webnovel

Maryam

Siti Maryam, nama perempuan itu. Nama yang sederhana. Sama seperti orang nya yang memiliki sifat sederhana, ramah terhadap orang lain. Dengan bibir yang selalu dihiasi dengan senyuman sehingga membuat orang yang kenal dirinya merasa nyaman. Suatu hari Maryam diberi pilihan; Meninggalkan sosok malaikat kecil yang dibesarkan dirinya atau menikahi pria beristri?

ZAHIRA_BANA · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
11 Chs

Part 05

Pria itu menatap sekeliling ruang tamu. Mata yang tajam dengan jeli melihat benda-benda yang ditata begitu rapi.

"Masih sama," gumam pria itu.

"Den, biar bibi yang menaruh kopernya." ucap bibi Mus dengan sopan kepada sang tuan rumah yang baru datang dari Jakarta.

Pria itu memberikan koper yang dipegang, tanpa sepatah kata. Kemudian pria itu berlalu begitu saja.

"Untung majikan nya aku." gumam Alsi di samping Bibi Mus.

Siapa sih yang tak jengkel ketika melihat orang yang tak sopan kepada yang lebih tua? Meskipun ganteng tapi tak punya rasa sopan santun, hilang juga aura kegantengan nya.

"Huss, gak boleh gitu," tegur bibi Mus.

Alsi hanya mencibik bibir saja. Kemudian berlalu begitu saja, ia masih jengkel kepada sang tuan yang tak punya sopan santun itu.

***

Graha Zaidan Pratama, nama lelaki itu. Memiliki wajah rupawan, dengan bibir yang tebal berwarna merah alami, mata yang tajam, bulu mata lentik, hidung yang mancung bak plosotan, dan tak lupa juga tubuh tinggi dan badan yang atletis.

Zaidan terlahir anak kembar, tapi tak kembar seiras. Kakak nya bernama Graha Zaid Pratama. Banyak perbedaan di keduanya Zaidan dengan sikap dingin nya, dan berbicara suka ceplas-ceplos tak memikirkan perasaan lawan bicaranya. Tapi Zaidan, kalau berhadapan dengan orang yang paling sayang dalam hidupnya ia akan memberikan semua kasih sayang nya kepada orang itu.

Lain lagi dengan Zaid, kakak nya itu pria yang ramah, hangat siapapun orang yang berjalan dengan ia akan merasa nyaman.

"Maaf, om Al ndak sengaja." Ar yang tak sengaja menabrak kaki Zaidan tertunduk merasa bersalah.

Zaidan yang hampir saja terjungkal ke kolam renang, kalau saja ia tak menjaga keseimbangan nya.

Dalam hati Zaidan mengumpat.

"Anak siapa ini! Kalau lari-lari itu lihat jalan. Dasar nakal!"

Suara Zaidan meninggi.

Hal itu membuat Ar makin dalam menundukkan kepalanya.

"Al, tadi nd-ak sengaja om." ujar Ar. Suara nya mulai parau matanya pun mulai berkaca-kaca.

Dengan rasa kesel yang tinggi, tapi Zaidan tahan di hati nya. Ia tak mau nanya kirim seorang anak kecil.

Zaidan duduk di depan Ar. Dengan agak ragu Zaidan mengelus kepala Ar. Ada perasaan hangat menjalar dihatinya, entah apa yang ia rasakan. Ia tak bisa menjelaskan.

"Maaf, om tadi gak sengaja bicara kasar seperti itu." ucap Zaidan dengan lembut. Tapi meskipun ucapan nya lembut, wajah Zaidan tetap sama yaitu; datar.

Ar dengan takut-takut mengangkat kepala nya.

Zaidan terpaku, melihat bola mata itu. Bola mata itu sama seperti dirinya, apakah dia anaknya yang hilang dulu? Ah, tidak mungkin! Banyak orang yang memiliki bola mata seperti dirinya. Zaidan menggelengkan kepalanya tanpa sadar.

