webnovel

Menjadi Tumbal Makhluk Tampan

Leslie merupakan gadis tomboy yang berpenampilan laki-laki. sang ayah yang sangat menginginkan anak laki-laki membuat leslie harus membuang keinginannya menjadi feminim. Di desa yang sangat damai, Leslie mempunyai tekad untuk merubah pola pikir masyarakat desanya tentang air hujan yang menyebabkan persugihan. Sahabat kecilnya, Intan menjadi korban kali ini. Saat itu juga Leslie kecewa pada Ayahnya, ia mendapati Ayahnya bersetub*h dengan Rima Sahabat Karib Adiknya, Raya. Leslie murka, ia pun membebaskan Intan, dan menjadikan dirinya sebagai tumbal tanpa sepengetahuan siapa pun. Leslie harus menghadapi kenyataan pahit, ia ditawan oleh dedemit bertubuh kekar dan berwajah tampan.

Arkan_Abinaya · Fantasy
Not enough ratings
9 Chs

Satu

Leslie duduk dengan wajah menekuk, tertunduk pada sesuatu yang ia sesali. Terlahir di keluarga yang menganut kepercayaan ghaib buruk membuatnya muak berada di rumah.

Sekarang, ia ingin pergi. Tak kembali, namun pikirannya masih galau akan adik semata wayangnya. Ibu dan ayahnya tak akan segan-segan menumbalkan adiknya untuk kepentingan uang mereka.

Air sawah yang kini ia pandangi adalah belas kasihan dedemit yang meneroboskan air gunung ke rawa di kaki bukit itu. Itu yang selama ini ia percayai, sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang teman yang memberikan pemahaman bahwa itu persugihan dan dilarang agama.

Leslie mendongakkan kepalanya, menatap langit mendung yang akan meruntuhkan air. Ia menarik nafas dalam, inilah yang di butuhkan keluarganya. Berdoa kepada tuhan agar hujan turun, bukan memberi sesajen dan menumbalkan binatang atau orang untuk air yang mengalir dari gunung.

"Oh Gusti, hamba harus apa"

Leslie mencicit, dari kecil dia tak di ajarkan agama sama sekali oleh orang tuanya. Desa pedalaman yang ia tinggali memang jauh dari ajaran agama.

Orang tuanya bahkan tidak di ketahui memeluk agama apa sampai sekarang. Bahkan 18 tahun hidupnya, dia hanya melihat orang tuanya membakar kemenyan di malam hari sambil berkomat-kamit dengan nada marah.

Tak hanya itu, seluruh warga desa disini seperti itu.

Leslie pun berdiri, ia mengedarkan pandangan ke seluruh desanya ini. Desa yang di kelilingi oleh bukit barisan, berbentuk cekung seperti danau, di tengah-tengahnya di garap menjadi sawah, sedangkan tepian bukitnya di biarkan rimba agar bisa memanen tumbuhan liar dan jamur-jamur.

Tiga hari sudah leslie memikirkan tindakan yang akan ia lakukan saat ini. Ia ingin keluar dari desa ini, dan membenahi hidupnya. Namun kendala besar menjadi hambatan, ia hanya tamat SMA, tak sempat melanjutkan ke jenjang selanjutnya.

Ayahnya berkata, buat apa sekolah tinggi-tinggi, jika nantinya akan menggantikan ayahnya sebagai kepala desa. Karna leslie adalah perempuan yang dipaksa jadi laki-laki tunggal di persaudaraannya. Ia hanya mempunyai adik perempuan satu-satunya yang sekarang duduk di bangku kelas 4 SD, tak punya saudara laki-laki yang seharusnya menggantikan ayahnya.

"Calon Kepala Desa!" Teriak seseorang.

Leslie memutar badannya. Kemudian duduk lagi di batu besar itu sambil memandang orang yang sedang berlari ke arahnya.

"Bapakmu mencari, nanti malam kita akan memberikan upeti pada bukit barisan. Kata bapakmu, kamu yang akan memimpin upacara, karena sebentar lagi kepemimpinan akan berpindah ke tanganmu. Dan aku akan menjadi kaki tanganmu"

Leslie menghela nafas gusar. Ia sempat melupakan upacara yang akan digelar nanti malam. Tepatnya jam 12 malam, ia akan menggiring arak-arakan orang kampung ke bukit barisan. Mereka menyediakan 12 macam hidangan, serta satu tumbal.

Karena sekarang ada kesepakatan tahunan, maka akan ada seorang gadis menjadi korban. Leslie cukup muak dengan tradisi itu. Ia tak sampai hati harus meninggalkan seorang gadis di hutan sana. Menurut kepercayaan masyarakat disini, gadis itu akan di angkat menjadi istri sang maha agung penguasa rimba.

