Suara air terkatung-katung dari atas pojok dinding itu. Dinding yang dulu kokoh sampai rembesan air tak bisa masuk ke dalam, kini telah kehilangan pijakannya akibat pekatnya bau darah dan lumut.
"Dip dip. Dip-dip. Dip-dip." Suara tetesan air yang membenturkan dirinya ke lantai.
"Argh! Suara itu membuat geli telingaku. Aku jadi ingin memberikan kain di bawahnya agar tidak ada lagi suara 'tik-tik-tik' itu." Kata Marie.
Marie yang sedang terpasung berdiri menggumam sendiri untuk menulis buku catatannya.
"Tapi, bagaimana mungkin itu bisa kulakukan dengan tangan dan kakiku yang terantai seperti ini? Ah mungkin Aku bisa menutup telingaku agar tidak mendengarnya? Hm, itu juga tidak bisa ya, ehehe." Kata Marie tersenyum.
"Ah, tapi Aku agak sedikit bersyukur karena telinga ini menjadi sedikit tuli. Suara itu jadi tidak terlalu terdengar. Hm, Aku jadi tidak perlu mendengarkan suara Tuan, tidak perlu juga mendengar suara jeritanku." Kata Marie.
"Karena tuli, Aku tidak terlalu bisa mendengar. Meski itu tangisanku. Um, entah apa ini karena telinga atau suaraku ya. Tapi Aku lega akhirnya suara tangisanku tak terlalu bising. Kalau terlalu berisik Aku takut membangunkan Miya." Kata Marie.
Marie masih tidak menerima dengan kematian Miya meski Dia sendiri sudah mengetahuinya sejak lama.
"Membangunkan Miya ya. Sebenarnya daripada aku sendirian, Aku suka jika Miya bangun lagi, lalu kesini, bersamaku duduk di sampingku." Kata Marie.
"Ah aku lupa, 'Dir Daeri', um, mama, sampai kapan pun Aku tak pernah bisa melupakanmu, bahkan 'dear daery' yang kamu ajarkan saja aku masih ingat." Kata Marie merujuk pada Ratu, orang yang dikira Marie sebagai Ibu kandungnya, bukan Rupiah.
"Akhirnya tuan meninggalkanku sendirian lagi di sini. Umu! untung saja sekarang Tuan hanya menjilati seluruh tubuhku, bahkan sampai *****(kelamin)ku juga. Katanya itu untuk memandikanku, yang ada malah badanku makin bau sekarang. Ya lagi pula Aku juga tidak bisa berkata tidak pada Tuan." Kata Marie.
"Jangan lagi berkata tidak. Jangan sampai perutku ditendang lagi, itu membuatku mual." Kata Marie sebelum dia diam untuk sesaat.
"Terlebih, jika Tuan memang ingin memandikan aku, kenapa Dia tidak melepas rantai ini dan mengajak aku mandi di kamar mandi yang ada di sana? hmph!" Lanjut Marie.
"Juga, mau Aku teriak sekencang apa pun, Miya diam saja Di atas ranjang itu. Sejak saat itu Aku merasa kesepian. Lalu sekarang baru Aku sadari Kalau Miya mungkin sudah, um, Aku tidak mau 'menulis'kan hal ini, pada intinya Aku sadar kalau hanya tinggal Aku sendiri di sini." Kata Marie.
"Banyak yang terjadi, tapi Aku masih tetap diam saja di sini. Berpindah sedikit pun tidak, karena rantai-rantai ini." Kata Marie sambil menggoyang tangan dan kakinya yang terantai.
"Ah, Aku baru ingat apa yang mau Aku tulis. Saat masih ada Si Alan dan Miya disini, tempat ini ramai dan menyenangkan. Meski pada akhirnya Tuan pasti datang dan melakukan ini-itu (1) kepada kami, tapi Aku merasa kalau Aku tidak apa-apa. Aku baru menyadari jika ternyata selama ini Miyalah yang menggantikanku saat Tuan ingin menggunakanku. Sebagai gantinya, Miya menggunakan tubuhnya. dan sampai beberapa hari yang lalu pun sama sebelum kemudian Tuan mulai menggunakanku." Kata Marie.
"Aku yang baru merasakan 'bagaimana Tuan itu' sekali saja, mengalami hal yang sangat menakutkan. Apalagi kamu yang selama ini melindungiku? Miya..." Kata Marie lalu dia menghentikan bicaranya.
"...maaf ya." Lanjut Marie.
Setelah diam selama beberapa saat, Marie melanjutkan mencatat buku hariannya.
