Neko melihat sekitar, dia mencari dimana mana hingga ia mencari di lorong kecil, tapi tetap saja dia tidak dapat menemukan suatu kecurigaan.
"(Cih.... Sialan....)" dia termakan kekesalan di lorong sepi itu hingga kakinya menendang tempat sampah kosong di sana.
"(Sialan.... Dimana dia!! Seharusnya kau mengaku padaku....)" dia memancarkan aura kesal karena sekarang dia menahan marah dengan kekesalan nya, tidak mungkin dia mau mengamuk di sana dan membanting barang yang bukan miliknya.
Tapi saat itu juga, ada tepakan sepatu dari kaki seseorang. Neko menoleh tapi tak ada siapa siapa di sana, dia bingung lalu melihat dan memastikan bahwa ada orang.
Tapi tak ada siapa siapa. "(Apa ini karena perasaan ku?)" ia mulai berpikir itu bukan apa apa hingga ia berjalan pergi tapi siapa sangka, rupanya ada seseorang melihatnya.
Dia tampak seperti wanita tinggi yang memiliki rambut merah gelap. Itu sama seperti wanita pertama yang memata matai Neko saat itu tapi Neko hanya tidak sadar.
Hingga kampus selesai dan pulang cepat, Yechan melihat dari mobil, lalu menemukan Neko berjalan keluar. "Akai," dia melambai dari dekat mobil.
Neko terdiam dan berjalan mendekat. "Yechan...." ia menatap membuat Yechan terdiam dengan senyum nya itu.
"Berhenti melakukan itu tadi," Neko melirik. Seketika Yechan terkejut melihat aura tajam Neko.
"Um, Akai... Apa ada sesuatu? Kamu ada masalah?"
"Ck.... Sialan.... Aku tak menemukan nya..." Neko tampak kesal sendiri memegang kening nya. Dia benar benar terbebani banyak pikiran.
"Um... Akai.... (Apa yang harus aku lakukan, dia nampak terbebani....)" Yechan hanya bisa menatap khawatir.
Lalu Neko mengangkat pandangan nya menatap. "Kau masih punya permen yang saat itu?" Neko bertanya pada permen yang saat itu di berikan Yechan padanya.
"Ah, maaf, aku tidak memilikinya...." Yechan menjadi kecewa. "Tapi aku bisa membelikan nya--
"Tidak perlu, ayo cepat pulang," Neko langsung membalas membuat Yechan terpaku.
--
"Baiklah Akai, kita sudah sampai," kata Yechan.
Tapi Neko terdiam suram, dia lalu menoleh ke Yechan seketika Yechan terpaku melihat banyak aura kesal pada Neko.
"Um akai... Bisa katakan padaku apa masalah mu, kamu dari tadi begitu semenjak kita pergi maupun pulang kampus."
"Tak ada.... Aku hanya bosan... (Sialan.... Kau pikir hanya bosan, aku harus secepatnya menemukan orang sialan yang berhubungan dengan Cheong itu....) Akhh.... Sialan!" Neko tiba tiba berteriak kesal karena dia tidak menemukan orang yang berhubungan dengan Cheong itu.
"Um.... Mungkin kamu mau ikut berladang di kebun apel?" Yechan menatap.
Seketika Neko langsung menoleh ke arahnya.
". . . Apa itu bisa membunuh kebosanan ku?"
"Hehe, kamu bisa menikmati apel sambil memakan nya langsung di sana, kamu suka apel kan, apa karena apel berwarna merah, kamu menyukainya?" tatap Yechan tapi Neko melirik ke arahnya.
"Tidak usah menyangkut kan hal itu...." tatapnya.
"Ehehe.... Maaf."
Di kebun apel, Yechan menatap sekitar dan menemukan ibu dan ayahnya sedang memetik di sana.
"Ayah ibu," dia menyapa.
"Oh, nak.... Sini bantu kami," kata mereka.
"Ya, ayo Akai.... Aku yakin kau akan menyukai ini, buang semua masalah mu dengan memetik apel di sini," kata Yechan menarik perlahan tangan Neko.
Setelah itu Yechan memberikan ember panen pada Neko.
Neko terdiam bingung menerima itu.
