webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urbain
Pas assez d’évaluations
69 Chs

Helm

Selepas Isya, Jeka baru pulang ke rumah. Pemuda yang masih mengenakan seragam lengkap namun awut-awutan itu menghembuskan nafas malas kala melihat mobil Papa-nya terparkir di depan halaman rumah. Sudah pasti setelah ini ia akan kena omel gara-gara telat pulang ke rumah. Jeka memang lebih sering menghabiskan waktu untuk nongkrong di markas ketimbang rumah. Ya buat apa? Toh tidak ada yang membuatnya senang di rumah, kecuali PS.

Pemuda itu melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah setelah memarkirkan mobilnya. Jeka bisa mendengar suara tawa dari mulut Papa, mama tirinya, dan Yeri. Jeka tersenyum sinis, masih bisa tertawa saja setelah apa yang sudah mereka lakukan pada Mama-nya? Jeka berjalan bergitu saja melewati ketiga orang itu bahkan tanpa mengucapkan salam. Papa Jeka; Pablo menatap putra sulungnya dengan tatapan tidak suka.

"Jeka!". Panggil lelaki itu dengan tegas. Jeka memutar bola matanya malas sebelum menatap kearah Pablo dengan tatapan datar seperti biasanya. Terakhir kali Jeka menatap Pablo dengan penuh kasih sayang sebelum Ayu meninggal.

"Apa?". Sahut Jeka santai sambil memasukkan kedua tangannya kesaku celana.

"Dari mana aja jam segini baru pulang?! Berantem lagi?". Sonia mengelus pundak Pablo untuk meredam emosi lelaki itu. Jeka menatap Sonia dengan tatapan jijik, drama banget. Begitu batin Jeka. Sementara itu Yeri hanya bisa menunduk karena tidak suka dengan situasi seperti ini. Lagian Abang-nya kalau dimarahin selalu saja melawan dan membuat masalah semakin runyam.

"Ya ngapain lagi kalau gak berantem sama tawuran Pa. Jeka mau tidur, capek!". Sahut Jeka ketus hendak melenggang pergi namun seruan Pablo menginterupsi-nya.

"Kamu udah gedhe Jek. Belajar yang bener biar besok bisa gantiin Papa ngurus perusahaan. Papa udah tua dan gak bisa terus-terusan kerja buat kalian". Jeka terdiam. Sungguh didalam benak pemuda itu sama sekali tidak terfikirkan untuk menggantikan Papa-nya menjadi Bos besar dalam artian yang sesungguhnya. Jeka lebih suka hidup bebas tanpa aturan.

"Jeka gak minat. Suruh aja noh Yeri yang gantiin". Setelah menggedikan dagu-nya kearah Yeri, Jeka bergegas menuju kamarnya. Pablo memegangi dada-nya yang mendadak nyeri, serangan jantungnya kambuh. Sonia dan Yeri langsung menenangkan Pablo agar penyakitnya tidak semakin parah.

"Sabar Mas, anak seumuran Jeka emang lagi nakal-nakalnya. Insyaallah dia bakal berubah suatu saat nanti. Gak mungkin juga kan dia bakal tawuran terus, ada masa-nya dia mikirin masa depan". Kata Sonia menenangkan, Yeri mengangguk setuju. Lagian Yeri tahu kok kalau Abang-nya itu sebenarnya sosok yang bertanggung jawab. Apalagi kalau sudah punya pacar, kelihatan sekali gentle-nya. Ah! Yeri jadi ingat Unaya.

"Pa, Ma kayaknya Yeri tahu deh gimana caranya bikin Bang Jeka berubah". Kata Yeri dengan senyum penuh arti. Sonia dan Pablo saling melempar tatapan, Heum kira-kira apa ya ide Yeri agar Jeka berubah?

Sementara itu Jeka mendadak badmood, harusnya tadi ia tidak usah pulang saja sekalian. Pemuda itu menyangga kepalanya dengan tangan, matanya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Sebenarnya tanpa disuruh Papa-nya pun suatu saat nanti Jeka akan berubah kok. Tapi bukan sekarang, pemuda itu masih ingin menikmati masa-masa remajanya dan mencari pengalaman sebanyak mungkin. Dunia itu luas, dan sayang jika tidak dijelajahi.

