webnovel

The Alchemists: Cinta Abadi

Finland adalah gadis paling kesepian di dunia, yang harus berani menghadapi dunia yang sulit di Singapura sendirian setelah lulus dari universitas dengan beasiswa. Setelah dibesarkan sebagai anak yatim dalam kemiskinan di pinggiran Jakarta dan selalu dibully gadis-gadis kaya di sekolahnya, ia sangat kuat membentengi dirinya agar tidak disakiti oleh orang lain. Secara kebetulan, Finland bertemu Caspar, seorang alchemist generasi kedua yang telah hidup selama 438 tahun dan sebenarnya abadi. Caspar telah menumpuk kekayaan, pengetahuan, dan kesempurnaan di dalam hidupnya (yang sangat panjang). Ia tidak pernah jatuh cinta dan bergonta-ganti kekasih sebulan sekali, sampai akhirnya karma membalas Caspar ketika dia bertemu satu-satunya gadis yang tidak peduli pada ketampanannya dan kekayaannya yang luar biasa, dan pada gilirannya membuatnya jatuh cinta setengah mati. Copyright: @2019 Missrealitybites *** Follow FB Page "Missrealitybites" untuk ngobrol dengan saya tentang novel-novel saya: 1. The Alchemists 2. Kisah Cinta Ludwina & Andrea 3. Katerina 4. Glass Heart : Kojiro - Nana 5. 1912-1932 6. Altair & Vega 7. Pangeran Yang Dikutuk 8. Finding Stardust / Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang Lihat visual novel ini di Instagram @casparthealchemist Instagram @missrealitybites

Missrealitybites · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
1144 Chs

Finland Makela

Finland segera pindah dari Rose Mansion keesokan harinya setelah ia membayar biaya sewa dan deposit. Apartemen barunya sudah berisi perabotan lengkap dan ia hanya perlu membawa pakaian.

Ia tercenung melihat kamarnya dan Caspar serta seisi rumah yang dipenuhi banyak kenangan itu dan tanpa dapat ditahan lagi air matanya pun mengalir deras.

"Nyonya, saya diminta untuk mengantar Anda kemana pun Anda perlukan." Ben sudah muncul di pintu ketika Finland menurunkan koper-kopernya dengan dibantu John.

"Terima kasih, Ben, tapi aku sudah memesan mobil Grab." Finland tidak akan membiarkan Caspar mengetahui tempat tinggalnya yang baru lewat Ben. "Aku sudah bukan nyonya rumah lagi. Kau tidak usah menggunakan formalitas."

Ben tampak ikut tertekan melihat keadaan kedua majikannya sekarang. Ms. Law, Kathrin dan John juga terlihat sedih.

"Tuan tidak bersalah..." kata Ben.

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri apa yang terjadi, kau tidak ada di sana, Ben..." Finland menggeleng-geleng dengan rahang yang mengeras. Ia masih tak dapat melupakan peristiwa itu.

Setiap malam ia bermimpi buruk dan adegan demi adegan seakan diputar ulang dalam tidurnya, ketika Famke datang menerobos masuk, memukuli, dan menembak Jean, dan kemudian mengatakan dengan tegas bahwa Caspar yang memerintahkannya. Famke tetap tidak mengubah ceritanya bahkan walaupun ia terancam kematian.

Kalau memang bukan Caspar yang memerintahkan Famke membunuh Jean, mengapa Famke mati-matian tidak mengakuinya? Siapa orang yang rela mati demi kebohongan? Ini tidak masuk akal...

Finland tahu Caspar selalu mencemburui kedekatannya dengan Jean, walaupun ia sudah lelah menjelaskan bahwa baginya Jean sudah seperti keluarganya sendiri. Jean bagi Finland adalah ayah, kakak, dan sahabatnya yang selama 4,5 tahun ini selalu membantunya tanpa pamrih...

Ia bahkan rela mencari ayah kandung Finland dengan mengirimi surat satu persatu ke semua orang yang memiliki nama keluarga Makela di Finlandia. Ia juga dengan tulus mengharapkan kebahagiaan Finland bersama Caspar setelah tahu mereka menikah...

Finland tidak pernah dapat membalas kebaikan Jean kepadanya... malah menyebabkan ia meregang nyawa akibat kecemburuan suaminya. Ini membuat Finland merasa sangat bersalah...

Ia menyesali keputusannya yang mau menikah dengan Caspar begitu cepat. Pemuda sempurna itu memikatnya hingga ia tak menggunakan akal sehat yang biasanya ia sangat teguh dipegangnya.

Ia sudah tahu kalau seseorang terlihat sempurna, pasti ia memiliki kekurangan fatal yang tersembunyi... tetapi ia tidak mempedulikannya dan terlena oleh pesona, ketampanan, kekayaan, dan semua kelebihan Caspar... dan bersedia menikah dengannya walaupun mereka baru kenal 6 bulan.

