webnovel

Chapter 5

Pagi kembali menyapa, sekarang aku tengah berkutat di dapur. Mila baru saja kembali bekerja meninggalkan aku seorang diri di apartemen. Dengan keadaan begini aku tidak tau harus melakukan apa, yang hanya ku perbuat di dapur yaitu dengan beberapa peralatan masak yang dipakai untuk membuat cake larva. Pembuatnya yang tidak rumit itu membuat ku memilih nya, bunda beberapa kali mengajari ku untuk memasak dan alhamdulillah masakkan ku tidak pernah mengecewakan ayah dan bunda. Mengingatnya membuat ku merindukan mereka, segera ku ambil ponsel yang tergeletak di sisi gelas dan menekan nomor bunda disana.

“Assalamualaikum bunda.” sapa ku, aku dapat mendengar suara ayah yang tengah berbicara dengan seseorang.

“Waalaikumsalam, kamu apa kabar sayang?.”

Aku menatap cake yang kini berada dalam kukusan, “Aira baik bu, bunda gimana kabarnya sama ayah?.”

“Alhamdulillah ayah sama bunda baik-baik aja, ouya kamu lagi apa Nduk.”

“Aira lagi buat cake Bun.” ujar ku, kini duduk di kursi mini bar yang terdesain indah di dapur milik Mila. Tempat ternyaman setelah balkon ruang tengah miliknya, “oh ya bu, ayah mana?”

“Ayah kamu lagi bicara sama Marvin, dia datang berkunjung. Setelah kamu pergi ia sering datang, sesekali menanyakan keadaan kamu. Bunda dengar kamu menolak panggilan dari nya ya?”

Aku berpikir sejenak, setelah sehari aku di Korea aku dapat panggilan dari mas Marvin yang tak kujawab sama sekali saat aku sibuk mengobrol dengan Mila, ya hanya malam itu. “Iya, Aira tidak mengangkat nya karena Aira sedang bersama Mila saat itu.”

Ada helahan nafas yang aku dengar dari bunda, aku tau apa yang beliau pikirkan. “Bunda fikir kamu menghindari nya, hmm kamu boleh untuk pergi menenangkan perasaan kamu tapi ingat juga, mas Marvin hanya ingin bersilaturahmi sama kamu, jangan jauhi dia apa pun itu dia tetap kakak ipar kamu, jangan membawa hati ke dalam keluarga nak.”

“Aira mengerti bun, Aira tidak menolak untuk berdekatan dengannya. Tetapi, untuk sekarang Aira butuh waktu bagaimanapun Aira masih tahap penyembuhan. Aira mengerti bagaimana kesalahan ini terjadi, semuanya harus Aira terima demi mbak Asha, Aira akan membuatnya bahagia Bun.”

“Kamu anak yang baik, hiduplah dengan bahagian sayang doa bunda menyertai setiap langkah kamu.” Aku mengganguk walaupun bunda tidak dapat melihatnya, hatiku menghangat saat suara bunda terdengar begitu menenangkan jiwa dan raga ku. Tidak bisa aku pungkiri, aku sungguh merindukannya.

“Terimakasih bunda, yasudah kalau begitu Aira izin permisi dulu ya bunda.”

“Iya sayang, jangan kesehatan disana.”

“Iya bunda, bunda dan ayah juga jaga kesehatan, titip salam buat ayah dan mas Marvin. Assalamualaikum.” setelah menerima jawaban salam dari bunda panggilan itu telah terputus meninggalkan ku dengan rasa yang bersalah karena masih memendam kan rasa untuk pria yang tidak pantasnya aku cintai.

Setelah meletakan ponsel aku segera melihat cake buatan ku yang kini sudah matang, segera aku membawa nya ke meja dan meletakkannya di atas piring dan aku baru sadar sepertinya cake yang dimasak terlalu banyak, aku segera meletakan gula halus diatasnya dan berpikir jika untuk berbagi dengan yang lain tidak salah juga. Aku kembali ke kamar untuk membersihkan diri dan mengenakan baju yang tertutup, dengan dress panjang bermotif floral pace menjadikan pilihan ku saat ini dengan hijab yang senada. Kini aku membawa cake itu dengan rantang mini berwarna kuning, setelah selesai aku membereskan semuanya dan keluar dari apartemen Mila dengan rantang mini itu.

Mata ku menelisik setiap pintu yang berjajar di lantai yang sama dengan kamar Mila, ada empat pintu dengan jarak yang berjauhan dan kamar Mila berada di ujung nomor dua dengan penuh pertimbangan aku memilih kamar yang paling ujung dekat dengan kaca. Bismillah, aku takut jika orang yang aku temui tidak sesuai dugaan ku. Aku mencoba menekan bel yang ada disana, tetapi bukan suara yang menyaut melainkan suara anjing yang menyalak lah yang membuat ku terkejut.

