Saat Hugo meminta tagihan, angka yang berjajar panjang pun terlihat di bill yang ia pegang. Wanita yang berhasil melihat angka itu kembali menyeringai. Ia membatin bahwa gajinya saja tidak sampai seperempat harga yang tertera di sana. Ia pun yakin kalau Hugo bahkan tidak akan mampu membayar meski hanya minumannya saja.
Tidak ada yang menyangka kalau Hugo mampu membayar tagihan itu. Orang-orang yang antre di belakang anak laki-laki itu pun ikut terkejut begitu pula dengan pelayan yang sejak tadi merendahkannya.
Hugo yang selesai membayar kini berbalik. Ia hendak melangkah menghampiri Illona, tetapi langkahnya terhenti tepat di depan wanita yang tengah mematung.
"Kalau Anda tidak bisa, bukan berarti orang lain juga tidak!" ucap Hugo penuh penekanan.
Dengan bangganya, laki-laki itu melangkah menjauh dan kembali duduk bersama Illona.
"Hugo," panggil Illona dengan berbisik. "Berapa? Apa semahal itu?" tanyanya. Illona masih teringat dengan perkataan pelayan wanita itu, meski sejak tadi ia memakan makanannya dengan lahap.
"Tidak, tenang saja. Lagi pula aku masih bisa membayarnya, jadi bukankah tidak terlalu mahal?" Hugo tersenyum lebar.
Illona mengangguk-angguk mendengar perkataan Hugo. Ia merasa apa yang dikatakan laki-laki itu benar. Lagi pula berapa uang saku seorang siswa hingga mampu membeli makanan mahal. Yah, meski bagi Illona itu bukan hal yang tidak mungkin setelah mengingat apa saja yang sudah Hugo beli.
"Apa kamu sudah kenyang? Mau lanjut jalan sekarang?" tanya Hugo yang melihat Illona sudah berhenti makan.
Illona mengangguk. "Aku sudah kenyang. Tapi, mau kita apakan sisanya ini? Bukankah sayang membuang-buang makanan?" tanya Illona polos. Ia melihat masih ada 3 menu yang belum tersentuh sama sekali.
Sebelumnya, Hugo memesan semua menu utama yang berjumlah tujuh menu. Karena keempat hidangan sudah dimakan kedua remaja itu, maka masih menyisakan tiga hidangan yang belum tersentuh sama sekali.
"Apa kamu mau membawanya pulang?" Hugo bertanya pada gadis yang duduk satu meja dengannya.
"Apa boleh aku bawa?" tanya Illona dengan polosnya.
Hugo yang mendengar pertanyaan gadis itu merasa gemas. Ia pun tertawa ringan kemudian mengangguk dan menjawab, "Tentu saja boleh. Sebentar ya aku panggilkan pelayan untuk membungkusnya."
Illona mengangguk. Setelah itu Hugo mengangkat tangannya, tidak lama kemudian seorang pelayan datang dan bertanya apa yang bisa ia bantu. Tanpa basa-basi anak laki-laki itu pun mengatakan apa yang ia perlukan.
"Baiklah, mohon ditunggu sebentar ya," ucap pelayan itu dengan ramah. Ia pun pergi dengan membawa tiga hidangan yang ada di meja.
Sembari menatap kepergian pelayan itu, Hugo mempertimbangkan apakah restoran itu masih layak dia datangi lagi atau tidak. Memang hidangan mereka lezat, tetapi karena bertemu dengan wanita yang pertama kali menyapanya, ia pun sempat tidak ingin lagi datang. Namun, saat melihat dua pelayan lain yang melayaninya, dia pun punya pertimbangan lagi karena yakin kalau yang lain memiliki sikap sopan dan profesional kecuali wanita yang di awal.
"Hugo?" panggil Illona sembari menyentuh lengan Hugo.
"Ah, i-iya!" Hugo menoleh dengan cepat. "Maaf ya ya aku justru melamun."
"Tidak apa-apa, Hugo. Memangnya apa yang mengganggumu?" tanya Illona penasaran.
"Tidak ada apa-apa, Illona. Aku hanya sedang berpikir kemana kita akan pergi selanjutnya," jawab Hugo untuk mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mungkin menjawab kalau dirinya sedang mengamati tempat karena bingung akan datang lagi atau tidak.
