webnovel

The Sexy Woman

“Aku hamil!” Setelah mengatakan hal itu, Illona yang duduk di bangku sekolah menengah atas ditinggalkan begitu saja oleh sang kekasih. Gadis yang hidup sebatang kara, tidak bisa menghubungi kekasihnya yang sudah hampir sepekan tidak berangkat ke sekolah. Ia merasa bingung dan khawatir jika ada orang lain yang mengetahui keadaannya. Tidak lama setelah itu, kehamilannya terungkap. Para siswa di sekolah bergantian merundung Illona karena apa yang ia alami. Gadis itu tidak kuat menahan semua hinaan yang didapatnya, hingga akhirnya dia memilih tidak pergi ke sekolah dan berhenti tanpa prosedur yang seharusnya. Meski begitu, Illona memutuskan untuk melahirkan buah hatinya. Namun, karena sang anak yang sudah tumbuh besar sangat mirip dengan kekasihnya, dia pun mulai menjadikan anak itu sebagai sasaran amarahnya. Lalu, bagaimana hubungan Illona dengan sang anak? Akankah dia bertemu lagi dengan pria yang menjadi ayah dari anaknya itu?'

MahinaAi · Urban
Not enough ratings
270 Chs

Masih Ada Orang Baik

Pelayan itu sama terkejutnya dengan Illona. Ia bahkan hendak berteriak kepada anak laki-laki yang sudah duduk tanpa dipilihkan meja terlebih dahulu. Namun, belum sampai wanita itu mengeluarkan suaranya, Hugo terlebih dahulu meneriaki Illona untuk melangkah ke arahnya.

Suara Hugo yang cukup keras, membuat pengunjung lain serta pelayan lain menoleh ke arahnya. Mereka yang penasaran dengan keributan yang dibuat, masih terus menatap anak laki-laki itu untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Pelayan!" teriak Hugo sembari mengangkat tangan.

Seorang pelayan pria segera menghampiri Hugo. Dia bertanya dengan ramah apa yang diperlukan oleh anak itu.

Berbeda dengan sikap wanita sebelumnya, Hugo pun menghargai kesopanan pelayan pria itu. "Saya ingin menu," ucap Hugo.

Pelayan itu pun segera menuruti permintaan Hugo. Dia pergi sejenak untuk mengambil buku menu. Di lain sisi, Illona dan pelayan wanita itu bersamaan menghampiri Hugo. Dengan penuh percaya diri pelayan itu berkata dengan cukup keras hingga membuat beberapa orang mendengarnya.

"Dasar anak keras kepala! Ya sudah, yang penting aku sudah mengingatkanmu. Rasakan saja rasa malumu sebentar lagi." Dengan penuh percaya diri pelayan itu mengatakannya sembari melipat kedua tangannya di perut.

Pelayan yang datang dengan membawa buku menu sontak meneriaki wanita itu. Dia memintanya untuk sopan terhadap pelanggan. Namun, wanita itu tidak mendengarkannya, karena ia justru meminta pelayan pria itu untuk mengingat-ingat apa yang terjadi kalau para remaja bersikap sombong dan datang ke tempat mereka.

Meski dengan alasan itu sang pria teringat bahwa banyak remaja yang berujung tidak bisa membayar, tetapi baginya tidak baik untuk berpikiran buruk terlebih dahulu. Apalagi sampai berkata yang tidak pantas begitu. Selain menyalahi aturan tempat mereka bekerja, kata-kata yang wanita itu lontarkan juga terdengar tidak enak jika sampai ke telinga pelanggan lain.

"Sudahlah Kak, Kakak tidak perlu berbicara dengan orang seperti ini. Dia tidak akan paham apa itu kesopanan." Hugo menatap ke arah pria tersebut.

Kedua pelayan yang berdiri dengan jarak sekitar setelah meter dari meja yang Illona dan Hugo tempati, dengan kompak menatap anak laki-laki itu. Pelayan pria tidak lama kemudian tersenyum samar, sedangkan pelayan wanita terlihat geram karena mendengar kata-kata Hugo.

"Oh iya, Kak, dari sini sampai sini, saya memesan satu porsi setiap menunya dan untuk minuman ini dan ini." Hugo kemudian memberikan buku menu itu kepada Illona. "Pilihlah minuman apa yang kamu inginkan, untuk makanan aku sudah memesan semua, jadi kamu nanti bisa memilihnya langsung," imbuh Hugo.

Illona menganga. Namun, gadis itu segera menuruti permintaan Hugo karena dia tidak mau semakin banyak mata yang memandang ke arah mereka. Illona pun segera memesan segelas jus, karena dia tidak tahu ingin minum apa setelah melihat banyak menu yang terpampang di depan matanya.

Beberapa orang yang masih menatap mereka ikut terkejut dengan menu yang dipilih Hugo. Meski tidak tahu lebih tepatnya apa yang Hugo pesan, tetapi mereka sama-sama mengetahui kalau satu mangkuk nasi di tempat itu pun terbilang sangat mahal.