"Udah keburu badmood, mau ngapain nih gue?". Gumam Jeka pada dirinya sendiri. Entah kenapa justru sosok gadis yang tadi bocor di sekolah terlintas begitu saja dipikirannya. Pemuda itu terkekeh mengingatnya, lucu banget sumpah! Unaya yang rewel karena pembalut yang dibelikan Ririn tidak sesuai dengan keinginannya dan berujung gadis itu ngambek minta dibelikan cilok.

Jeka mengambil ponsel-nya dari saku celana dan mencari kontak Unaya. Sebelum menelefon gadis itu, Jeka tidak lupa mem-private nomor teleponnya. Kenapa harus di private? Jika kontrak mereka berakhir dan Unaya ternyata baper padanya, setidaknya gadis itu tidak bisa mencarinya. Jeka tidak mau merusak Unaya, pemuda itu berengsek untuk gadis polos seperti Unaya. Sesimpel itu.

"NGAPAIN SIH NELPON PAS GUE LAGI MASKERAN?! MASKER GUE RETAK KAN?!". Jeka menjauhkan ponsel dari telinganya. Anjir! Belum ngomong apa-apa udah disemprot aja.

"Heh! Gak sopan banget sih loe! Kalo ternyata yang telepon loe pake private number bukan gue gimana?! Gak malu?!". Omel Jeka. Terdengar suara tawa menyebalkan dari seberang sana.

"Gak! Gak mungkin! Orang primitif yang nelponin pake private number kan cuma loe doang". Jeka terkekeh mendengar jawaban Unaya. Lumayan lah, banyolan gadis itu bisa menaikan sedikit mood baiknya.

"Lagi ngapain?". Tanya Jeka.

"Kan tadi gue udah bilang lagi maskeran". Sahut Unaya pendek.

"Jalan yuk". Tidak ada sahutan dari sana. Jeka mengangkat sebelah alisnya, jangan bilang Unaya ketiduran?

"Woy cewek cupu! Loe tidur ya? Wah parah, ditelepon malah tidur!". Omel Jeka.

"Eh? So-sorry tadi ada WA masuk dari Papa makannya dibales dulu hehe". Padahal Unaya tengah mengalami shock terapi, Jeka ngajakin jalan? Ekhem kencan?

"Oh... jadi gimana? Mau jalan sama gue?". Tanya Jeka sekali lagi.

"Eum... kemana tapi? Pulangnya jangan malem-malem, nanti dimarahin Mama". Jeka mengulum senyum gemas. Tuh kan, Unaya itu polos banget. Tidak mungkin juga Jeka memacari gadis se-polos itu, bukannya tidak level tapi lebih ke-tidak tega.

"Iya cewek cupu, cuma muter-muter naik motor aja kok. Mau?". Tanya Jeka dengan lembut. Unaya reflek menganggukan kepalanya beberapa kali diseberang sana, tapikan Jeka tidak bisa lihat ya? Unaya menepuk dahinya karena merasa bodoh.

"Boleh, kalau gitu gue siap-siap dulu".

"Tunggu ya, gue mau mandi bentar. Nanti gue jemput dirumah. Bye....".

"Eh tunggu!". Unaya buru-buru mencegah Jeka yang hendak menutup teleponnya.

"Kenapa?".

"Eum... kalo naik motor, terus gue pakai baju apa?". Tanya Unaya dengan polos. Jeka menahan tawanya, maklum putri raja mana pernah naik motor.

"Pakai baju apa aja, yang penting jangan pake tanktop". Sahut Jeka asal.

"Ihhhhhh! Gue serius Jeka! Kan gak lucu kalo salah outfit!". Omel Unaya membuat Jeka terkekeh.

"Gue juga serius cewek cupu. Yang penting jangan lupa pakai jaket!".

Pip!

