webnovel

Menjadi Tumbal Makhluk Tampan

Leslie merupakan gadis tomboy yang berpenampilan laki-laki. sang ayah yang sangat menginginkan anak laki-laki membuat leslie harus membuang keinginannya menjadi feminim. Di desa yang sangat damai, Leslie mempunyai tekad untuk merubah pola pikir masyarakat desanya tentang air hujan yang menyebabkan persugihan. Sahabat kecilnya, Intan menjadi korban kali ini. Saat itu juga Leslie kecewa pada Ayahnya, ia mendapati Ayahnya bersetub*h dengan Rima Sahabat Karib Adiknya, Raya. Leslie murka, ia pun membebaskan Intan, dan menjadikan dirinya sebagai tumbal tanpa sepengetahuan siapa pun. Leslie harus menghadapi kenyataan pahit, ia ditawan oleh dedemit bertubuh kekar dan berwajah tampan.

Arkan_Abinaya · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
9 Chs

Dua

Leslie dan Dani kemudian pergi mencari Kepala Desa. Mereka mengelilingi kampung, namun tak kunjung menemukan Ayahnya itu.

"Waktu sudah semakin dekat Leslie"

"Aku tahu"

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Leslie berhenti melangkah, ia melirik jam tangannya kemudian mendesah kasar. Dani menatap orang di depannya itu dengan perasaan was-was.

"Kita harus kelapangan"

Dani mengangguk, kemudian mereka bergegas menuju lapangan. Berjalan kaki membuat mereka lelah, namun tetap mereka hiraukan.

Guratan kecemasan tak kunjung hilang dari wajah keduanya meski lapangan sudah terlihat jelas. Hanya tinggal memasuki.

Namun Leslie mengurungkan langkahnya. Ia menoleh ke kiri, terdapat rumah kosong warga. Ia menaruh rasa penasaran pada rumah itu.

Biasanya rumah itu tak berpenghuni dan terkunci rapat. Kenapa sekarang pintunya sedikit terbuka? Jangan-jangan ayahnya di sana. Mengingat tabiat buruk ayahnya, bisa saja dugaannya benar.

Leslie kemudian menyuruh Dani ke lapangan terlebih dahulu untuk mencari ayahnya dan tetua laki-laki suku.

Dani patuh tanpa banyak bantah, ia segera berlari ke dalam lapangan yang telah ramai dengan masyarakat. Upacara tahunan ini memang melibatkan seluruh masyarakat desa.

leslie melangkah pelan memasuki rumah itu, derap langkahnya sangat halus, bahkan cenderung tak di dengar meski pijakannya adalah lantai kayu.

Rumah itu kosong, tak ada siapa-siapa. Namun hal itu tak mengurangi curiga Leslie. Ia terus melangkah memeriksa kamar demi kamar.

Benar saja! Ada satu kamar yang tidak bisa ia buka begitu saja seperti kamar-kamar lain. Bahkan dari dalam kamar pun Leslie mencium bau kemenyan.

Apa upacaranya secepat itu di mulai? Pikirnya. Namun tidak mungkin. Leslie tahu pasti, kemenyan di bakar ketika akan melaksanakan arak-arakan. Dan itu sehabis senja. kekita kegelapan merebut jingga di langit.

Leslie mencoba mendorong pintu. Namun seperti terkunci dari dalam. Tak kehabisan akal, Leslie memanjat tiang rumah itu menuju loteng. Siapa tahu dia bisa melihat sesuatu dari loteng.

Dengan susah payah, leslie berhasil sampai di loteng rumah itu. Tikus-tikus berlarian begitu melihatnya. Leslie bergidik ngeri mendapati loteng yang ternyata kumuh dan dihuni puluhan tikus.

Namun itu tak mengurung niatnya, ia lantas mencari loteng kamar yang kemungkinan besar adalah loteng kamar terkunci tadi.