"Ini Akai, petik lah sesuka mu, dan sekalian bantu bantu hehe," kata Yechan.
"Kamu akan kemana?"
"(Astaga.... Dia bertanya dengan kalimat itu seperti khawatir aku akan meninggal kan nya, tapi tidak dengan ekspresinya itu.) Hahe, aku harus melakukan sesuatu dulu, yakni menyirami bibit yang baru tumbuh, jangan khawatir, aku ada di sana jika butuh aku," kata Yechan.
Lalu dia berjalan pergi membuat Neko terdiam, Neko melihat pohon pohon apel itu. "(Bahkan... Pohon yang masih kecil sebanyak ini sudah bisa menghasilkan apel sangat merah,)" Neko memetik satu dan meletakan nya di ember yang ia letakan di bawah, ia juga tertarik memakan sambil mengambil satu persatu diletakan di ranjang ember.
Ketika di pertengahan, dia melihat apel yang sangat cantik dan bersinar merah membuat nya akan mengambilnya tapi sayangnya dia tidak sampai, dia terus mencoba berbagai cara agar dia sampai tapi tetap saja.
"(Cih.... Sialan... Apel saja bisa membuat ku kesal,)" dia langsung kesal, bahkan auranya itu membuat pohon apel saja harus agak ketakutan merasakan auranya.
Tapi untungnya ada tangan besar dan tubuh tinggi mengambilnya dan memberikan nya pada Neko, Neko terdiam dan menengadah rupanya Aron, ayah dari Yechan.
"Halo, nona manis," tatapnya.
Neko terdiam sambil menerima itu.
"Terima kasih telah membantu memetik apel, apel yang kamu pilih benar benar bagus," tatap Aron menatap keranjang ember Neko.
". . . Ya," Neko hanya mengangguk dengan wajah datar.
"(Gadis ini lebih datar dari batu keras...) Nona manis, bisa aku mengatakan sesuatu padamu?" tatap Aron. Membuat Neko menatapnya akan mendengarkan.
"Apakah kau belum pernah menerima cinta... Sebelumnya?" tatap Aron, seketika susana terdiam dengan angin sepoi sepoi membuat rambut terurai Neko agak berterbangan.
"Aku tidak bermaksud bertanya hal pribadi, tapi aku bisa membaca dari ekspresi mu... Aku dulunya adalah lelaki yang sama seperti putra ku itu, Yechan, aku bercita cita menjadi seorang psikologi, tapi rupanya takdir berkata lain, aku tidak bisa menggapai cita citaku karena beberapa alasan... Aku hampir menyerah karena itu impian ku satu satunya, tapi tak sampai sana, takdir menunjukan hal yang lebih baik padaku, aku mengambil keputusan lain dan berhasil menjadi profesor pertanian yang di kenal banyak kalangan mahasiswa, aku juga pernah bekerja di kampus Jiang, tapi aku harus berhenti karena menikah dengan ibu Yechan, kami membangun keluarga hingga melahirkan putra itu... Apa kau paham dengan yang aku ceritakan tadi Nona manis?" Aron menatap.
". . . Kau berbicara bahwa hal sekecil apapun, bertemu dengan pasangan mu adalah sebuah kebahagiaan dari cinta," kata Neko.
"Ya, kau cepat mengerti, dan di sini aku lihat, kau banyak masalah, tidak apa apa jika bercerita padaku, aku tidak akan memberitahukan nya pada siapapun," tatap Aron sambil menatap ke langit, dia menikmati mengobrol dengan Neko dan mereka berdua masih berdiri di bawah pohon apel yang teduh itu.
". . . Pekerjaan besar bukan berarti aku bisa menangani nya sendiri, masa lalu mengatakan aku tidak berguna dan masa sekarang mengatakan tunjukan pada masa depan bahwa kau bisa menghancurkan perkataan masa lalu, tapi aku terus berpikir bahwa ini sangat sulit untuk dilakukan."
"Ah, aku mengerti... Yang harus kau lakukan jika kau sudah bisa menghancurkan masa sekarang adalah biarkan masa depan menyusul mu sendiri, karena takdir sudah jelas mempermainkan mu.... Jika semisal kau sudah keluar dari pekerjaan mu, maka orang yang paling istimewa akan datang dan memberitahu apa itu masa depan bersama cinta yang dia berikan padamu, aku yakin dia pasti ada," kata Aron. Dia benar benar memahami perkataan Neko hanya lewat perasaan tanpa cerita sedikit pun.