“Tenang lah Bonse, kau menakuti orang lain.” Aku dapat mendengar suara itu dari loudspeaker yang terpasang di depan pintu. Tidak lama pintu itu terbuka menampilkan sosok pria tinggi yang menjulang dengan kaos hitam yang santai dengan mata hazel yang membuat ku terpaku.

“Kau.”

Aku terperanjat melihat Dae-Hyun yang kini berada di depan ku, ya Allah kau mempertemukan ku dengannya lagi. Apa ini sudah rencana mu yang engkau tulis dalam takdir ku?, jika iya aku mengucapkan banyak terimakasih perihal kesempatan yang engkau berikan kepada ku.

Ku lihat pintu kembali tertutup membuat ku mengerjap beberapa kali dan membalikkan badan untuk memfokuskan apa yang telah aku lihat, masha Allah aku tidak boleh memandangnya seperti itu. Aku menggeleng pelan, “Maaf membuatmu menunggu.”

Aku menoleh dan anjing yang bersamanya tadi keluar menghampiri ku yang segera aku mundur beberapa langkah, Dae-Hyun terlihat segera mengambilnya dan menjauhinya. “Maaf, Bonse akan seperti ini saat melihat orang baru.” ujarnya seraya tersenyum dan mengelus lembut bulu hitam itu, aku hanya mengangguk.

“Aku kemari hanya untuk berbagi cake, hanya ingin menyapa tapi aku tidak tau kalau oppa disini.” ujar ku, seraya tersenyum ramah.

“Kalau begitu kita ke kafe bawah gimana? Sepertinya aku banyak waktu untuk sekedar ngobrol.” aku mengangguk menyetujuinya, segera ia menurunkan anjing lucu itu dan menutup pintunya. Kini aku berjalan di sisinya masih tidak menyangka jika aku berada disini bersamanya. Lift mengantarkan kami di lantai bawah apartemen dimana ada cafe yang berdinding kaca dengan aroma cake yang terhembus menggiurkan, cake ku seperti tidak ada apa-apanya jika di pajang antara cake di dalam etalase itu.

Dae-Hyun memilih meja di dekat jendela dengan pemandangan kota gangnam, beberapa orang yang berada di tempat yang sama dengan kami menatap penasaran. Pria itu terlihat melepaskan kacamatanya serta masker yang ia kenakan, “Apa itu buat ku?” tanya nya yang menatap rantang kecil kuning di pangkuan ku.

Aku memberikan kepadanya dan aroma coklat begitu menyengat saat ia membukanya, wajahnya berseri bahagia tidak tau apa yang ia pikirkan.

“Wah, seperti nya lezat. Terimakasih.”

Aku mengganguk, tidak ku sangka ia akan menyukainya. Ia memesan satu gelas Americano dengan ku Green Tea melengkapi untuk memakan cake yang aku bawa. Dae-Hyun terlihat seantusias itu saat merasakan coklat yang meleleh di dalam mulutnya, aku begitu takjub dengan segala ekspresi yang menggambarkan perasaan nya itu. Pria tampan dengan segudang prestasi serta aktor ternama dan dengan gosip yang beredar dengan cepat ia akan membuat agensi sendiri. Aku tidak mengerti mengapa ada sosok pria sepertinya, ada rasa terselip bahagia saat bisa mengenalnya.

“Ah, bagaimana bisa kamu berada di sini?”

Aku terdiam kaku, bagaimana aku mengatakannya.

“Beberapa hari aku akan tinggal disini, bersama teman ku yang mengganti bayaran mobil oppa.”

“Ah wanita itu, jadi sekarang kita bertetangga hm.. takdir tidak pernah mengecewakan.” aku hanya menunduk, aku merasa ia terus menatap ku dan tidak tau apa yang pria itu pikirkan.

“Kau bilang untuk beberapa hari? Apa kau akan kembali ke negara mu?.”

“Ya, aku hanya sebulan disini.. tujuan pertama hanya untuk liburan.” ujar ku seraya tersenyum, aku tidak mungkin memberi tau perihal ku bisa berada disini. Aku menggenggam kedua tangan ku dan meremasnya, kebiasaan ku di kala gugup menutupi sesuatu. Tatapan Dae-Hyun masih saja terpaku menatap ku, tidak tau apa ini juga salah satu hobinya atau hanya, “Kau benar, tidak semuanya orang lain tau tentang kehidupan kita. Bahkan banyak yang harus kita sembunyikan agar terlihat baik-baik saja, bukan nya begitu?”.

Aku menatap nya tidak percaya, dengan senyum yang menghias wajahnya membuat ku semakin berpikir bagaimana ia tahu?. Tatapan kami saling bertemu, semuanya terlalu tiba-tiba dan kenapa ia bisa mengetahui sesuatu yang bahkan aku sembunyikan dari orang lain.

___