Arianti. Seorang perempuan biasa yang saat ini sedang 'koas' di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya. Terlahir dari keluarga Dokter, Arianti mengikuti bisnis keluarga menjadi seorang tenaga kesehatan. Meski dengan kemampuannya yang kurang, dengan bantuan 'sedikit' uang dari keluarga, Arianti bisa belajar pada Universitas Airlangga di jurusan kedokteran.
Sama seperti wanita pada umumnya masa kini, Wanita itu juga mempunyai seorang yang spesial. Sebagai satu-satunya orang yang spesial dalam hidupnya, Sumi telah lama dikenalnya. Bukan Sebagai teman masa kecil, tapi sebagai teman kakak laki-lakinya, Raymond.
Surabaya sebagai kota yang terkenal panas, juga bakal menjadi dingin jika diguyur hujan habis-habisan. Perubahan iklim global dan 'La Niña' membuatnya menjadi semakin parah. Tiada hari tanpa hujan. Sebagai dokter koas, Arianti banyak menghabiskan hampir seluruh waktunya di apartemen miliknya dan rumah sakit. Arianti bukan wanita yang serba bisa. Malah Ia selalu lupa untuk membawa payung karena wanita itu terbiasa menaiki mobil pribadinya. Lalu apa masalahnya, Wanita itu lupa jika pagi ini Ia berangkat ke rumah sakit bersama Sumi dengan naik sepeda motor milik Sumi.
Di tengah jalan, hujan rintik yang diterobos Arianti ternyata semakin lebat. Tidak ada pilihan lain selain menunggu di sebuah halte bus yang tidak jauh dari posisi Arianti sekarang. Arianti menunggu di depan halte bus tanpa telepon genggamnya yang tertinggal di Apartemen. Sayang sekali teleponnya tertinggal di apartemen, padahal wanita itu berharap bisa memanggil Sumi untuk segera menjemputnya. Arianti merasa segan dengan sekitar karena semua bus berhenti untuk mengajaknya masuk. Mereka (sopir bus) berpikir jika Arianti sedang menunggu bus.
"Ayo Sumi, pikirkan Aku yang sedang terjebak hujan disini. Dengan kekuatan perasaan kita, kamu akan kesini jadi sopir aku. Yuk bisa yuk. Datang, datang pliss." Kata Arianti mulai mengkhayal di tengah kerumunan orang di halte bus yang bernasib sama sepertinya.
Dilain pihak, Sumi sedang berada di tengah kelas kuliah. Sumi bersin-bersin tanpa tahu apa yang terjadi, seorang wanita muda di sebelahnya menyodorkan tisu kepadanya. Wanita itu adalah Santi. Sumi berterima kasih padanya. Wanita itu tersenyum. Mereka melanjutkan kuliahnya.
Mobil-mobil ojol (ojek daring) datang silih berganti selaras dengan ketikan jari orang kanan-kiri Arianti yang membawa Telepon genggam milik mereka. Sedang Arianti hanya diam celingukan dan berharap hujan cepat reda. Hampir 15 menit Arianti menunggu, dan akhirnya hujan sedikit mereda. Akhirnya Dia bisa berjalan kaki meneruskan perjalanannya ke Apartemen.
Dengan Perasaan kesal pada dirinya sendiri – dan entah mengapa perasaan kesal itu juga ditujukan kepada Sumi yang tidak tahu apa-apa –, Ariyanti pulang berjalan di tengah gerimis. Di tengah perjalanan, Dia mendapat sebuah kotak yang dilemparkan seseorang yang tidak dia kenal dari kejauhan. Tidak jelas apa yang teriakkan padanya, tapi yang pasti orang itu menyebut-nyebut tentang Raymond, kakaknya. Ariyanti berpikir mungkin ini hadiah ulang tahun dari kakaknya yang pemalu itu. Ariyanti memasukkan kotak itu ke dalam tasnya tanpa ada perasaan curiga.
Sampai di depan pintu Apartemennya jas lab putih basah yang ia kenakan Ia taruh begitu saja di tempat baju kotor, tangan kanannya meraba-raba dinding dan menemukan saklar lampu, seketika lampu menyala. Arianti melemparkan tasnya ke atas ranjang besarnya. Dia menuju ke kamar mandi lalu mandi. Ariyanti menjadi kepikiran tentang kotak itu. Ada benda apa didalamnya, apa itu memang benar-benar dari kakaknya.
Setelah segar kembali, Ariyanti mengambil sekotak susu 'ovaltine' dingin yang Ia letakkan di kulkas dan meminumnya. Kemudian Dia mengambil lagi kotak itu, ternyata kotak itu telah terbuka saat Ariyanti melemparkannya ke atas ranjang. Foto, beberapa foto berserak di atas ranjang di sekitar kotak yang terbuka itu. Ariyanti mengumpulkan foto itu dan melihatnya sekali lagi. Hanya beberapa foto yang buram. Butuh beberapa waktu bagi Ariyanti sampai menyadari beberapa keanehan pada foto itu. Saat Ariyanti baru menyadari jika salah satu foto itu berlatar di depan rumahnya. Namun kemudian listrik tiba-tiba padam. Ariyanti langsung ke depan untuk mengecek saklar. Baru sampai di depan pintu tak lama listrik nyala lagi.
"Alhamdulillah." Batin Ariyanti.
Ariyanti kembali ke meja kerjanya, melihat foto-foto itu sekali lagi. Kali ini Dia menemukan jika di semua foto itu tampak samar anggota tubuh anak-anak.
