webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
99 Chs

Bab 66, Tragedi Yang Tak Ada Habisnya

Beredar sebuah video yang mempertontonkan aksi penyanderaan Masinis dan Petugas Kereta Api Nassau-Dietz yang oleh dua orang bersenjata. Video tersebut dilakukan dalam siaran secara langsung dan beredar dengan cepat di internet. Para penumpang yang ada di kelima gerbong tengah disuguhkan video penyanderaan tersebut.

"Kami dari Front Saxon menuntut uang tebusan senilai satu juta dollar Mark demi terbebasnya Kereta Api Nassau-Dietz yang telah kami kepung dan kami bajak. Jika sampai terbitnya matahari uang tebusan belum datang. Jangan salahkan kami jika akan ada banjir darah di sini."

Setiap pintu gerbong kereta api terbuka dan setiap gerbong kereta api dimasuki oleh setiap orang bersenjata berat dengan perlengkapan militer yang lengkap. Mereka mengenakan armor yang lengkap, bersenjatakan senapan serbu M-16, dan menggunakan kacamata penglihatan malam.

"Angkat tangan kalian dan taruh di belakang leher!" perintah salah seorang anggota Front Saxon yang berada di gerbong dua, tempat di mana Simone, dan yang lainnya berada.

Mereka mengangkat kedua tangan mereka dan menaruhnya di belakang leher.

Milisi Front Saxon berjalan di antara mereka sambil menenteng senjatanya. Ketika mereka melewati tempat di mana Simone duduk bersama ketiga Mahasiswa. Dorota langsung berdiri dan menggigit leher musuhnya dan mencabik lehernya. Orang itu langsung tewas seketika kehabisan darah.

Dorota menyita senapan serbu M-16 beserta amunisinya.

"Kalau kita diam saja, kita akan dibunuh," kata Dorota.

Silviastein bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke arah gerbong lainnya. "Aku mau ke toilet," katanya dengan nada dingin.

Silviastein membuka pintu gerbong dengan keras dan pergi ke gerbong sebelahnya.

"Woy, angkat tanganmu," perintah seorang milisi Front Saxon.

Silviastein tetap berjalan tanpa mempedulikan orang itu. Dia mencekik leher Orang itu dan langsung mencabut lehernya dari tubuhnya. Darah mengalir dnegan deras membasahi lantai gerbong tersebut.

Sementara di tengah hutan. Sebuah mobil terbakar dan beberapa anggota tim penyelamat dari Pos Harztor tergeletak di sana dengan tubuh mereka yang termutilasi. Beberapa anggota Front Saxon telah membantai mereka secara keji.

"Ada keributan apa?" tanya Luis.

"Seorang werewolf dan seorang vampir telah melakukan perlawanan," kata Eraric. "Mereka berani juga untuk melawan kita."

Luis menghubungi rekan-rekannya yang ada di luar Kereta. "Gerbong dua dan gerbong tiga telah dikuasai oleh vampir dan werewolf. Bunuh mereka semua beserta seluruh para penumpang."

"Baiklah, Luis."

Simone merasakan kehadiran musuh yang tengah bersiap untuk melakukan pembantaian, "Semuanya, menunduk!" teriaknya.

Dari luar, para milisi Front Saxony mengarahkan senapan sniper rifle tipe Barrett MRAD ke arah gerbong. Mereka menarik pelatuk mereka dan melakukan pembantaian terhadap para penumpang di gebrong dua dan gerbong tiga.

Orang-orang yang terdiam dan tidak sempat mengikuti instruksi Simone menjadi sasaran empuk para Sniper. Dorota bersembunyi di dekat pintu gerbong. Dia hanya bisa terdiam ketika melihat belasan orang menjadi korban pembantaian. Sedangkan Simone menunduk seraya memeluk Christine untuk melindunginya dari tembakan para Sniper. Sebuah peluru menembus pundak bagian kanan Simone.

"Kau tidak apa-apa, Countess Simone?" tanya Christine yang terlihat sangat khawatir.

"Aku baik-baik saja dan luka ini akan cepat sembuh dengan sendirinya," jawab Simone.

Simone dan Christine bersembunyi di dekat pintu gerbong. Sementara Silviastein, tengah melindungi anak-anak dari pembantaian para Sniper di gerbong tiga. Anak-anak menangis dan berteriak ketika orang tua mereka menjadi korban pembantaian.

Aksi pembantaian itu berhenti, di mana total ada sekitar empat puluh satu orang meninggal dibantai oleh para Sniper Front Saxony, sementara beberapanya mengalami luka-luka.

"Kenapa kau melindungiku, Countess Simone?" tanya Christine yang wajahnya berlinang air mata.