Neko terdiam mendengar itu tadi. "Aku tidak bisa berpikir begitu karena tidak mungkin dia menerima sikap ku, tidak mungkin dia mau memberikan sesuatu padaku kecuali tanpa perantara apapun, selama ini yang aku lihat... Tidak, aku tidak bisa melihat apapun dari mereka yang datang padaku," Neko bercerita soal banyak nya lelaki maupun pria yang pernah berurusan dengan nya tapi tak ada satu pun yang dapat dia lihat sisi baik nya, dari mereka mungkin memahami cinta tapi tidak memahami kasih sayang dan obsesi yang tidak berlebihan atau sebaliknya.
"Jika kau harus menganggap orang asing bisa memberikan sebuah cinta secara seimbang, kau salah karena dari awal takdir mencoba mengatakan bahwa masa lalu akan datang lagi di masa depan, jadi orang yang ada di masa lalu akan datang padamu kedepan nya, kau hanya harus berpikir begitu, kebanyakan orang mengalami hal itu, karena sudah jelas terlihat dari jiwa mereka, takdir tidak salah, tapi dia juga bisa membuat sakit," kata Aron.
"Jadi... Kau berpikir bahwa masa lalu yang terlalu membuat ku menderita akan kembali lagi mengingatkan ku di masa depan melalui perantara yang begitu nyata dan bisa di mengerti yakni seseorang?" Neko menatap.
"Jika kau percaya pada perkataan ku, aku juga akan setuju dengan perkataan mu itu..." balasnya.
Lalu Yechan datang. "Akai," dia menyapa Neko tapi ia baru sadar ada Aron, ayahnya. "Ayah? Ayah ada di sini?"
"Haha... Aku hanya sebatas mengambilkan apel tinggi tadi untuk nya... Kalau begitu, aku pergi dulu ya," Aron melambai dan berjalan pergi dari mereka.
"Akai, apa kamu baik baik saja?" Yechan menatap Neko yang terdiam.
"Uh.... Ya aku baik baik saja..."
"Sebaiknya kamu pulang saja Akai, aku akan mengantar mu."
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri."
"Kalau begitu bawa ini," Yechan memberikan kantung apel berisi 5 apel.
"Tapi kemarin, ayah mu baru saja memberikan hal yang sama."
"Tak apa," Yechan membalas dengan tatapan lembut, lalu Neko menghela napas dan menerimanya, setelah itu dia berjalan pulang ke Villa nya sambil berpikir perkataan Aron tadi.
"(Jadi.... Orang yang ada di masa lalu tepatnya orang yang dulu membuat ku menjadi gelandangan... Kenapa aku tak bisa mengingat masa lalu, yang aku ingat hanyalah Tuan Ezekiel mengurus ku, tapi dia jelas bukan masa lalu pertama ku.... Orang pertama yang menciptakan masalah di masa lalu untuk ku adalah dia yang membunuh ibu ku dan membuat ayah ku pergi....)" pikir Neko dengan banyak pikiran, kini dia di penuhi aura hitam dan kekesalan yang begitu banyak.
Setelah sampai di rumah, Neko terdiam, dia lalu menghela napas panjang dan berjalan membuka lemari es. Seketika dia menjadi suram, ia kembali memancarkan aura kesal karena kantung darah yang pernah dikirim Kim itu sudah habis, padahal baru beberapa hari terkirim.
"Aku ingin sesuatu...." dia kesal, hingga menoleh ke apel di lemari es, lalu mengambilnya dan memakan nya langsung, terdiam menikmati rasanya dengan wajah datarnya. "Tidak buruk," lalu berjalan mengambil sebuah kunci mobil di meja sofa dan keluar dari Villa.
Dongsik yang ada di rumah anjing nya tertidur mendengar Neko akan pergi. "Woof..." dia sepertinya bertanya sesuatu.
==° Nona, anda akan kemana? °==
Tapi Neko tidak menghiraukan nya dan berjalan masuk mobil sambil memakan apel itu.