Leslie dengan mantap berdiri di atas loteng yang terbuat dari tripleks. Aneh, loteng utamanya terbuat dari bambu yang di datarkan dan di susun rapi. Namun cuma loteng berukuran 3x3M ini yang terbuat dari tripleks, bahkan masih baru. Seperti selalu di pakai.

Bau kemenyan juga lumayan menyengat dari atas sini. Leslie langsung mencari lubang. Beruntungnya, ada bagian yang tidak di tutup sempurna.

Terlihat jelas dari cahaya yang sedikit terlihat dari atas. Leslie segera menghampiri lubang itu. Lubang yang cukup besar sekiranya 10x10cm.

Leslie segera mendekatkan matanya pada lubang itu dengan sangat hati-hati. Takut membuat suara.

Kemudian terdengar jelas percakapan di dalam ruangan itu. Meski leslie belum bisa melihat siapa yang ada di sana.

"Aku capek pak, pindah yuk?"

"Baik, ke kasur"

Leslie terperanjat kaget mendengar suara itu. Ia tahu betul siapa pemilik suara laki-laki itu. Jantungnya berdegub kencang.

Sesaat kemudian terlihat seorang perempuan muda yang ia tidak bisa lihat dengan jelas wajah perempuan itu tengah berjalan mundur.

Perempuan itu duduk di tepian kasur yang tergeletak di lantai. Leslie berusaha melirik ke setiap sudut yang ia bisa untuk melihat sang laki-laki.

Namun ia hanya bisa melihat kemenyan yang dibakar serta perempuan itu. Jika di taksir dari suaranya, perempuan itu masih belia. Berumur sekitar 17 atau 18 tahun. Tapi Leslie tak kunjung bisa mengenali suaranya. Tak lama kemudian, seorang laki-laki bersuara.

Kini jantung leslie benar-benar berdegub kencang, ia tak akan salah duga lagi. Suara itu murni punya Ayahnya seorang. Orang yang ia kagumi selama ini.

Kemudian leslie melihat perempuan tadi, Itu sahabat adiknya.

Leslie mematung, antara percaya atau tidak dengan apa yang sedang disaksikannya. kemudian memilih pergi, dari pada membuat matanya semakin berdosa.

Di luar rumah, leslie yang sedang bersembunyi di samping rumah menatap kecewa pada ayahnya yang melangkah ke arah kerumunan di lapangan.

Leslie berjalan lesu menghampiri Dani. Ia mengedarkan pandangan kosong ke seluruh penjuru lapangan. Semua penduduk desa sudah berkumpul. Tak terkecuali Ayahnya sang Kepala Desa, Ibunya dan Juga Rima.

"Melamun aja, habis liat setan?"

Dani menepuk bahu Leslie, Leslie kemudian melengos, ia tak ada gairah hidup sedikit pun.

Kemudian perhatian mereka teralihkan dengan prosesi arakan 'Pengantin wanita' mengelilingi Desa. Tumbal yang akan di berikan, akan di arak mengelilingi desa entah untuk tujuan apa.

Leslie dan Dani pun mengikuti arakan dari belakang. Sebelum itu, mereka terlebih dahulu mengambil obor karena di tengah perjalanan nanti pasti akan gelap.

"Jadi bagaimana rencanamu?" Bisik Dani.

"Aku bimbang"

"Oh ayolah! Jangan bimbang, nyawa Intan taruhannya"

"Intan tidak akan kenapa-kenapa. Yakinlah"

Dani mengerutkan kening, kemudian mereka berjalan lebih lambat dari yang lain, membiarkan diri terpisah dari rombongan.

"Kafan yang di pakai Intan itu palsu. Ini yang asli" Leslie mengeluarkan kain kafan kotor dari saku celana jeans robeknya.

"Hah?" Dani terpana. "Bukankah,,"

"Kain itu hanya sobekan kemejaku. Tidak mungkin aku mengorbankan teman sendiri. Pada ajaran tak benar ini"

Dani mangut, mereka berpikir keras untuk membebaskan Intan.