"Aku hanya ingin bertindak layaknya seorang ibu," jawab Simone yang tersenyum lembut menatap Christine.

Eraric dan Luis tengah menganiaya Torsten dan Dariusz sebagai respon atas serangan terhadap kedua rekan mereka.

"Rasakanlah ini, keparat!" teriak Eraric yang menendang perut Torsten dengan keras.

Torsten dan Dariusz hanya bisa pasrah ketika mereka menjadi samsak hidup dari kedua milisi Front Saxon tersebut.

Simone mengerahkan kekuatannya, di mana dia memunculkan sebuah kabut berwarna hijau yang begitu tebal dan dingin. Para milisi Front Saxon terlihat bingung akan kemunculan kabut yang begitu tebal. Terlebih, kabut ini berbeda dengan kabut seperti biasanya. Sekeras apapun mereka berteriak, mereka merasa kabut ini seperti meredam suaranya.

Simone berlari dengan cepat keluar dari gerbongnya. Dia membuat berbagai macam tombak es dengan kemampuannya sebagai seorang wizard dan melemparkan tombak-tombak es tersebut ke arah musuhnya yang tengah dikecoh oleh kabut yang begitu tebal. Para milisi berjatuhan setelah Simone melemparkan tombak-tombak es yang dia buat, mengingat tombak-tobak es yang Simone lemparkan tidak menembus tubuh musuhnya melainkan akan meledak dan ledakannya akan langsung membekukan musuhnya menjadi orang-orang yang terjebak di sebuah balok es yang dipenuhi dengan simbol-simbol aneh.

"Dengan begini, mereka akan tersegel selama satu minggu, mengingat sudah lama aku tidak menggunakan kemampuan yang ini sebagai seorang Wizard."

Silviastein berjalan menuju ke arah gerbong satu untuk menyusul Dorota. Sementara di gerbong empat dan lima, para milisi Front Saxon sudah dilumpuhkan oleh para penumpang kereta. Mereka memberikan perlawanan yang sengit dan membunuh lalu menyita senjata milisi yang menguasai gerbong empat dan lima.

Silviastein tersenyum bahagia ketika melihat Dorota telah melumpuhkan musuh yang menguasai gerbong satu.

"Kabut ini memudahkanku untuk mengalahkan orang ini," kata Dorota kepada Silviastein.

Luis menatap Eraric, "Bagaimana ini, Eraric?! Seluruh teman kita sudah dikalahkan, dan hanya kita berdua."

Eraric menusuk jantung Luis dan mencabut jantungnya. "Aku hanya perlu memanggil Dark Young of Shub-Niggurath." Eraric membuka sebuah gulungan kertas berwarna hitam dengan berbagai macam simbol-simbol setan berwarna merah menyala. Dia menaruh jantung Luis di atas kertas gulungan tersebut dan melantunkan sebuah mantera yang berbunyi, "Iä! Shub-Niggurath! Iä! Shub-Niggurath! Kambing hitam dari kayu dengan seribu Anak!"

Orang-orang dari Ras Manusia di kawasan rel kereta api berteriak dengan suara yang keras dan tubuh mereka berjatuhan setelah nyawa mereka keluar dari tubuhnya menuju ke langit yang gelap. Simone, Dorota, dan Silviastein hanya bisa terdiam menatap arwah-arwah yang keluar dari tubuhnya, seolah-olah ditarik secara paksa dalam keadaan yang menyakitkan.

Dorota dan Silviastein berjalan keluar menghampiri Simone yang tengah berdiri mematung sambil menatap langit.

Dari arah lokomotif kereta api Nassau-Dietz terjadi sebuah ledakan yang cukup besar dan dari sana muncul sesosok monster yang mengerikan dengan kaki berjumlah lima dan tubuh yang dipenuhi dengan banyaknya tentakel yang mana pada setiap tentakelnya ada beberapa mulut dengan gigi taring yang tajam.

Dark Young of Shub-Niggurath telah muncul untuk membawa petaka. Suaranya terdengar cukup mengerikan layaknya seekor kambing yang tengah kelaparan. Di atas Dark Young of Shub-Niggurath berdiri seorang Vampir berkepala botak yang bernama Eraric Sarkis Karmarian.

"Rupanya kalian bertiga masih hidup, mengingat kalian bukanlah manusia. Butuh banyak pengorbanan untuk memanggil Dark Young of Shub-Niggurath dan pengorbanan ini sesuai."

"Bajingan kau, vampir sialan!" teriak Silviastein yang marah melihat banyaknya orang yang mati.

