Alvin tersenyum geli melihat istrinya yang manja dan mulai genit.
"Malu!". jawab Alvin.
Ana melirik ke kanan dan ke kiri, sungguh di taman itu tidak ada orang kenapa dia harus malu lagi pula dia kan istrinya. "Sayang kenapa malu? disini tidak ada orang!". Gadis itu mulai nakal dan makin genit dia menatap Alvin dengan mata anak anjingnya.
Sekali lagi dia membuat Alvin tersenyum geli dan berkata, "Malu sama bunga, pohon dan kerikil yang ada di sini, kalau mau bagaimana kalau kita pulang ke penginapan, apapun maumu akan aku kabulkan termasuk ... ".
"Berhenti.!". seseorang mulai berfikir tidak senonoh.
"Ayo kita pulang ... aku akan memasak makanan kesukaanmu". lanjut Ana.
Hari itu mereka selalu bersama, sebelum kabur Alvin membawa cukup banyak uang di dompetnya sehingga mereka bisa hidup berkecukupan. Mereka memang masih remaja labil yang baru dirundung cinta, meski Alvin lebih dewasa dari umurnya tapi tetap saja dia belum berfikir luas sehingga dia selalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.
Back.
"Ana maafkan aku karena aku terlalu mencintaimu tapi tidak tau apa-apa tentangmu". Batin Alvin seraya menyeka air mata rindu yang luruh di pipi nya.
Sudah larut malam namun Alvin belum juga beranjak pergi, Ana pun sengaja mematikan lampu kamarnya dan mengintip di balik cenda dalam kegelapan. Melihat Alvin yang tidak kunjung pergi, Ana mulai berperang dengan perasaannya, antara dia keluar atau tetap diam di kamar.
Tidak lama kemudian, Ana merasa lega melihat mesin mobil Alvin menyala dan meninggalkan kosnya, setidaknya dia tidak harus berperang lagi dengan perasaannya.
"Alhamdulillah Alvin sudah pergi, Ya Allah buatlah Alvin menyerah, jika tidak aku akan terus melukainya, Alvin aku berharap kamu tidak muncul lagi, kalau perlu menghilanglah sejauh-jauhnya seperti dahulu, dan jangan kembali lagi".
Setelah bergumam Ana menyeka air matanya dan langsung bersiap untuk tidur, meskipun malam itu Ana harus menderita kesulitan tidur karena keadaan hatinya benar-benar tidak enak, pikirannya tertulis nama Alvin terus-terusan.
Pagi selanjutnya.
Di depan Markas besar MH Grup, terlihat dua mobil parkir di depan pintu masuk. Satu Maybach yang baru terlihat, semua orang bertanya-tanya karena tidak akan ada karyawan MH grup yang mampu membelinya, Alvin sengaja mengganti Lamborghininya dengan Maybach keluaran terbaru itu untuk mengganti rasa dan berharap kehidupan yang baru kembali lagi.
Dan yang satunya lagi adalah Lamborghini Veneno warna silver yang mempunyai desain sporty dengan body yang aerodinamis persis seperti karakter pemiliknya yang tak lain adalah Maheza. Orang kaya mah bebas mau tampil semewah mungkin.
Beberapa saat kemudian dua lelaki terlihat keluar dari mobil masing-masing, keduanya memiliki kaki yang panjang dan wajah tampan karena mereka sepupu dekat maka tidak heran mereka terlihat sangat mirip perbedaan yang paling mencolok adalah ekspresi mereka.
Alvin seperti biasa menggunakan jas hitam mewah jahitan tangan desainer terkenal dan menggunakan dalaman berwarna putih dipadukan dengan dasi hitam biru tua, itu baru gaya Alvin.
Dengan ekspresi dingin Alvin melangkah masuk ke perusahaannya. Sedangkan Eza di belakang tampak berkharisma dengan setelan abu-abu, wajah cerah dengan senyum yang menawan.
Mereka berjalan beriringan, sontak semua mata tertuju padanya. Kalau penampilan Alvin sih sudah tidak diragukan lagi setiap kehadiran nya akan membuat seisi kantor membeku entah karena mereka takut atau terpesona, para staf wanita mulai berbisik.
"Ya Tuhan siapa itu di belakang bos?".
"Mereka mirip, apa itu adiknya bos?".
"Bos itu satu-satu nya anak lelaki".
"Sumpah dia tampan banget seperti seorang pangeran, tapi aku harap dia tidak sedingin dan sekejam bos".
Setelah sampai di ruangan Alvin, Eza terperangah menatap ruangan Alvin yang besar namun dingin seperti orangnya.
"Kak, bagaimana kamu bisa tahan berada di tempat ini? ini sih bukan ruang kerja tapi rumah hantu". ucap Eza.
Setelah berkata seperti itu, Eza merasa udara dingin mengelilinginya, tatapan mematikan Alvin sungguh membuat bulu kuduknya merinding. Dengan segera dia mengklarifikasi perkataannya. "Mmm ha hah ....Mak ... maksudku begini loh Kak, ruangan kakak ini seharusnya diberikan sentuhan warna yang lebih hidup".
Tatapan Alvin masih sama.
"Oke, kak aku akan duduk dan tidak akan bicara lagi". lanjut Maheza seraya duduk di sofa nya.
"Apa rencanamu?". tanya Alvin. "Membantumu lah kak". jawab Eza seraya tersenyum licik.
"Aku tidak butuh bantuan". jawab Alvin tanpa ekspresi.
"Ya Tuhan ... Kau ciptakan kakak ku dari apa sih? kenapa dia tidak seperti manusia, seumur-umur aku tidak pernah melihatnya tersenyum apalagi tertawa, tapi ada yang lebih kaku darinya, dia adalah Tuan David kakak kesayanganku". Batin Maheza.
"Ha ha ha ... Maksudku membantumu mendapatkan Mbak Ana kembali". sambung Eza sambil cengengesan.
Eza merasa percaya diri ketika mengatakan itu. Walaupun dia bukan saudara kandungnya tetapi dia benar-benar peduli dengan kakak sepupunya, meskipun dia tidak tahu betul bagaimana cinta mereka tapi dia sudah bisa menduga kalau kakaknya sangat mencintai gadis itu.
"Mulai besok kamu akan menjadi wakilku". ucap Alvin.
"Hahh? secepat itu? tadi katanya tidak butuh bantuan ... Pretttt". Batin Maheza mencibir dalam hati nya.
"Aku tidak mau jadi wakil mu,karena itu bukan gayaku, selain itu aku malas bekerja di kantor ini". lanjut Maheza dengan cemberut dan memelas.
"Terus?". tanya Alvin sambil mengerutkan kening nya karena merasa heran dengan keinginan adik sepupu nya itu.