Namun leslie sadar, itu bukanlah hal baik. Banyak gadis-gadis yang telah menjadi tumbal itu balik dengan keadaan gila. Bahkan mereka mengaku di perk*sa makhluk tak kasat mata beramai-ramai. Sampai hamil, namun hanya 7 hari 7 malam.

"Aku harus ke kota sore ini, Dan" sahut leslie.

Dani, seseorang yang tadinya mengaku sebagai kaki tangan Leslie ternyata adalah anak dari bawahan ayahnya. Sekaligus sahabatnya.

"Tapi leslie? Kau mau ayahmu murka?"

Leslie mendengus kasar, ia turun dari batu, kemudian berjalan mendahului Dani menuju pemukiman penduduk.

Cukup jauh mereka berjalan, harus melewati sawah, sungai, dan perkebunan penduduk.

Hingga akhirnya mereka sampai di pemukiman. Rumah disini rata-rata terbuat dari kayu. Akan tetapi terkesan mewah, dengan dua lantai dan furniture yang modern.

Rumah di sana tak banyak, hanya sekitar 50 rumah. Namun satu rumah bisa di huni oleh 10 orang. Orang Desa ini tidak kenal dengan KB, sehingga mereka mempunyai banyak anak.

Berdeda dengan keluarganya, sang ibu yang dahulunya orang kota paham dengan program keluarga berencana itu. Sehingga leslie hanya punya satu saudara.

"Leslie!"

"Ibu"

Ibu Kepala Desa itu berlari kecil untuk membelai kepala anak kesayangannya. Orang-orang tersenyum melihat ibu dan anak itu yang seperti pinang di belah dua. Padahal mereka beda jenis kelamin. setidaknya itu yang diyakini semua orang, kebenaran tentang leslie seorang perempuan juga hanya diketahui oleh keluarga saja.

"Raya mana bu?"

"Sedang menemani intan berdandan"

Leslie segera pergi ke rumah Intan, intan adalah teman masa kecilnya dan Dani. Satu lagi fakta yang ia benci, Intan adalah tumbal malam ini.

Dani mengekori Leslie dari belakang. Ia paham betul yang di rasakan Leslie sekarang, ia juga merasakannya. Mereka akan kehilangan teman kecil mereka.

Leslie membukan pintu rumah Intan. Semua orang yang disana menunduk hormat. Calon kepala desa datang, merupakan keberkahan bagi rumah mereka. Kepercayaan itu yang membuat mereka bangga jika aparat desa bertamu ke rumah mereka.

Orang tua Intan tersenyum ramah, Leslie hanya membalas dengan anggukan. Meski tak pernah memasuki rumah Intan sebelumnya, tapi ia tahu di mana kamar Intan.

Leslie langsung menerobos ke kamar Intan. Semua orang yang ada disana hanya diam, tak mau menegur. Karena hal tabu jika laki-laki memasuki kamar perempuan lajang.

"Intan" cicit leslie

Intan yang sedang memakai suntiang  emas dan baju adat itu menoleh kebelakang. Wajahnya yang sudah di rias itu berbanjiran air mata.

Intan bangkit, kemudian memeluk Leslie dan Dani. Mereka berpelukan sambil menenangkan Intan. Oh tuhan, haruskah ini di lakukan? Pekik Leslie dalam hati.

"Bersabarlah, aku dan akan menolongmu nanti" Bisik leslie.

Intan melonggarkan pelukannya, ia mengangguk. Lalu menghapus air matanya.

"Aku berharap banyak" bisik Intan juga.

Lalu Leslie dan Dani keluar kamar Intan, penduduk perempuan yang berkumpul disana tersenyum dan menunduk untuk menghormati leslie.

"Jaga Intan ya ibuk-ibuk, nanti tidak perlu mengikat tangannya dengan kain kafan itu"

"Kenapa begitu tuan muda? Bukankah wajib di ikat untuk tanda pengenal?"

Leslie menggeleng, ia tak mau kain kaffan bekas kuburan itu terikat di tangan temannya. Kain kafan itu akan menjadi penarik makhluk-makhluk halus yang ada di sekitar tempat upacara.

"Saya sudah punya kain kafan yang saya ambil dari kuburan kota. Itu kain  kafan orang cina kaya. Sebaiknya kita pakai itu" ucap Leslie.

Semua orang mendesah lega, dan mengangguk. Leslie kemudian mengeluarkan secarik kain berukuran 50cm×10cm. Ia menyerahkan pada tetua perempuan di desa mereka. Kemudian mengambil kain kaffan dari orang tua itu.

"Pasti ini lebih manjur" ucap perempuan itu.

Leslie tersenyum, kemudian mereka pamit.