"Om maafin Al," ucap Ar dengan bahasa khas candelnya. Bunda nya sering mewanti-wanti Ar supaya meminta maaf ketika dirinya salah.

Meskipun Ar kecil, tapi ia memiliki daya ingat yang tajam. Sebab itu dalam Islam melarang berbicara kasar.

***

Maryam mencari-cari Ar yang kabur entah kemana. Tadi Ar berpamitan untuk ikut Alsi ke bawah, ketika Alsi tadi menggambarkan  kedatangan  sang tuan.

Tapi kata Alsi Ar tidak mengikuti dirinya. Hal itulah membuat Maryam khawatir bercampur cemas takut Ar membuat masalah.

Maryam sudah bertanya kepada para pelayan, supir dan juga tukang kebun. Tapi mereka semua menjawab tidak tahu. Hal itu membuat Maryam merasa cemas, Ar belum hafal dengan rumah besar Non Shila ini.

"Ada apa bi?" tanya Maryam. Ketika melihat bibi Mus terburu-buru berjalan.

"Itu Maryam, bibi mendengar suara tuan yang berteriak menyebut anak kecil. Bibi takut Ar ada disana." ucap bibi Mus dengan raut wajah yang kuatir.

Maryam juga merasa kuatir. Ia takut Ar membuat masalah.

Maryam mengikuti bibi Mus yang berjalan kearah samping rumah, dimana tempat itu ada taman dan juga kolam renang.

Terlihat dipandangan Maryam Ar sedang menundukkan kepalanya kepada pria yang dewasa di depan Ar.

Ada perasaan cemas, takut Ar membuat kesalahan kepada sang tuan.

"Maaf tuan, kalau Ar membuat kesalahan." ucap bibi Mus.

Zaidan hanya mengangguk tanpa niat menjawab permintaan maaf bibi Mus. Sebenarnya ada perasaan ingin tahu, anak siapa itu?

"Ar gak membuat masalah kan?" tanya Maryam.

Telinga Zaidan mendengar pertanyaan seorang wanita kepada anak kecil itu, ia belum tau kalau disampingnya bibi Mus ada seorang wanita juga.

"Al tadi ndak sengaja nablak om itu." jawab Ar, dengan agak takut Ar menunjuk Zaidan.

Maryam memejamkan matanya. Sungguh ia takut, sang tuan memecat dirinya karena kesalahan yang tak sengaja Ar. Maryam tadi nya tak sengaja menatap sang tuan, dimana sang tuan tadi menatap bibi Mus yang berbicara. Ia sudah menduga kalau sang tuan irit bicara. Dimana tadi contohnya, sang tuan tak menjawab ucapan minta maaf dari bibi Mus karena kesalahan Ar.

"Tapi Al udah minta maaf ko Unda. Beneran deh." ucap Ar dengan jujur. Pasalnya tadi ia sudah meminta maaf kepada om itu, tapi om itu hanya menatap nya.

Maryam berdiri. Ia tadi ia duduk menjajarkan tinggi Ar bertanya soal kesalahan Ar.

Dengan perasaan takut Maryam meminta maaf kepada sang tuan.

"Tuan maafkan anak saya."

"Iya. Tapi tolong jaga anak nya." Zaidan berlalu setelah mengucapkan hal itu.

Maryam mengangguk. Ada perasaan lega dan syukur kepada Allah karena ia tak dipecat oleh tuan.

"Maryam, tolong jaga Ar. Bibi minta tolong Ar jangan lari-lari lagi ya."

"Iya Mbah Uti, maafin Al." jawab Ar.

Bibi Mus mengangguk, sambil mengusap kepala Ar dengan sayang. Kemudian berlalu kedalam rumah.

"Ingat pesan Mbah Uti  ya, sayang." ujar Maryam sambil tersenyum.

Ar mengangguk.