Di akhiri perkataan kekesalannya. "Sial...." dia memegang kepalanya dengan banyak pikiran.
"(Apa yang terjadi.... Apa dia kesal?)" Choka menatap, Namun ia terdiam kaku ketika melihat bayangan hitam muncul dari pundak Neko.
"(Ah, pasti hanya masalah kecil... Bayangan nya kecil,)" Choka meremehkan masalah Neko.
Tapi tak berselang lama, ia menjadi gemetar sendiri melihatnya. Dia melihat atas dan dimana mana, bayangan gelap menjalar kemana mana dan itu dari tubuh Neko. Sudah jelas itu bayangan kebencian dan masalah yang muncul bersamaan dan di sini, hanya Choka yang bisa melihatnya.
"(Apa.... Kenapa.... Kenapa itu besar sekali?!! Bukankah dari awal dia tidak memiliki bayangan itu tapi.... Setelah menerima panggilan ponsel dan melirik ke arahku, dia mengeluarkan banyak kebencian!! Aku harus melakukan sesuatu!!)" Choka ketakutan, tapi ia harus melakukan sesuatu agar kafenya tidak di penuhi bayangan itu. Lalu ia mendekat melewati meja kasir itu dan mengusap usap pundak Neko yang terdiam menatap nya.
Hingga Neko memegang tangan nya dengan kencang. "Apa yang kau lakukan?" dia menatap tajam.
"Hah... E, tak ada, maafkan Aku. (Ini menjadi canggung, tapi tunggu, kenapa aku tak bisa menghilangkan bayangan nya, itu semakin besar... Aku sudah mengusap usap nya tadi agar bayangan nya pergi tapi muncul lagi....)" Choka mengamatinya membuat Neko terganggu.
"Kau . . .Terlalu meleser," Neko meliriknya dengan mata merahnya seketika Choka terkejut dan langsung menunudukan badan. "Maafkan aku..."
"Kau ada permen lagi?" Neko menatap.
"Permen....? Ah, tunggu sebenatar," Choka berjalan ke belakang, lalu ponsel Neko kembali berbunyi dari ketua. Ia mengangkatnya seketika muncul suara besar ketua sindikat.
"NEKO.... !! Kau harus pulang sekarang!!" teriak ketua sindikat.
"Cih, aku tidak tuli, jangan menghubungi di saat yang sama dua kali."
"Aku tidak peduli, jika aku tidak meminta mu kembali, lalu aku harus apa?! Menyerahkan orang untuk menarik mu?! Kenapa kau tidak pulang kemari, apa kau tak tahu projekmu diambil, aku akan mengurung mu seratus kali jika kau tidak segera mengurus ini dasar kau bodoh."
"(Ini merepotkan,)" Neko menutup teleponnya sambil memegang megang kupingnya sendiri.
Lalu Choka datang membawa sekotak permen. Ia berhenti dan terdiam karena ia kembali melihat bayangan yang ada di tubuh Neko.
"(Ini... Mengerikan, aku benar benar gemas ingin menghilangkan bayangan itu,)" ia kembali mengusap usap pundak Neko. Hingga Neko juga kembali menahan tangan nya.
"Ada apa denganmu?" ia menatap dingin sambil berwajah terganggu.
"E... Maaf kan aku, ini permennya," Choka memberikan permen nya. Lalu Neko memakan satu.
"(. . . Hng? Bukan nya dia tadi sudah memakan satu kenapa cepat sekali makan nya?)" Choka menatap bingung.
"Ada apa, kau seperti terus ingin mengatakan sesuatu?" Neko melirik.
"E, em... Aku hanya ingin bertanya... Apa kamu punya... Em, masalah?"
"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"
"T-tak ada, aku hanya asal menebak saja hehehe..." kata Choka, tiba tiba ia terdiam karena bayangan yang muncul dari tubuh Neko kembali terlihat, kali ini lebih banyak.