"Sebuah koper, foto tangan anak kecil, kalau yang ini mungkin foto kepala anak kecil yang diambil sangat dekat dari depan?" Batin wanita itu.
Agaknya wanita berumur kepala dua itu teringat sesuatu dan segera mengambil ponselnya yang tergeletak diatas ranjang. Banyak Notifikasi telepon tak diangkat dari Sumi dan berpuluh-puluh pesan singkat dari koleganya. Wanita itu tak menggubris semua itu dan langsung menelepon kakaknya, Raymond.
"Assalamualaikum." Ujar Ariyanti.
"Waalaikumsalam, ada apa?" Raymond.
"Aku dapat kotak dari kiriman kakak." Kata Ariyanti.
"Huh kotak? Aku gak mengirim apa-apa. Isinya apa?" Jawab Raymond.
"Gak jelas, Hanya foto-foto." Kata Ariyanti.
"Itu pasti ulah orang iseng. Sudah buang saja." Kata Raymond.
"Ya. Tapi ngomong-ngomong, kakak sering bantu pasien untuk mencari donor organ untuk anak-anak mereka kan?" Tanya Ariyanti.
"Kok tiba-tiba jadi bahas ini?" Kata Raymond.
"Tolong jawab. Ya atau tidak." Tegas Ariyanti.
"Eee, Ya... ya benar." Jawab Raymond
"Tapi kak, or..." Kata Ariyanti Terputus.
"Adikku yang lurus-lurus saja (1), Tenang, kakak niat hanya bantu. Tidak ada uang masuk lebih ke kantong. Semuanya itu demi pasien." Kata Raymond.
"Itu kakak dapat organnya dari mana?" Tanya Ariyanti.
"Dari kenalan. Memangnya kenapa?" Jawab Raymond.
"Apa keluarga pendonor sudah rela organ anaknya dipakai orang lain?"
"Sebentar, Ariyanti. Selama pasien kita sembuh, keluarga pasien bahagia.." Jawaban Raymond terhenti.
"Baik kak. Sudah. Ariyanti sudah tahu sekarang. Tolong kak, Jangan pernah terima lagi anak dari orang 'itu'...." Suara Ariyanti.
"Huh? Bagaimana!?" Kata Raymond berbarengan dengan adiknya.
"....caranya untuk mendapatkan seorang anak sepertinya ada yang aneh." Kata Ariyanti.
"Bagaimana kamu tahu? ah kotak itu ya." Tanya Raymond.
"Iya. Tapi Aku hanya menebak sisanya dan ternyata benar. Tapi tolong kak, jangan terima anak kecil lagi dari sana, ada yang tidak beres dengan semua ini. Aku takut nanti kenapa-kenapa dengan kakak." Kata Ariyanti.
"Iya, iya sudah iya. Lagi pula Dia juga sudah berhenti, Ah sudah dulu, ada pasien, Assalamualaikum." Kata Raymond sebelum mematikan telepon.
Ariyanti kemudian pundung mendengar jawaban kakaknya yang setengah hati itu. Ariyanti meletakan kepalanya di meja sambil menyilangkan tangannya. Setelah melihat foto itu, Ariyanti sadar jika pengirim foto itu adalah orang yang memasok pendonor untuk kakaknya selama ini. Raymond menjadi terkenal di kalangan dokter setelah Ia dikenal mudah untuk mendapatkan organ donor bagi anak-anak. Kini Ariyanti tahu dari mana kakaknya mendapatkannya.
Ariyanti mencoba memikirkan lagi apa maksud orang yang memberinya sebuah kotak ini. Ariyanti kemudian berpikir bagaimana jika orang itu tahu dengan jelas apa yang terjadi tapi tidak bisa apa-apa tentang hal ini? Dia hanya punya foto-foto ini dan tidak melakukan apa-apa? Kemudian bagaimana Dia bisa mengenalku sebagai seseorang yang dekat dengan Raymond?
Mulai saat itu Ariyanti mulai mencari hal-hal yang berkaitan dengan foto-fotonya itu.
Beberapa bulan berlalu setelah hal itu, Sumi telah selesai dengan kuliahnya lalu bekerja pada kantor polisi yang ada di Surabaya. Ariyanti yang juga saat itu masih dekat kepada Sumi, merasa mempunyai peluang untuk meneruskan hal ini dengan bantuan kepolisian. Namun ada satu masalah, Ariyanti secara pribadi tidak mau menjadi pusat perhatian saat melaporkan kasus ini. Dia merasa jika pihak kepolisian harus tahu sendiri masalah ini.
Suatu siang yang tenang, Sumi sedang berada di kantor mengerjakan pekerjaan hariannya, dia sedang dalam perjalanan promosi jabatan setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya. Tiba-tiba saja telepon kantor berbunyi. Tidak ada orang lain yang ada disekitar, maka Sumi yang mengangkatnya
"Halo, dengan kepolisian Surabaya?" Kata seseorang dengan suara yang berat.
"Iya, ada yang bisa kami bantu?" Kata Sumi.
Sumi tidak curiga Dia siapa karena Dia menelepon melalui saluran telepon kantor.
"Cek e-mail masuk yang baru saja Aku kirim ke e-mail pribadimu, Pak Sumi." Lalu telepon ditutup.
Sumi bingung mendengar hal itu, namun Dia tetap saja mengecek e-mailnya. Dan begitulah kabar itu sampai di tangan kepolisian.