"Jangan-jangan Christine juga telah mati," kata Dorota dengan ekspresi wajahnya yang kaget. "Iya, benar. Christine telah mati. Aku tidak mendengar adanya detak jantungnya," sambungnya dengan nada yang sedih.

Eraric tertawa puas menatap rendah ketiga orang berbeda ras yang masih hidup.

"Ini adalah akhir yang buruk bagi kita semua," kata Eraric tertawa jahat.

Beberapa buah rudal meluncur dengan sangat cepat ke arah Dark Young of Shub-Niggurath dan menghantam tubuhnya yang berukuran besar. Eraric langsung tewas terbakar, sementara Dark Young of Shub-Niggurath itu mengalami luka berat.

Di udara tiga unit pesawat tempur Su-35 tengah terbang di udara dengan formasi yang terpisah. Ketiga pesawat tempur itu menembakkan rudal-rudal mereka untuk menghancurkan Dark Young of Shub-Niggurath.

Simone, Dororta, dan Silviastein hanya bisa menatap Dark Young of Shub-Niggurath yang dibombardir secara membabi buta oleh sebuah Squadron dari Angkatan Udara Prussia atau Prussian Luftwaffe. Tubuh besar yang menyeramkan dari Dark Young of Shub-Niggurath langsung jatuh ke tanah dengan tubuh yang terbakar oleh api dari bom fosfor yang digunakan oleh squadron tersebut.

Mereka bertiga berjalan memasuki setiap gerbong kereta api yang dipenuhi dengan jasad-jasad dari orang-orang yang tidak berdosa (Penumpang Kereta Api). Dorota dan Silviatein menghampiri dan memeluk tubuh Christine yang sudah tidak lagi bernyawa. Kedua Mahasiswa itu menangis dengan suara yang keras akan kepergian dari sahabat yang mereka cintai.

Simone berjalan menghampiri kedua perempuan itu dan memeluknya layaknya anaknya sendiri.

.

.

Simone, Dorota, dan Silviastein tengah sibuk menaruh ratusan jasad penumpang dari kereta api Nassau-Dietz. Mereka bertiga membariskan jasad-jasad tersebut di pinggir rel kereta api. Tanpa mereka sadari, waktu sudah memasuki pukul tujuh pagi dan matahari mulai menyinari bumi.

Puluhan kendaraan militer berjalan melintasi Kota Harztor dan berjalan menuju ke kawasan Hutan Dreitälerblick.

"Tragedi ini benar-benar tidak ada habisnya. Setelah tragedi penembakan di Den Haag, kini tragedi pembajakan Kereta Api Nassau-Dietz yang membunuh cukup banyak orang," kata Matthias Albert dengan ekspresi wajah datarnya. "Tragedi ini seperti sebuah kartu domino yang berjatuhan."

"Pelaku penembakan di Den Haag ada hubungannya dengan Front Saxon, salah satu Kelompok radikal yang berideologi 'Supremasi Kulit Putih,' Okultisme dan 'Ultranasionalis Jerman'. Kalau kau bukan Jerman, tidak bermata biru, tidak berkulit putih, dan tidak berambut pirang. Maka kau adalah binatang! Itu adalah anggapan mereka," balas Antonia.

"Masih ada saja orang yang beripikiran buruk seperti mereka," keluh Matthias. "Mereka benar-benar sangat terbelakang."

"Orang-orang radikal berasal dari latar belakang ekonomi yang rendah, serta pengetahuan yang rendah. Sehingga membuat otaknya mudah tercuci dan menerima dengan sangat terbuka segala macam ide dan informasi, tanpa memfilternya terlebih dahulu," balas Antonia.

Lima unit kendaraan tempur BMP-1 memasuki kawasan Hutan Dreitälerblick.

Setelah lima menit berjalan, kelima BMP-1 itu tiba di tempat kejadian perkara. Di sana ada tiga Perempuan (Dorota dan Silviastein duduk sambil memeluk Simone) yang duduk di depan ratusan mayat yang dijejer rapih di pinggir gerbong. Sementara di bekas Lokomotif, jasad anggota Front Saxon dijejer di sana.

"Maaf, kami baru datang di lokasi," kata Antonia yang berjalan keluar dari BMP-1 yang diikuti oleh rekan-rekannya.

"Tidak apa-apa," balas mereka bertiga.

"Kalian bertiga masuklah ke BMP-1. Biarkan kami mengurus yang tersisa," perintah Antonia kepada mereka bertiga.

Simone, Dorota, dan Silviastein segera berjalan memasuki BMP-1 dengan dituntun seorang Tentara Perempuan. Setelah itu, mereka dibawa ke sebuah rumah sakit di Kota Nordhausen untuk menjalani perawatan.