Ternyata ada begitu banyak hal yang ia tak dapat membiasakan diri, ada hal-hal yang hingga kini tak dapat ia terima.

Bukan seperti ini hidup yang ia inginkan. Ia tak rela harus mencabut ingatan Jean yang telah sangat baik kepadanya selama ini... Lebih baik ia dihukum daripada menjadi sahabat yang tidak tahu terima kasih.

Tetapi ia sama sekali tak menyangka ia akan dihukum dengan kematian Jean.

Belum ada kabar apakah Jean selamat atau tidak karena ia belum juga sadar dari koma. Hal ini membuat Finland sangat stress dan kehilangan berat badan drastis. Dalam waktu seminggu saja ia telah terlihat sangat kurus dan kuyu.

Finland meninggalkan Rose Mansion dengan wajah berlinangan air mata ketika mobil Grab yang dipesannya tiba. Sebuah Maybach hitam masuk ke pekarangan setelah mobil Grab itu menghilang dan Caspar keluar dari mobil dengan pandangan muram, diikuti oleh Jadeith.

"Paman harus pergi sekarang," kata Jadeith. "Semakin lama Anda di Singapura, para pembunuh dari keluarga Meier bisa mengejar Anda."

"Aku tidak bisa membiarkan Finland di sini sendirian," kata Caspar dengan suara pelan.

"Justru perpisahan kalian di bandara itu sudah menyebar di kalangan kita. Orang-orang menganggap kalian sudah berpisah karena apa yang terjadi pada Jean, Nyonya sekarang tidak lagi menjadi target. Paman harus memikirkan diri sendiri." Jadeith berkeras, "Sebaiknya kita tunggu suasana menjadi tenang dan mengambil langkah selanjutnya."

Caspar tidak menjawab, tetapi akhirnya ia mengangguk dan memberi tanda kepada para stafnya agar berkumpul di ruang tamu dan memberikan pesan terakhirnya.

"Aku ada keperluan mendesak dan tak bisa kembali ke Singapura untuk waktu yang lama. Kalian jaga rumah ini baik-baik. Stanis akan tetap berhubungan dengan kalian."

Ms. Law, Kathrin dan John tampak sangat tertekan. Mereka sudah mendengar apa yang terjadi dari Ben, tetapi mendengar langsung dari Caspar bahwa ia harus pergi membuat mereka lebih sedih. Apalagi baru saja Finland juga sudah meninggalkan Rose Mansion.

***

Finland banyak melamun di kantor. Ketika ia baru masuk kantor setelah pulang dari cuti satu bulan, teman-temannya satu departemen segera merubungnya dan meminta informasi apa yang sebenarnya terjadi dengan Jean. Dengan susah payah ia menghindar dan berusaha menahan diri agar tidak menangis. Sampai kini ia tidak tahu bagaimana keadaan Jean. Perasaan tidak berdaya itu membuatnya sangat tertekan.

[Katia... maaf aku mengganggumu. Aku mau tanya apakah kau punya nomor telepon manajernya atau agennya Jean?]

Ia tak menghubungi Caspar untuk meminta informasi, walaupun terpaksa. Ia lebih baik menghubungi Katia yang diketahuinya memiliki koneksi di dunia hiburan.

Satu menit kemudian Katia meneleponnya.

"Oh, Finland, aku sudah mendengar apa yang terjadi dengan Jean. Aku ikut berduka...." Suara Katia terdengar prihatin. "Aku tidak menyangka Caspar akan berbuat sejauh itu..."

"Apa yang kau ketahui?" tanya Finland dengan suara bergetar.

"Aku mengenali wajah Famke di berita-berita. Aku tahu ia pengawal Caspar yang paling ia percayai... dan aku segera mengambil kesimpulan kalau ia disuruh Caspar untuk menyerang Jean." Katia menghela napas panjang, "Aku bersamanya selama 50 tahun tapi aku tak pernah menduga ia akan senekat itu. Kurasa dia memang sangat mencintaimu."

Finland mengatupkan rahangnya dengan keras.

Aku tidak butuh dicintai seperti itu, pikirnya sedih.

"Aku perlu nomor kontak orang yang bisa memberiku akses ke Jean. Aku ingin tahu kondisinya. Nomor teleponnya sudah tidak aktif." Finland berusaha menyampaikan maksudnya dengan cepat. Ia tak mau berlama-lama bicara dengan Katia.

"Hmm.. aku tidak punya nomor telepon agennya, tapi aku bisa cari tahu. Nanti aku kirimkan."

"Terima kasih."

Katia menepati janjinya dan memberikan nomor telepon agen Jean kepada Finland keesokan harinya.

[Hallo selamat siang, namaku Finland, aku adalah sahabat Jean di Singapura. Bagaimana keadaannya sekarang?]

SMS-nya tidak dibalas. Akhirnya Finland terpaksa menelepon nomor Prancis itu dengan pikiran kalut. Mungkin nomornya salah.

"Hallo..."

"Dengan siapa ini?" tanya suara di ujung sana.