Wajah Illona terlihat bingung. Saat itu juga Hugo bertanya apa yang terjadi kepada gadis yang semula terlihat baik-baik saja. Tanpa ragu, Illona pun bertanya kemana mereka akan pergi dengan barang bawaan sebanyak itu. Mata gadis itu tidak berhenti menelusur ke arah tas belanjaan yang ada di sisi kanan maupun kiri mereka.
Hugo tertawa. Ia merasa apa yang dikatakan Illona memang benar. Alhasil, laki-laki itu pun berusaha mencari jalan keluar. Namun, sebelum itu dia bertanya apakah Illona ingin pulang atau lanjut berkeliling bersamanya.
Dengan malu-malu gadis itu menjawab bahwa sebenarnya ia masih ingin menghabiskan waktu bersama Hugo. Dia merasa waktu yang sudah terlewatkan sangat singkat, hingga dia pun masih ingin menikmati banyak waktu lagi bersama laki-laki yang tengah bersamanya.
Kejujuran Illona membuat Hugo merasa senang. Ia pun berkata bahwa mereka akan tetap berkeliling sampai Illona puas. Laki-laki itu kemudian mengambil ponselnya dan segera mengetik pesan yang Illona tidak tahu untuk siapa. Namun, setelah ponsel Hugo dimasukkan kembali ke dalam saku, gadis itu dengan berani bertanya siapa yang Hugo hubungi.
Karena merasa kalimatnya terlalu ikut campur, gadis itu pun dengan panik segera melambaikan tangannya sejajar dengan dada. Ia meminta maaf dan berkata bahwa dirinya takut kalau Hugo dicari orang rumah. Jadi, dia menjelaskan kau pertanyaannya hanya untuk memastikan apakah ketakutannya benar atau tidak.
Dengan lembut Hugo tertawa dan tersenyum secara bergantian. Dia pun memberitahu Illona bahwa yang baru saja ia hubungi adalah Andre.
"Andre? Kenapa?" tanya Illona penasaran.
"Dia adalah solusi dari masalah kita." Laki-laki itu terkekeh hingga membuat Illona kebingungan.
Setelah makanan mereka datang Illona dan Hugo dengan kompak mengucapkan terima kasih. Setelah itu Illona pun hendak berdiri dan mengajak Hugo melanjutkan perjalanan. Namun, laki-laki itu meminta Illona untuk kembali duduk. Hal itu pun membuat sang gadis kebingungan.
Tanpa penjelasan, Hugo hanya meminta Illona menunggu. Gadis itu pun menurutinya meski ia terus menatap Hugo dengan penasaran.
Karena menyadari arti tatapan itu, Hugo pun mulai membuka pembicaraan dan membuat gadis itu terhanyut dalam perbincangan mereka. Sesekali suara tawa Illona juga terdengar, karena obrolan yang begitu asyik baginya.
Sayangnya, perbincangan itu harus tiba-tiba terhenti saat suara bising terdengar dari sudut restoran. Kedua remaja itu pun kompak menoleh dan mendapati pelayan yang tadi tidak sopan pada mereka tengah dimarahi oleh seseorang yang Illona dan Hugo duga sebagai manager restoran.
"Apa tidak masalah dimarahi di depan umum begitu?" gumam Illona.
"Entahlah. Mungkin managernya sudah tahu apa yang terjadi," sahut Hugo. Illona pun menatap laki-laki itu karena terkejut mendengar Hugo menjawab gumamannya.
"Sudah, biarkan saja," ucap Hugo lagi. Illona mengangguk dan mereka pun kembali berbincang. Namun, perbincangan itu lagi-lagi terhenti saat ada suara yang tidak asing menyapa kedua remaja itu.
"Andre?" ucap Illona. Gadis yang semula menatap Andre, dengan cepat menatap ke arah Hugo.
"Hai, Illona!" sapa Andre. "Jadi, apa kamu memintaku datang hanya untuk melihat kalian kencan?" tanya Andre sembari menatap tajam ke arah Hugo.
Illona yang mendengar pertanyaan Andre tersenyum karena mendengar kata 'kencan'. Sedangkan Hugo, dia tersenyum sembari menggeleng menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"Tentu saja bukan. Apa kamu pikir aku tega membuatmu melihat kami berkencan?"
Antre sedikit kesal dengan perkataan sahabatnya itu, karena dia memahami maksud Hugo yang sedang mengejeknya kalau dirinya tidak memiliki kekasih. Namun, saat dia sedang kesal, di sisi lain justru ada seseorang yang sedang berbunga-bunga. Meski tahu Hugo hanya bercanda, tetapi kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu membuat Illona tersenyum senang.