webnovel

Seperti Orang Gila

Ketika mereka sampai di ruang tamu, mereka melihat Ibu Aira menangis sambil menepuk-nepuk pipi Zian sontak Tuan Zapran panik.

"Aira ada apa dengan Zian?". tanya Tuan Zapran dengan geram.

Sambil teriak Ibu Aira menjelaskan. "Kaki kecilnya terpeleset dan kepalanya terbentur ke lantai".

Mendengar penjelasan Ibu Aira, wajah Tuan Zapran dengan Alvin berubah tegang.

"Seseorang cepat panggil Ambulan". Tuan Zapran berteriak. Namun sebelum seseorang memanggil ambulan, Zian sudah berada dalam gendongan Alvin dan membawanya berlari menuju mobilnya.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di rumah sakit, Alvin kacau dan hampir merasa gila". Dokter bagaimana cucu saya?". tanya Tuan Zapran cemas.

"Tuan Zapran tidak usah khawatir, dia hanya syok, dan dia bisa pulang malam ini juga". Mendengar penjelasan dokter Tuan Zapran dan Ibu Aira merasa lega, setelah Zian dinyatakan baik-baik saja, Alvin memilih pergi dengan perasaan hati yang masih hancur.

Ibu Aira menatap anak lelakinya, dia tidak bisa menahan lagi rasa penasarannya.

"Alvin tunggu!". Ibu Aira menarik lengan Alvin dan memintanya duduk bersamanya.

"Sayang, tolong jelaskan kepada Ibu, ada apa denganmu? dan apa yang kamu bicarakan sama ayahmu?".

Melihat Alvin hanya diam dan tampak kacau, hati ibu Aira sakit melihat kondisi anaknya yang tidak biasa, anaknya yang biasanya selalu tenang, dan kuat kini nampak lemah seolah tak ingin hidup, kemejanya berantakan, dasinya kemana-mana, matanya memerah dengan ekspresi jatuh.

"Sayang katakan pada ibu". lanjut Ibu Aira seraya terus memohon dengan mata berkaca-kaca.

Alvin menatap lemah ke arah ibunya .

"Ibu, hatiku sakit untuk Ana, karena aku dia harus menderita".

"Ya Allah jadi ini karena Ana, ternyata anakku belum melupakan Ana, tapi apa yang terjadi sama Ana, penderitaan apa yang dia lalui sehingga anak lelakiku tampak hancur seperti ini?". Batin Ibu Aira.

Ibu Aira menatap lebih dalam lagi ke arah mata anaknya" Ada apa dengan Ana? Apa yang terjadi dengannya?".

Alvin bangun dari tempat duduknya dan berkata, "Ibu tanyakan saja pada ayahku karena dia yang lebih tahu".

Setelah itu Alvin melangkah pergi meninggalkan Ibu nya yang tampak sangat khawatir padanya, di pojok tertentu duduk seorang lelaki paruh baya, dia menatap ke arah istri dan anaknya, dia telah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi pertanyaan istrinya, Ibu Aira mendekati suaminya dengan tatapan tajam.

"Apa yang kamu lakukan pada Ana sehingga anakmu seperti orang gila?".

Tuan Zapran dengan penuh penyesalan menceritakan semuanya tentang Ana, seketika itu air mata Ibu Aira tumpah, nalurinya sebagai wanita membuatnya merasa sakit untuk Ana,.

"Zapran kenapa kamu tidak pernah memberitahuku? Kenapa? dan soal cucu kita yang meninggal kenapa kamu tidak cerita hah?". Ibu Aira histeris.

Untuk pertama kalinya Ibu Aira yang selalu tenang, meninggikan suaranya di depan suaminya.

"Aira, aku menyesal untuk itu, tapi jika pun harus kembali lagi kemasa itu aku akan tetap melakukannya". ucap Tuan Zapran seraya menunduk.

Mendengar jawapan suaminya, ibu Aira merasa kesal dan memilih pergi meninggal kan suaminya dengan deraian air mata.