"Mungkin sekarang Aku akan mulai menulis tentang keadaan tubuhku. Pertama adalah mukaku. Hingga pertama kali kesini Aku tidak pernah lagi melihatnya, meskipun jika itu dari pantulan air. Beda dengan dulu waktu masih berada di Rumah Mama. Waktu masih di sana Aku selalu melihat mukaku di depan cermin. Aku berdandan agar tidak kena marah Mama-Papa. Ah, apa orang itu papaku? kalau sudah begini Aku jadi teringat dengan anak-anak yang bersamaku saat itu, hm, Aku mengingat salah satu nama mereka, Kak Quora, yang mengambilkanku Apel itu ahaha." Kata Marie tersenyum.
Kemudian langkah kaki terdengar dan Marie menghentikan gumamannya. Tatkala Sunandar masuk ke ruangannya, Marie mengambil napas dalam-dalam.
"Selamat datang Tuan, Marie tidak menangis!" Kata Marie.
"Ya." Kata Sunandar Singkat.
Lalu Sunandar menaruh batang rokok yang sebelumnya dihisapnya ke atas ranjang, begitu pula dengan pakaiannya hingga Sunandar telanjang bulat. Lalu orang itu menghampiri Marie setelah Dia menghisap rokoknya lagi.
"Tuan?" Kata Marie bingung.
"Hei seperti kamu tidak pernah melihatnya sebelumnya saja. Aku sendang bosan sekarang." Kata Sunandar.
"A...ah, iya." Kata Marie takut.
Sambil berdiri berhadap-hadapan, Sunandar memegang kepala Marie dengan satu tangannya. Marie paham apa yang akan dilakukan Sunandar. Marie memejamkan Mata. Plak, Marie ditampar pipinya. Sontak Marie membuka matanya.
"Siapa Suruh kamu merem! (2)" Kata Sunandar.
"AAAAAAAAAAAAAAAA!" Marie menjerit ketika tiba-tiba ujung rokok yang terbakar ditancapkan ke matanya.
"Marie menangis?" Kata Sunandar.
"Tidak tuan, Marie tidak menangis!" Jawab Marie.
"Bagus." Kata Sunandar.
Marie memang tidak menangis, tubuhnya hampir tidak punya air untuk memproduksi air mata. Akibatnya, Marie kini semakin kehilangan fungsi penglihatannya. Sunandar yang merasa puas, kembali ke atas. Marie terdiam menahan perih di matanya. Namun, perlahan rasa sakit itu hilang. Hilang sampai tak terasa apa-apa. Sebelah mata Marie kini mengalami kebutaan.
"Ah omong-omong *uhuk-uhuk." Marie batuk karena dengan tenggorokan yang kering, dia memaksakan dirinya sendiri untuk berbicara.
"Marie, apa kau baik-baik saja?" Marie mendengar suara yang tiba-tiba muncul diatas kepalanya.
"Ah kamu! ya aku baik-baik saja. Hei dari mana saja kamu, kenapa jarang sekali muncul? aku selalu kesepian disini." Marie berbicara sendiri dengan 'sesuatu' itu. Sesuatu Itu adalah Aquastor.
"Aku selalu disini, kamu saja yang tidak menyadari hal itu, Marie." Katanya.
"Benarkah?" Tanya Marie.
"Ya. Sekarang coba berbicara dengan lebih perlahan dan coba menelan air liurmu agar tidak kehausan." Katanya.
"Oke, akan Aku coba. Eh tapi kamu jangan pergi lagi, Aku kesepian disini." Pinta Marie.
"Justru jika kamu kesepian, Aku baru bisa muncul." Jawabnya.
"Kenapa?" Jawab Marie polos.
"Kenapa? Aku tidak tahu, Aku tidak bisa menjelaskannya. Coba tanya kepada dirimu sendiri, Marie." Katanya.
Aquastor tidak bisa menjelaskan hal ini kepada anak kecil. Namun, Aquastor lahir dari imajinasi seorang anak kecil yang kemudian menjadi nyata. Imajinasi adalah sumber kehidupannya. Jika Marie tidak lagi mengimpikan atau membayangkan sosok yang lain, maka sosok itu perlahan akan hilang, kehilangan daya hidupnya yang merupakan ingatan.
Selama di dalam belenggu Sunandar disini, Marie bersama dengan banyak anak seusianya. Marie juga menjadi yang paling vokal (3) bersama kedua anak yang lain, Marie dan Sialan. Marie tidak kurang teman saat disini. Dia bisa bertahan selama 8 tahun disini juga karena mereka semuanya berada di dekat Marie selama ini. Berangsur-angsur jumlah mereka semakin berkurang, dan akhirnya belakangan ini tinggal Miya yang terakhir yang juga ikut meninggalkan Marie.
Ada Sebuah Perpisahan Di Setiap Pertemuan. Marie kini sendiri.