Pelayan wanita yang masih melipat tangannya di depan perut menyeringai. Iya penasaran bagaimana jadinya setelah kedua remaja itu selesai makan. Dia rasanya sudah tidak sabar untuk menertawakan kesombongan Hugo, karena anak laki-laki itu memilih banyak menu tanpa melihat harganya terlebih dahulu.

"Dik, apa kamu yakin ingin memesan semua ini? Maaf, bukannya ingin meragukan kalian, tapi—."

"Iya, aku tahu apa yang Kakak pikirkan. Tenang saja, ketakutan Kakak tidak akan terjadi," ucap Hugo dengan penuh percaya diri setelah memotong perkataan pelayan pria tersebut.

Setelah menghela napas panjang, pelayan pria tersebut mengangguk. Ia kemudian berkata, " Baik! Mohon ditunggu sebentar, kami akan mempersiapkan pesanan adik-adik."

Sikap profesional pelayan tersebut kembali muncul. Terlihat jelas bahwa ia percaya dengan apa yang dikatakan Hugo. Hal itu pun membuat laki-laki yang tengah duduk sembari menatap kepergiannya tersenyum senang karena masih ada orang yang bisa bersikap profesional di tengah orang yang tidak tahu sopan santun.

Setelah menunggu hampir dua puluh menit, pesanan Hugo pun sudah tersaji di meja yang berukuran cukup besar. Meja yang dipenuhi dengan berbagai jenis makanan membuat beberapa orang menatap kagum, begitu juga dengan Illona yang tidak mengalihkan pandangan dari hidangan tersebut.

Melihat hal itu, Hugo tersenyum senang. Ia kemudian berkata, "Pilihlah makanan yang kamu inginkan."

"Benarkah? Apa aku boleh memakan semua ini?" Mata Illona tidak beralih meski ia sedang berbincang dengan Hugo.

"Tentu saja, kamu bahkan boleh memesan menu lain jika ada yang kamu inginkan," sahut Hugo.

"Ti-tidak! Ini sudah sangat cukup!" Illona melambai-lambaikan kedua tangannya sejajar dengan dada. "Baiklah Selamat makan!" imbuh gadis yang sudah tidak sabar untuk makan.

"Selamat makan, Illona!"

Kedua remaja itu pun menikmati pesanan yang sudah tersaji. Illona bahkan benar-benar terlihat puas sehingga hal itu membuat Hugo ikut puas karena ia merasa tidak salah memilih semua menu itu.

Di sudut restoran itu, pelayan wanita yang tadi merendahkan kedua remaja yang tengah menikmati hidangan, masih menatap tajam sembari tidak sabar menunggu mereka menghabiskan makanannya. Hal itu dikarenakan dia ingin melihat bagaimana alasan Hugo untuk menolak membayar.

Saat wanita tersebut tengah sibuk mengamati, pria yang tadi melayani Hugo, datang menghampirinya. Ia menegur wanita itu meski selama ini tidak ada yang berani melakukannya karena wanita tersebut satu-satunya senior yang sudah lama bekerja di tempat itu.

Rasa kesal karena telah ditegur membuat wanita itu semakin menjadi-jadi. Namun, ia seketika mengabaikan pria yang menegurnya karena dirinya melihat Hugo yang sudah selesai makan dan hendak pergi membayar.

"Sudah! Sudah! Awas menyingkir, aku ingin melihat bagaimana bocah sombong itu mencari alasan untuk tidak membayar."

"Kak, sudahlah, jangan mencari masalah lagi!"

Wanita itu tidak menggubris kata-kata pria yang masih berdiri di tempatnya. Ia hanya berdecak kesal dan menganggap pria itu terlalu banyak bicara. Ia bahkan mengatakan pada dirinya sendiri kalau seharusnya dia tidak tidak dengarkan pria cerewet sepertinya.

Kini wanita yang sudah berjalan mendekat ke arah Hugo, mulai membuka mulut. Ia bertanya bagaimana caranya Hugo membayar. Karena seharusnya, anak itu hanya perlu memanggil pelayan dan meminta bill. Namun, karena Hugo datang sendiri ke kasir, wanita itu percaya bahwa anak laki-laki tersebut benar-benar tidak pernah masuk ke restoran bintang lima.

Padahal, Hugo mendatangi kasir karena dia tidak mau Illona melihat harga asli makanan yang sudah dipesannya. Dia tidak mau gadis itu merasa bersalah hanya karena harga sebuah hidangan. Namun, tujuan utamanya adalah karena dia ingin membungkam mulut pelayan yang tidak tahu sopan santun itu.

Sebab Hugo tahu, kalau hanya bill yang datang ke mejanya, pelayan itu tidak bisa menghampirinya. Namun, berbeda jika masih di areal jangkauan para pegawai.