Malam selanjutnya.

Alvin memarkir Lamborghini nya di depan kos Ana setelah dia pulang dari kantor. Dari dalam mobil dia menatap ke arah kamar yang lampunya masih menyala.

Dari dalam kamar Ana menyadari keberadaan Alvin namun dia tetap acuh tak acuh meskipun Mila terus mengoceh padanya. Sambil mengintip di balik jendela Mila bertanya pada Ana, "Itu mobil siapa sih, sudah satu jam terparkir?".

Mila menoleh ke arah Ana yang masih fokus di depan laptopnya. "Apa dia mata-mata?".

"Cuekin saja!". kata Ana dengan tenang.

Yang benar adalah di balik ketenangannya, Ana sedang berperang dengan hatinya.

"Alvin pergilah..! jangan paksa aku untuk membencimu, pergilah! aku mohon!". Batin Ana.

Di dalam Lamborghini , Alvin menatap kamar yang lampunya masih menyala, dia yakin Ana mengetahui keberadaannya, pikiran Alvin kacau sehingga dia membawa dirinya jauh kemasa lalu untuk menemukan senyum lembut dan keceriaan gadisnya.

Dia ingat betul bagaimana gadis itu selalu tersenyum, dan ketika dia marah dia tampak sangat lucu karena dia tidak pandai dalam hal marah. Tapi gadisnya yang sekarang terlihat seperti orang asing, tidak ada kelembutan di matanya, tidak ada keceriaan yang ada hanya tatapan kosong yang penuh kebencian.

Ketika dahulu mereka kabur ke desa S, mereka benar-benar menghabiskan satu bulan dengan cinta dia ingat ketika Ana pernah berkata padanya.

Flas Back

"Sayang, apa cita-citamu?". tanya Ana dengan mata yang bersinar dan senyum yang merekah.

Alvin berhenti berjalan dan mengajak Ana duduk, di taman itu tidak ada seorangpun selain mereka berdua karena itu siang hari yang lumayan panas, Alvin menatap mata istrinya dengan tatapan lembut dia menjawab pertanyaan Ana. "Aku ingin menjadi seorang dokter".

"Kenapa dokter?". tanya Ana sambil memainkan bola mata nya.

"Agar aku bisa menjadi penyembuh luka dalam dan luka luarmu". jawab Alvin dengan senyum menggoda ke arah Ana. Tentu saja Ana tidak bisa membantu kenapa suaminya yang sedikit bicara mendadak romantis, Ana jadi tersipu malu dan senyum-senyum gak jelas.

"Apa kau akan melukai hatiku?". tanya Ana dengan polos nya. "Tidak akan". jawab Alvin.

Ana langsung tersenyum karena dia percaya Alvin. "Itu kesepakatan, jika kau melukaiku maka aku akan.... ".

"Aku memang tidak bisa menjamin tidak akan melukaimu karena aku juga manusia yang bisa salah, tapi satu hal yang pasti apapun yang terjadi aku akan tetap berlari ke arahmu". sebelum Ana melanjutkan kata-katanya Alvin menyela perkataannya. Jadi seseorang semakin hari semakin pandai merayunya.

"Kalau kamu, mau jadi apa?". tanya Alvin.

"Mmmm... Mau jadi tiga orang terbaik dalam hidup". jawab Ana dengan bersemangat.

"Maksudnya?". tanya Alvin sambil mengerutkan kening nya.

Ana tersenyum sambil melanjutkan perkataan nya, "Pertama Aku ingin jadi guru yang terbaik bagi murid-muridku, kedua aku ingin menjadi istri terbaik buat suamiku dan yang terakhir aku ingin menjadi Ibu terbaik buat anak-anakku hehe..".

Mengetahui cita-cita Ana, Alvin merasa senang dan bangga, dia berfikir telah menikahi wanita yang sempurna dalam hidup remajanya.

"Sayang, cium aku!". pinta Ana dengan suara manjanya.