webnovel

Divine Sword Project

Usai pertarungan berkepanjangan para Kesatria Suci melawan Dosa berakhir, salah satu dari Pemilik Pedang Suci membuat permohonan untuk sebuah dunia di mana dirinya dan seluruh Kesatria lainnya bisa tinggal. Dosa yang telah lama tersegel di dimensi lain tiba-tiba lepas. Para Kesatria Suci yang telah melupakan siapa dirinya harus kembali bertarung karena janji sebelum dunia mereka dibuat. Inilah kisah para Pemilik Pedang Suci yang berjuang demi melindungi dunia dari Dosa. Mampukah mereka menghadapinya?

Zikake · Fantasi
Peringkat tidak cukup
7 Chs

Pertarungan

Kota malam penuh cahaya yang sebelumnya sepi, kini dipenuhi oleh orang-orang.

Namun, itu bukan sekedar orang. Mereka mempunyai tubuh layaknya bayangan dan mata merah menyala di kegelapan.

Langkah mereka sempoyongan, seakan-akan mayat hidup yang telah dibuat dapat berjalan.

"Raaargh~!" Adalah suara raungan yang mereka keluarkan dari mulut lebar tanpa gigi maupun taring dan lidah. Sebuah raungan mereka keeluar agar rasa takut timbul pada pendengarnya.

Tujuan mahluk-mahluk itu cumalah satu, yaitu laki-laki berkacamata—bernamakan Indra—yang kini memandang mereka dengan santainya.

"Meski lambat, jumlah mereka gila juga." Indra menganalisa mereka sambil menjepit dagu.

Lelaki itu memandang sekitar. Mahluk-mahluk berbentuk manusia bayangan itu hanya berjalan lurus, seperti muncul dari satu arah.

"Baguslah kalau aku cuma perlu mengurus satu sisi saja," pikir Indra sambil tersenyum lega. "Tapi tetap saja, jumlah mereka terlalu banyak untuk kuurus sendirian."

Indra membuang nafas panjang. "Kuharap begini saja cukup untuk menghabisi mereka," ucapnya, lalu mengarahakan lurus jari telunjuk ke jalan yang hendak dilewati mahluk-mahluk itu.

Terlihat aliran listrik kecil di jari telunjuk yang ia arahkan. Yang pertamanya memanglah arus kecil, tetapi kelamaan ….

Itu membesar, kemudian membentuk listrik besar yang melompat ke salah satu mahluk bayangan di barisan paling depan.

Bayangan tersebut meraung keras akibat merasakan sengatan listrik yang luar biasa tengah mengalir di dalam tubuhnya.

Belum sepuluh detik berlalu, listrik tiba-tiba terpencar, dan mengenai bayangan lain yang ada di sekitar bayangan sebelumnya.

Raungan jadi lebih keras setelah itu sebab yang meraung tidaklah satu. Satu dari mereka merasakan sakitnya serangan listrik serupa dengan empat yang lain.

Sekitar 15 detik berlalu semenjak Indra menembakkan arus listrik dari telunjuknya, raungan pun terhenti, pertanda bahwa kelima mahluk yang terkena serangannya tadi sudah tumbang.

Indra memandang jari telunjuk yang menembak tadi lalu meniupnya. "Lumayan juga. Mungkin aku bisa."

***

Di sebuah desa tanpa ada tanda-tanda dihuni oleh seseorang yang jalanannya tertimbun salju ….

Kawanan serigala yang sebelumnya mengincar Rosalia, kini berjalan di antara perumahan di sana.

Menggunakan hidung berpenciuman tajam mereka, serigala dengan besar di atas rata-rata berupa bayangan dengan mata merah menyala mengendus jalanan, mencari-cari gadis yang sebelumnya telah menghabisi salah satu kawan mereka.

Sementara mereka tengah mencari-cari dirinya, Rosalia yang sebenarnya berada di dalam sesuatu semacam persembunyian tanpa jalan masuk yang terbuat dari salju duduk dalam diam.

"Untuk saat ini … Rosalia perlu mengatur nafas terlebih dahulu," ucap gadis dengan rambut putih pendek itu sambil sedikit terengah.

Agak merasa sedikit tenang, gadis itu mengumpulkan salju yang ada di bawah. Ia lalu membuat boneka salju sebesar telapak kaki orang dewasa dengan rupa mempunyai dua tangan, kaki, serta tidak lupa menambahkan kepala padanya.

"Kamu Rosalia berikan nama Rosa. Tugasmu adalah melihat apakah di luar sudah aman atau tidak dan memastikan jumlah dari Dosa tipe serigala tadi."

Boneka salju tanpa wajah yang baru tercipta memberikan anggukan pada apa yang barusan Rosalia katakan.