Hari semakin larut, kini mereka tak bisa lagi melihat rombongan arak-arakan tadi. Bahkan cahaya obor pun tak bisa mereka lihat.

Dani mengeluarkan korek api untuk menghidupkan obor mereka. Namun, seketika mati. Seperti ada yang meniup.

Dani kembali menyalakan, obor Dani berhasil hidup, Leslie menyatukan obor mereka agar obornya juga hidup. Namun setelah kedua obor itu hidup, sekilas terlihat wajah wanita tua di antara kedua obor itu. Detik itu juga obor mereka mati.

"Ssst!"

Bulu kuduk keduanya berdiri. Mereka dengan cepat menoleh ke belakang. Namun tidak ada siapa-siapa.

Leslie dan Dani serentak menghela nafas lega. Kemudian mereka kembali menyalakan obor, dan pergi ke pemukiman.

Sebelum jam 12 malam tepat, calon pengantin wanita (Tumbal) akan di antar ke kaki bukit barisan yang menjadi pijakan gunung Tago.

Rombongan terlihat lebih ramai dari arakan tadi. Percaya atau tidak, orang di sana menyebutnya masyarakat rimba.

Masyarakat rimba ikut serta dalam upacara ini. Mereka tidak terlihat oleh mata, namun kita hanya bisa melihat keramaian yang di luar batas.

Suara percakapan sangat ramai di lapangan ini. Jika penduduk desa berkumpul, hanya akan memenuhi setengah lapangan.

Namun sekarang di pandangan Leslie semuanya melebihi kapasitas lapangan. Bahkan ada yang duduk-duduk di depan rumah kosong tadi. Beberapa orang juga terlihat keluar dari rumah itu.

Apa kegiatan Ayahnya tadi adalah untuk memanggil mereka?

Leslie lalu mencari ayahnya.

Kepala Desa terlihat siap mengantar rombongan ke kaki bukit barisan. Leslie menghampiri ayahnya dengan gurat kecemasan.

"Yah"

"Leslie, kau disini? Cepat bantu ayah memimpin rombongan"

Leslie melengos, melihat tatapan semangat ayahnya. Ia teringat lagi kejadian tadi sore.

"Yah, aku tidak enak badan. Boleh aku di rumah?"

Kepala Desa mengerutkan keningnya. Ia menatap anaknya itu dengan tatapan selidik, kemudian ia bernafas pasrah.

"Baiklah. Bawa Dani untuk menjagamu"

Leslie mengangguk.

Leslie pun berjalan mengelilingi lapangan. Setiap ia berusaha mendekat pada rombongan masyarakat rimba, sesaat itu juga dia kebingungan.

Jika dari jarak 10 meter ia melihat perkumpulan mereka, setibanya di sana Leslie hanya melihat kekosongan. Ia tidak bisa mencapai masyarakat rimba itu.

Hanya tatapan meremehkan yang ia dapat. Leslie memandangi mereka pada segala penjuru, ia berusaha mengamati wajah mereka satu persatu, namun tidak bisa. Wajah mereka nampak buram dan serupa.

Leslie melengos, kemudian berjalan ke dalam lapangan. Disana terlihat Intan dengan pakaian adat lengkap dengan suntiangnya.

"Intan"

Intan menoleh, bekas air mata tergurat jelas dari pipinya yang sudah penuh oleh make up itu. Intan terlihat sangat cantik. Berbagai perhiasan dari emas juga di kenakannya.

Leslie mendekat, kemudian berbisik "aku akan datang dari sisi kiri. Kau harus tetap menutup matamu. Jika kau merasakan tepukan pada pundak kirimu tiga kali, itu aku. Ingat itu"

Intan mengangguk, ia tak kuasa menahan air matanya lagi. Gadis itu kembali menangis. Leslie menepuk-nepuk bahu Intan.