"Ini bahaya... (Kenapa dia bisa memunculkan bayangan ketika bicara dengan ku, apa dia bicara sambil mengingat masalah nya, itukah yang membuat nya memasang wajah tidak biasa di depan semua orang?!)" Choka berlari melewati meja dan mendekati Neko yang bingung.
"Aku mohon berdirilah," kata Choka dengan tatapan sedikit serius.
"Ada apa?"
"Aku mohon berdirilah," Choka menatap memaksa.
Lalu Neko berdiri, dan seketika Choka langsung memeluknya dengan cepat.
Neko menjadi terkejut. "Apa yang kau lakukan?"
"(Aku mohon hilanglah,)" Choka terus mendekap Neko. Dia terus dengan erat memeluknya dan Neko mulai merasakan sesuatu yakni buah dada mereka berdua yang saling bersentuhan dan itu membuat Neko agak tersesak. "(Apa dia tidak sesak...)"
Bayangan yang Choka lihat itu menjadi hilang sedikit demi sedikit. Lalu Choka menghela napas dan melepas Neko.
"(Fyuh... Untungnya sudah hilang,)" ia menghela napas, namun Ia terkejut karena Neko sekarat karena pelukan nya yang kencang tadi. Seketika Choka terkejut kaku.
--
"Aku benar benar minta maaf!" Choka tampak menundukan badan didepan Neko yang duduk di kursi kafe tadi yang sudah tutup, dan orang orang sudah tidak ada.
Neko masih menatap tajam padanya, ia terdiam dan melihat sekitar. Lalu menjadi menghela napas panjang.
"Ha... Kalau begitu, beritahu aku... Kenapa kau bertingkah aneh, apa kau ingin melakukan atau mengatakan sesuatu padaku?"
"Em, aku hanya melihat tekanan dalam dirimu saja," kata Choka yang mengatakanya sambil meremas bajunya
"... Tekanan?
"Ya, em seperti beban yang bisa kau selesaikan tapi selalu menjadi bayang bayang pembeban pikiranmu," kata Choka, lalu Neko terdiam membuat Choka bingung harus menjelaskan nya bagaimana. "(Aku belum pernah memberitahu kemampuan ku ini pada siapapun, aku juga tidak tahu kenapa tekanan dalam dirinya lebih banyak dari pada apapun padahal dia tampak tenang dan begitu bisa di percaya tidak memiliki masalah apapun.) Em, semisal kamu ada beban...
BRAK....!
Tiba tiba Neko menancapkan pisau di meja kafe di dekatnya itu membuat suara yang keras, Choka yang melihat itu merasa terkejut terkaku sambil berkeringat.
Lalu Neko memandangnya dengan tatapan membunuh.
"Kau tak perlu mengikuti urusanku," ia berdiri dan berjalan pergi
"(I... Itu tadi... Mengerikan,)" Choka masih gemetar.
Neko berjalan pulang ke villa nya, keluar dari mobil sambil mengemut permen yang ada di bibirnya.
Lalu Dongsik tampak mendekat menyambutnya. "Woof... Woof!!" ia mendekat ke Neko bak mengatakan seauatu.
==° Nona anda sudah kembali? Dari mana saja anda, tadi ada yang mencari anda °==
Tapi Neko menatapnya tajam dengan tatapan terganggu membuat Dongsik terdiam kaku.
"Ha.... Sial... Aku benar benar tak tahu harus apa lagi," ia memegang kening nya lalu menatap langit yang sudah malam, lalu berjalan ke dalam sambil menatap ponselnya.
Rupanya dari Yechan, dia mengirim pesan dari tadi.
== Akai, aku tadi ke tempat mu, tapi kamu tidak ada, sebenarnya kemana kamu? Aku jadi tidak bisa bertemu dengan mu == sambil ada emoji sedih membuat Neko terdiam dan mengetik membalas pesan itu.
== Tak apa, kita bertemu besok di kampus ==