Di tengah kesendiriannya itu, Aquastor bisa muncul lagi berkat pikiran Marie yang menginginkannya kembali. Selain itu, Hilangnya Aquastor selama ini adalah karena kekuatan Aquastor yang habis. Kekuatan itu dihabiskan saat Aquastor melindungi inangnya (Marie) saat akan dibawa Vigor yang berdalih akan menyelamatkan Marie.
"Hm, kalau begitu aku akan mulai lagi. Dier dae- ah kan Aku sudah mengatakan hal itu tadi! Sekarang aku mau bicara tentang apa ya? hei, kamu tahu tidak?" Tanya Marie.
"Tadi wajah." Jawabnya.
"Ah, iya wajah. Sekarang Aku tidak tahu wajahku seperti apa. Tapi Aku bisa menebaknya kalau wajahku sekarang kotor. Kemudian rambutku. Rambutku kusam, Aku bisa melihat dan merasakan kalau ujung-ujung rambutku yang lurus. Rambutku masih sedikit terawat karena Miya beberapa bulan yang lalu, em mungkin, selalu merapikannya untukku. Saat Aku menggerak-gerakkan kepalaku ke kanan dan ke kiri seperti sekarang, rambutku masih lurus, ya walaupun agak sedikit kumal." Kata Marie.
"Sedikit?" Tanyanya.
"Iya banyak kumal iyaaa! Toh ini karena Aku tidak mandi selama Aku sudah disini, pantas saja kalau ia menjadi sedikit kumal kan. Aku lanjutkan lagi. Kakiku yang sekarang sudah bebas dari kayu besar itu, meskipun harus berganti dengan rantai di tangan dan kaki ku. Aku penasaran. Apakah setelah Miya tidak ada, Aku hanya bisa makan dari suapan (4) Tuan?"
Sunandar tahu melalui CCTV jika budak (anak) favoritnya yaitu Marie, setiap hari bergantung pada Miya dalam hal apa pun. Hal ini juga yang membuat Sunandar makin sering "menyentuhkan" tangan kotornya ke badan Miya daripada anak yang lain. Sunandar ingin membuat Miya tidak nyaman dan bersegera meminta kematiannya. Namun orang itu ingin membuat hal itu terjadi selama mungkin karena menikmati setiap prosesnya.
"Tuan juga tidak setiap hari memberikanku makan. Masa' Aku harus terus menyimpan makananku di mulut untuk dimakan lagi esok hari?..." Marie berhenti dan mengambil napas.
"...Iya baiklah aku melanjutkan, untuk tangan dan kaki ku, um, hei Aku rasa Aku sudah membicarakan ini sebelumnya. Ah biarlah, Tangan dan kakiku sekarang sedang dirantai. Rasanya mulai sakit di sekitar pergelangan tangan dan kaki yang ada rantainya, besi-besi ini terasa panas." Lanjut Marie.
"Lalu sekarang, aku, sama seperti sebelumnya, berdiri. Sejak saat kayu itu diangkat dari kakiku, Aku yang tadinya duduk dan tidur, sekarang Aku berdiri setiap saat. Selain it-(*uhuk-uhuk)." Marie Terhenti dan batuk.
"...Disini bau. Pesing busuk jadi satu disini sekarang. Sejak Miya tidak ada tidak ada yang merawatku. Hei apa kamu masih disitu?" Lanjut Marie.
"Iya, Aku selalu disini, kenapa Marie?" Katanya.
"Aku penasaran sampai kapan Aku bisa tetap bertahan disini?" kata Marie.
"Jangan bercanda, bukankah sering ku bilang jika kamu itu tidak bisa mati?" Katanya.
"Semua anak disini sudah mati. Aku juga seorang anak. Aku juga akan mati." Kata Marie.
"Tidak, selama Aku ada di sisimu." Katanya.
Marie diam mendengar hal itu.
"Menurutku, kadang Kamu itu terasa aneh." Kata Marie dalam hati.
(1) ini-itu: Sunandar melakukan semua hal yang ingin dilakukannya kepada semua anak-anak di ruangan itu. Menyuapi makanan, bermain dengan mereka, ikut mandi bersama mereka, meniduri, membuat mereka memuaskan nafsunya, membunuh dan mencincang badannya untuk dijual, macam-macam yang terjadi selama bertahun-tahun Marie disini.
(2) Merem: menutup mata. (KBBI)
(3) paling vokal: berani mengemukakan pendapat; berani bersuara (mengkritik dan sebagainya) (KBBI)
(4) masa: kata untuk menyatakan ketidakpercayaan dan sifatnya retoris: masa, dia sudah pergi? (KBBI)