Tetua perempuan adat datang menghampiri leslie, perempuan tua yang sudah berumur 90 tahunan itu memberikan jubah pada Leslie.

Leslie mengambil jubah berwarna hitam itu dengan hati-hati. Kemudian memakaikan pada Intan.

Jubah itu menutupi Intan dari kepala sampai kaki. Bahkan wajah Intan pun tak nampak, bagian wajahnya tertutup kain tile hitam transparan, namun tetap memyembunyikan wajah Intan.

Leslie memeluk Intan sekali lagi, kemudian pergi.

~

Dani dan Leslie memandang kepergian rombongan itu dari sudut lapangan. Tak ubahnya dengan arakan senja tadi, mereka berjalan membentuk formasi panjang. Hanya saja lebih panjang dengan keikut sertaan masyarakat rimba.

"Kita menyusul dari sisi kiri perut bukit" titah Leslie.

Dani mengangguk, ia pun mengeluarkan jubah hitam dari dalam baju kaosnya. Leslie tersenyum.

"Kau akan mendapatkannya nanti Dan"

Dani tersentak kaget, ia memandang Leslie lekat. Leslie tersenyum, kemudian menepuk bahu Dani.

"Aku tahu kau menyukainya"

"Maaf Leslie"

"Itu wajar, kau laki-laki dan Intan perempuan"

Leslie tersenyum, sedangkan Dani mendesah berat. Ia merasa bersalah, ia yakin Leslie tau tujuannya membantu dia.

Bukan karena setuju dengan pendapat Leslie yang mengatakan bahwa upacara itu adalah ajaran sesat, namun karena Leslie akan membebaskan orang yang dikasihinya, Intan.

"Ayo berangkat"

Beruntung, mereka harus berterimakasih pada bulan malam ini. Purnama yang bersinar bebas tanpa hambatan dari awan.

Mereka tidak perlu menyalakan obor untuk memasuki hutan. Cahaya purnama sangat berfungsi untuk menerangi jalan mereka.

Dani dan Leslie sesekali memandangi cahaya dari kanan mereka. Ratusan obor ber-arak menuju bukit.

Jalan yang mereka lalui tidaklah mudah, harus memanjat tebing dan melewati sungai curam untuk bisa menyamakan waktu dengan rombongan obor itu.

Jangan sampai mereka ketinggalan, dan jangan sampai telat.

Ketika Dani mencoba meraih tangan Leslie untuk memanjat tebing, Dani terkejut, ia melihat seseorang memakai jubah hitam di belakang Leslie.

Dani memekik, hingga terjungkal kebelakang. Ia menatap takut pada Leslie, leslie berbalik badan untuk melihat pada arah pandang Dani.

Tidak ada siapa-siapa.

"Buruan!"

Leslie kesal, Dani pun bangkit lagi dengan tubuh gemetar lalu meraih tangan Leslie lagi. Mereka melanjutkan perjalanan.

"Aku benar-benar melihatnya Leslie" Dani gemetar. Ia berjalan sambil memegang tangan Leslie erat.

Sementara itu, rombongan obor dari desa sudah sampai di kaki bukit. Mereka meletakkan makanan dan persembahan pada batu besar yang diatasnya datar.

Ibu Kepala Desa terlihat gelisah, ia menoleh kesana kemari.

"Pak, anak kita mana?"

"Raya? Dia tinggal bersama keluarga Rima. Ia takkan sanggup berjalan sejauh ini"

Ibu kepala desa kenggeleng.

"Leslie, ia tidak ada di rumah Dani ketika kita akan pergi tadi. Kau memberi tahuku bahwa Leslie sakit, aku ingin memeriksa keadaannya. Namun di rumah Dani tak ada siapa-siapa"

Kepala Desa terkejut, ia mengeraskan rahangnya dengan mata tajam.