Setiap orang bisa punya alasan dan tujuan berbeda saat mereka memutuskan untuk mengakhiri masa lajang. Bagi Rendra, pada pernikahan pertamanya, dia melakukan itu karena cinta.
Alasan itu memang terkesan sangat naif, mengingat perempuan yang Rendra nikahi adalah Maria, anak bungsu dari salah satu keluarga terkaya di seluruh penjuru negeri. Orang-orang mungkin akan lebih percaya jika Rendra menikah karena harta.
Rendra sebenarnya tidak berasal dari keluarga miskin. Ayahnya adalah seorang profesor di universitas bergengsi. Ibunya mengelola usaha katering yang terbilang sangat sukses dan punya banyak pelanggan dari kalangan atas.
Rendra tidak pernah hidup kekurangan sejak kecil. Dia bahkan mendapat mobil pertama dari orangtuanya saat masih SMA.
Namun, saat berhadapan dengan keluarga Mandala, Rendra merasa tidak punya apa-apa. Jadi demi bisa mengantongi restu, dia rela melakukan apapun. Rendra bahkan bersedia menggantikan tugas Maria untuk menjadi sosok yang dianggap layak mengisi jabatan strategis di perusahaan.
Rendra memacu dirinya untuk belajar sebanyak mungkin setiap hari dan nyaris tanpa henti. Dia bahkan mengubur mimpinya sendiri, lalu mempelajari apapun tentang bisnis selama bertahun-tahun. Semua dia lakukan semata karena dirinya tidak ingin berpisah dari Maria.
Rendra yang dulu benar-benar naif, malah cenderung mendekati bodoh. Dia selalu yakin bahwa Maria juga menikah dengannya karena cinta.
Namun ketika akhirnya mereka dapat mengucap janji suci, mengapa bisa-bisanya itu berakhir hanya dalam hitungan hari? Mungkinkah sejak awal sebenarnya tak ada cinta untuk Rendra?
Menikah karena cinta belum tentu berakhir bahagia. Jadi, pikir Rendra, seharusnya tidak apa-apa jika pernikahan berikutnya bukan dilakukan dengan alasan serupa.
"Kenapa kamu tidak keberatan dengan perjodohan ini?"
Rendra sepenuhnya yakin tidak memiliki perasaan apapun untuk Kirana. Jadi, dia ingin memastikan Kirana berada di posisi yang sama dengannya soal itu.
"Saya merasa nggak ada alasan yang cukup kuat untuk menolaknya," jawab Kirana dengan sangat tenang. "Saya nggak punya pacar atau sedang menjalin hubungan rumit lainnya dengan siapa pun."
"Sebenarnya saya belum ingin menikah. Cuma setelah dipikir-pikir lagi, saya cuma harus menikah, kan? Jadi, menikah hari ini pun sepertinya juga tidak masalah."
"Lagian, orang yang dijodohkan dengan saya adalah Mas Rendra. Kita sudah saling kenal sejak kecil. Minimal ini bukan seperti membeli kucing dalam karung."
Rendra tersenyum mendengar jawaban panjang Kirana. Perempuan yang di depannya ini sangat unik. Menikah hari ini pun tidak masalah? Sungguh pemikiran yang menarik.
"Kenapa Mas tiba-tiba bertanya seperti itu?" selidik Kirana kemudian. "Asal Mas Rendra tahu, ya. Orang yang lebih pantas mendapatkan pertanyaan itu adalah Mas Rendra, bukan saya. Coba sekarang berikan jawaban yang lebih lugas dan logis, kenapa Mas akhirnya menerima perjodohan ini?"
Ingatkan Rendra bahwa Kirana adalah seorang jurnalis. Tentu saja salah satu keahliannya adalah bertanya.
"Kamu tidak keberatan dengan status saya yang sudah duda?" Bukannya menjawab, Rendra malah kembali bertanya kepada Kirana.
"Memang apa masalahnya?" balas Kirana. "Saya dengar, itu bukan terjadi karena Mas Rendra melakukan KDRT atau perselingkuhan. Jadi, saya pikir setidaknya Mas bukan orang jahat. Bener kayak begitu, kan?"
Rendra terdiam. Tentu saja bukan itu alasannya. Jika dia nekat melakukan kekerasan atau mengkhianati Maria, mungkin Rendra cuma tinggal nama sekarang.
Lalu, mengapa perceraian itu terjadi? Sampai sekarang, dia juga masih mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi di masa lalu.
"Saya dicampakkan," ungkap Rendra pada akhirnya. "Puas?"