Rosalia lalu menyentuh salju penghalang serigala bayangan di luar untuk melihat dirinya, dan salju tersebut pun menanggapi dengan membuat sebuah lubang kecil sekiranya dapat dilalui oleh boneka salju.

Menggunakan kaki kecilnya, boneka salju yang diberikan nama Rosa melangkah melewati lubang tersebut dan pergi ke luar.

Sementara Rosa berjalan-jalan di sekitaran desa sambil memperhatikan serigala, Rosalia menghalangi pandangan sebelah kirinya menggunakan telapak tangan.

Dengan melakukan itu, Rosalia bisa tahu apa saja yang diketahui oleh Rosa. Mereka semacam berbagi penglihatan.

Rosalia merasa cukup takjub. Ia merasa seperti dunia terlewat luas karena melihat melalui sudut pandang Rosa.

Namun, tak lama, rasa takjubnya berubah menjadi jengkel. "Rosalia rasa ini akan lama sekali," ucapnya karena jalan Rosa terasa amat sangat lambat.

***

Hujan terus berlanjut, sementara di dalam pesawat ada seorang gadis dengan rambut hitam bergelombang yang dikuncir di kedua sisi sedang berdiri di pojokan.

Ia—gadis bernama Charlotte—menyatukan kedua telapak tangan, semacam membuat permohonan dalam hati meski nyatanya ….

Senandungan indah ia keluarkan. Charlotte terlihat sedang bernyanyi dengan pelan, padahal pada kenyataan suaranya itu dapat mencapai sisi lain dari pesawat.

Dan di sisi lain pesawat, mahluk-mahluk berupa bayangan yang serupa dengan apa yang Indra hadapi tetapi memiliki kepala semacam binatang, mendapati sebuah lingkaran sihir pada bangku yang mereka duduki.

Seiring berjalannya waktu bersama Charlotte yang membawakan lagu, semakin gila pula cahaya yang terpancar pada lingkaran sihir di bangku-bangku itu.

Lalu pada akhirnya, Charlotte mendengar suara ledakan yang gila serta jeritan mengerikan dari mahluk-mahluk tersebut pada tempat mereka berada.

"Dengan ini, saya menang." Charlotte menyunggingkan senyum saat selesainya lagu ia bawakan.

***

Salah satu lampu pada lorong rumah sakit yang didominasi kegelapan berkelap-kelip. Dan berlarian pada lorong tersebut ….

Seorang gadis. Di tangannya, terdapat sebuah senter untuk menerangi jalan yang tidak memiliki banyak pencahayaan itu.

Tidak ada raut kekhawatiran maupun ketakutan pada wajahnya. Yang ada, hanya sebuah senyum karena rasa senang di hati.

"… Yah~ baru kali ini aku lari-lari begini."

Gadis berambut pirang dengan topi baret berwarna coklat itu menyapu keringat pada keningnya ketika berhenti.

Sophia—gadis itu—kemudian memandang sekeliling. "Di sini cocok enggak, ya?" gumamnya ketika memperhatikan lorong tanpa ada pintu yang terbuka sambil menjepit dagu.

"Ya udah, terserah. Waktuku juga enggak banyak," ucap Sophia untuk menyudahi apa yang tengah ia pikirkan.

Lalu, gadis itu mengarahkan senter ke jalan yang telah ia lalui. Di ujung lorong, terlihatlah sesuatu berupa kerangka setengah badan memakai jubah dan melayang di udara sambil memegang sabit raksasa.

Sama seperti yang lain, mahluk tersebut memiliki tubuh bayangan dan mata merah menyala di kegelapan.

Sesuatu yang menyerupai sang Pencabut Nyawa tersebut mengarahkan sepasang mata merah menyalanya pada Sophia, lalu menyiapkan sabit raksasa di kedua tangannya.

"Roooooaaaargh~!" Raungan mengerikan ia keluarkan, sampai-sampai lorong terasa bergetar bagi Sophia.

Meski begitu, gadis tersebut tetap tidak takut dan malah menyunggingkan senyum, "Kemarilah. Itu pun kalau bisa."

Seakan-akan menerima tantangannya, mahluk tersebut dengan cepat melayang ke tempat Sophia berdiri.

Kejadian berlalu sepersekian detik.

Kemenangan, ada di pihak Sophia yang cuma diam di tempat sambil memegang sebuah senter di tangan.

… Tidak. Sebuah kesalahan untuk menyebut apa yang ada di tangan Sophia sebagai senter.

Memang, sebelum mahluk tadi mendekat itu hanyalah senter biasa. Namun, pada saat jarak di mana ia mampu mengayunkan sabit di tangan telah ia lalui, senter itu berubah menjadi sesuatu yang berbeda.

Daripada senter, mungkin lebih tepat dengan menyebut 'cahaya' yang dihasilkan oleh senter. Yang mulanya cahaya biasa, telah menjadi bilah pedang bercahaya.