"Ini sahabatnya Jean."

"Maaf, aku tidak percaya. Kau adalah orang kesekian yang mengaku-ngaku kenal dengan Jean. Ia masih koma dan tidak membutuhkan gangguan dari pengejar berita."

Telepon ditutup.

Finland dengan putus asa berusaha terus menelepon tetapi teleponnya tidak diangkat. Ia hanya bisa menangis dan membanting ponselnya.

Oh Jean... bangunlah... Aku sangat kuatir. Tak seorang pun mau memberitahuku bagaimana keadaanmu...

***

Finland memutuskan menyewa pengacara untuk membantunya mengganti nama di pengadilan dan menambahkan nama belakang Makela di semua dokumennya.

Setelah akhirnya mengetahui kabar ayahnya, dan merasakan ikatan batin dengannya lewat buku catatannya, ia merasa harus menggunakan nama belakang ayahnya. Ia ingin mengenakan nama ayahnya dengan bangga, karena sekarang ia telah mengetahui bahwa ayahnya sangat menyayanginya dan ibunya. Mengganti namanya juga akan membuat Finland lebih mudah menyembunyikan diri.

Dengan paspor baru menggunakan nama Finland Makela, ia mulai mengurus visa kerja dan relokasi ke Amerika. Tony yang mengerti bahwa Finland sedang menghadapi masa sulit berusaha mempermudah segala sesuatu agar gadis itu tidak tambah stress.

Ia sudah menduga bahwa Finland berubah pikiran dan menerima tawarannya untuk pindah ke Amerika karena apa yang terjadi pada Jean. Ia tidak mau banyak bertanya untuk saat ini. Ia sudah senang karena Finland mau mengikutinya. Nanti setelah situasi menjadi tenang ia akan menanyakan apa yang perlu ditanyakan.

[Bagaimana keadaanmu?]

SMS dari Caspar masuk ketika Finland sedang muntah-muntah di kamar mandi apartemennya. Ia tidak terlihat seperti perempuan yang sedang hamil 4 bulan karena tubuhnya kurus sekali.

Keadaanku buruk, pikir Finland getir. Ia tidak pernah membalas SMS Caspar.

Sebelum Jean bangun, ia masih tak dapat memaafkan apa yang terjadi. Sudah tiga bulan berlalu dan kabar terakhir yang didapatnya adalah Jean masih koma dan sudah dirawat di sanatorium. Kemungkinannya untuk bangun sangat kecil.

Caspar pasti juga berbohong saat mengatakan bahwa ia memberikan ramuan abadi kepada Jean, pikirnya. Kalau benar... mengapa sampai sekarang Jean tidak juga bangun? Bukankah tubuh orang Alchemist memilliki sel-sel yang sempurna? Tidak mungkin Jean terus begini kalau memang ia sudah diberikan ramuan itu...

Memikirkan ini semua Finland tambah merasa menyesal telah terpikat oleh Caspar dan tidak mendengarkan akal sehatnya. Seharusnya ia menunggu sampai mereka benar-benar saling mengenal... Waktu 6 bulan itu terlalu cepat.

Kini ia tidak tahu apa yang dapat dia percayai. Jean sudah menjadi korban kebodohannya dan saat ini Finland mulai belajar untuk merelakannya pergi...

Sekarang ia sungguh tidak punya siapa-siapa lagi. Ayahnya telah meninggal sebelum ia dilahirkan, Jean juga sekarang di ambang kematian. Laki-laki yang dicintainya ternyata pembohong dan kemungkinan justru menjadi otak di belakang penyerangan Jean...

Mungkin Finland memang ditakdirkan untuk selalu hidup sendiri dan membela dirinya sendiri. Ia tak akan lagi mengandalkan orang lain. Sudah cukup ia membuka hati...

Ia akhirnya membuka hati kepada Jean sebagai sahabat dan keluarganya, dan Jean direnggut darinya dengan begitu keji...

Ia akhirnya membuka hati dan mencintai Caspar, tetapi pemuda itu justru melanggar kepercayaannya dan merenggut Jean darinya karena cemburu...

Untuk apa jatuh cinta kalau sakitnya begini perih?

Finland memutuskan akan menutup hatinya rapat-rapat dan tidak akan membukanya lagi untuk siapa pun.

Semoga bab ini bisa memberikan gambaran kenapa Finland susah sekali memaafkan Caspar dan lebih memilih untuk hidup sendiri.

Kita sebagai pembaca tahu bahwa Famke itu jahat, dan memfitnah Caspar, tapi Finland yang melihat sendiri Famke berkeras bahwa ia dikirim Caspar tentu tidak tahu mana yang harus dia percayai. Apalagi memang Caspar jelas-jelas selalu cemburuan sama Jean.

Mungkin kalau Jean bangun, Finland bisa percaya bahwa Caspar memang menyelamatkannya dan tidak menginginkan Jean mati.

Missrealitybitescreators' thoughts