Ya, Maria meninggalkan Rendra begitu saja. Bukankah itu berarti Rendra telah dicampakkan?
Kirana tersenyum simpul mendengar pengakuan Rendra. Dia tampak menunjukkan perasaan iba. "Ya, ampun. Ternyata kita senasib. Saya paham banget rasanya dicampakkan."
Setelah mengatakannya, ekspresi Kirana berubah. Senyumnya sekarang tampak lebih cerah. "Mas Rendra pernah dengar soal ini? Katanya, dua orang yang sama-sama pernah terluka akan saling menyembuhkan jika mereka bersama."
"Jadi ini kesimpulannya apa?" tanya Rendra dengan nada agak menuntut.
"Sudah jelas, kan? Mari menikah!" ajak Kirana.
***
"Kayaknya aku tadi kesurupan, deh. Ngaco banget omonganku. Gimana, dong?"
Firda tertawa mendengar curhatan Kirana via telepon. "Kamu ngajakin nikah atau beli cilok, sih? Enteng banget, nggak pakai mikir. Hahaha.…"
Reaksi Firda adalah definisi sahabat laknat sesungguhnya, tertawa paling keras saat tahu teman baiknya melakukan kebodohan yang tak terbantahkan.
"Sobatku jadi kawin, dong! Mantap! Kamu butuh temen cari seserahan? Survei vendor? Lihat-lihat kebaya atau gaun? Jajan lingerie buat malam pertama menggairahkan? Yuk, aku temenin!"
Kirana menyesal menceritakan apa yang baru saja terjadi kepada Firda. Kadar empatinya nol.
'Sudah jelas, kan? Mari menikah!'
Kirana teringat lagi dengan apa yang dia ucapkan kepada Rendra. Demi Tuhan! Bukankah Kirana seperti sedang melamar Rendra? Bagaimana bisa mulutnya begitu enteng mengajak orang menikah?
Perasaan tadi dia cuma pesan minuman soda biasa. Kenapa omongan dia bisa melantur kayak orang mabuk begitu?
Konyolnya lagi, Kirana bisa-bisanya tak merasa ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan setelah mengatakan kalimat seperti itu. Baru lah saat sampai rumah, dia menyadari kebodohannya.
Bagaimana bisa dia menggampangkan pernikahan? Lebih tak masuk akalnya lagi, kenapa Rendra juga langsung mengiyakan ucapannya tanpa sedikit pun terlihat berpikir sejenak?
Sejujurnya, Kirana memang belum begitu tertarik dengan pernikahan. Sayangnya, belakangan orang-orang di luar sana semakin cerewet dan tak tahu cara menjaga perasaan lajang sepertinya. Dia semakin sering menerima tatapan kasihan sekaligus menghina cuma karena belum memiliki pasangan.
Itulah mengapa saat perjodohan lawas kembali dibahas, dia tak berniat menentang. Pikirnya, dia hanya perlu menikah demi memenuhi harapan banyak orang, tak masalah siapa pun calon suaminya.
Meski begitu, bukan berarti Kirana tidak menghargai ikatan pernikahan. Dia sangat paham jika membangun rumah tangga bukan perkara main-main.
Namun, sekarang dia merasa telah melakukan sesuatu yang mencerminkan hal sebaliknya. Dia bersikap seperti tadi karena secara tak sadar sudah menganggap enteng pernikahan.
Mereka memang pada akhirnya akan menikah. Hanya saja, Kirana berpikir itu tak bakal terjadi dalam waktu dekat.
Rencana Kirana sebelumnya adalah mencari tahu tentang alasan di balik perceraian Rendra dan apa yang membuat pria itu berubah pikiran soal perjodohan mereka.
Dia pikir, itu akan membutuhkan waktu cukup lama karena rasa penasarannya biasanya tidak mudah terpuaskan. Tak disangka, barusan dia malah menghancurkan rencananya sendiri.
"Eh, jujur sama aku. Mungkin karena tadi si Rendra ganteng kebangetan, ya? Makanya kamu jadi oleng dan hilang akal sehat gitu, Na."
"Duh, apa iya, ya? Tapi tadi dia emang gantengnya nggak ada obat, Da! Nyesel aku. Harusnya tadi nggak usah nyuruh dia buka ini-itu pas masih di dalam mobil."
Kalimat terakhir Kirana terdengar rada ambigu bagi Firda. "Heh, emangnya kamu ngapain dia?! Apaan itu yang dibuka-buka pas masih di mobil?!"
Ada yang punya sahabat laknat yang kelakuannya kayak si Firda? Temen lagi susah malah diketawain :))