Dan bilah bercahaya tersebut, menembus tubuh mahluk yang menyerupai Pencabut Nyawa, bahkan sampai menembus dinding di ujung lorong.

"Satu, selesai~"

***

Pada sebuah jembatan besar, yang mungkin mampu menampung banyak mobil secara bersamaan ….

Seorang lelaki yang mempunyai sepasang mata berbeda warna melompat ke sana kemari, dengan gesitnya menghindari satu per satu muntahan dari mahluk yang ada di laut.

Lalu, pada lautan yang terombang-ambing di bawah jembatan tersebut, terdapatlah seekor ular, tetapi dengan tubuh setinggi gedung berlantai lima.

Pada kenyataan, tingginya mungkin lebih dari itu. Mengingat, hanya separu saja bagian tubuhnya ia tampilkan. Sisanya, tersembunyi di balik air laut yang dalam.

"—Andai dia mau kemari dan menyerahkan kepalanya begitu saja …." Ethan bergumam, berharap-harap keajaiban tiba-tiba terjadi.

Ia lalu memperhatikan mulut ular raksasa bertubuh bayangan dengan mata merah, dan bersiap menghindar sekali lagi karena tahu mahluk itu berniat memuntahinya lagi.

Cairan hitam pekat keluar dari mulut ular tersebut beberapa detik setelah Ethan menyadari. Cairan itu pun memenuhi jalan jembatan yang beraspal, layaknya minyak yang tumpah di jalanan.

Sementara aspal yang terkena muntahan ular itu terlihat seperti sedang meleleh karenanya, laki-laki berambut putih dengan headphone biru muda menutup sepasang telinganya membuang nafas lega.

"… Jika aku kena cairan itu, apa yang akan terjadi?" Membayangkan itu sambil melihat aspal yang telah menjadi korban, membuat Ethan sedikit merinding.

Lalu, ia kembali menatap serius ular raksasa yang setengah badannya terkubur di lautan. "Apa ada cara untuk menghadapi cacing besar antartika satu ini?"

Selagi memikirkan rencana ….

"—Oh, benar juga." Tatapan Ethan tanpa sengaja terarah ke air laut di sekitar ular tersebut. "Tapi jika ini bukan Altair maka aku akan …."

Meski sudah mendapat titik terang untuk melakukan serangan balik serta tata cara menghabisi mahluk tersebut, Ethan jadi ragu.

Ia tidak mau mengambil resiko dengan memastikan apakah tempat dirinya berada saat ini memang Altair atau bukan.

"Jika ini memang Altair, harusnya aku tak akan mati meski tenggelam dalam lautan di sana. Tapi jika bukan—"

Ethan membayangkan dirinya kehabisan nafas di dalam air yang terkandung garam tersebut.

"… Aku juga belum memastikan apakah Pedang Suci masih memberiku kuasanya." Ethan memandang telapak tangan ketika begumam.

Kemudian, pandangannya terarah pada mahluk berupa ular raksasa tadi. Ular itu … ia berencana mengeluarkan cairan hitam tadi lagi.

"… Sepertinya tidak ada waktu untuk ragu." Ethan membuang nafas legas, meremas jaket di dada, lalu dengan sekuat tenaga ia pun berlari menuju pembatas jembatan.

Memgambil ancang-ancang, lelaki itu melompat, dan membiarkan dirinya terjun bebas ke dalam lautan.

Dirinya menghilang untuk beberapa saat di dalam sana. Namun berikutnya—

Air di laut melonjak, dan tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang menyerupai rantai. Kemudian, rantai dari air itu pun melilit tubuh ular.

Ular raksasa tersebut cuma bisa meronta-ronta sambil mengeluarkan jeritan mengerikan karena terlilit oleh puluhan air berbentuk rantai.

Dan sekali lagi, air laut bergelombang. Pada titik bergelombangnya, Ethan muncul dari sana, diangkat oleh air hingga terlihat seperti terbang di udara.

Ethan terlempar tinggi, bahkan ia sampai melewati kepala ular raksasa. Meski begitu, lelaki tersebut terlihat sama sekali tidak mempermasalahkannya.

"… Baiklah, waktunya penghabisan!" Sambil mengangkat tangan yang diserupakan dengan pedang tinggi-tinggi, Ethan berseru lalu—

Ia mengayunkan tangannya tersebut, dan menciptakan sebuah tebasan air.

Berikutnya, bilah air tersebut membelah dua kepala ular raksasa, lalu membuatnya tenggelam di dalam laut.

Siapa di situ~? Zikake di sini~

Jangan ragu untuk berkomentar jika kalian mau. Sebisa mungkin, aku akan menanggapinya >_<

Zikakecreators' thoughts