Jeka mematikan sambungan telepon sepihak. Kalau terus meladeni Unaya yang ada mereka tidak jadi jalan. Unaya juga sudah mewanti-wanti untuk tidak pulang malam-malam. Pemuda itu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum menjemput tuan putri-nya.

--Bangsat Boys--

Unaya sudah selesai dengan dandanan manisnya, gadis itu akhirnya hanya mengenakan celana jeans panjang dan sweeter tak lupa jaket seperti apa kata Jeka. Gadis itu juga mengenakan kupluk putih hingga membuat penampilannya semakin terlihat manis. Unaya menyemprotkan parfum vanila-nya beberapa kali sebelum turun kelantai bawah untuk menunggu Jeka.

Terlihat Mama dan Jeni yang berisik gara-gara menonton drama Korea yang ditayangkan di televisi. Sembari mengunyah keripik kentang, Mama dan Jeni berteriak-teriak heboh.

"Ya ampun Jen itu si Tae Oh emang kurang ajar ya! Kan yang bunuh pacarnya si cewek muda itu bukan Sung Woo". Teriak Irene sambil menunjuk-nunjuk televisi.

"Eh anjir anaknya Sung Woo ganteng banget!". Jeni malah salah fokus hingga membuat Irene mencibir. Akhirnya ibu dan anak itu malah bertengkar.

"Mama! Berisik tahu gak! Helen lagi belajar nih, besok ada ulangan". Teriak Helena dari ambang pintu kamarnya yang terletak dilantai atas. Irene dan Jeni reflek mendongak keatas, Unaya yang baru duduk disamping Jeni-pun ikut-ikutan.

"Belajarnya nanti aja Len, ini loh Mama sama Jeni lagi nonton drama Korea yang pemainnya mirip kamu". Irene melambai-lambaikan tangannya hingga Helena akhirnya turun ke lantai bawah. Gadis itu melirik kearah Unaya yang sudah berpenampilan ready to go.

"Mau jalan?". Tanya Helena. Irene dan Jeni akhirnya baru sadar jika Unaya sudah dandan secantik itu.

"Lah iya, baru ngeh kalo Kak Una udah rapi-rapi". Komentar Jeni.

"Hu'um, Una pamit ya Ma. Mau jalan sama Jeka". Helena langsung menolehkan kepalanya kearah televisi. Gadis itu lagi-lagi merasakan cemburu pada adik tirinya. Saingan terberat adalah saudara sendiri, begitu batin Helena.

"Oh... oke. Tapi jangan pulang malem-malem ya". Peringat Irene. Unaya mengangguk patuh, beberapa detik kemudian gadis itu mendengar suara klakson motor.

"Itu kayaknya Jeka udah dateng deh Ma. Una pergi dulu, bye". Irene, Helena, dan Jeni melambaikan tangan ke arah Unaya. Irene terkekeh melihat wajah asem Helena saat Unaya sudah keluar dari rumah.

"Gak mau ikut jalan Len?". Ledek Irene. Helena menatap Mama-nya dengan sebal.

"Gak ah, mau nonton Da Kyung aja". Sahut Helena cepat.

Jeka menyandarkan tubuhnya di motor sembari menunggu Unaya keluar.

Tak lama kemudian yang ditunggu keluar dari rumah dengan penampilan manis seperti biasanya, Jeka tersenyum kecil melihat penampilan Unaya malam ini.

"Gue gak salah outfit kan?". Tanya Unaya meminta pendapat pada Jeka. Jeka menegakkan tubuhnya dan berjalan mendekati Unaya. Pemuda itu seolah-olah tengah menilai penampilan Unaya.

"Heum, gak sih. Cuma...". Jeka melepas kupluk putih yang dipakai Unaya.

"Ngapain pake kupluk? Ntar ke-tutup helm juga". Lanjut Jeka.

"Oh iya lupa, eh tapi gue gak punya helm". Kata Unaya sambil memajukan bibir bawahnya.

"Sumpah? Beneran gak pernah naik motor ya loe sampe helm aja gak punya?". Omel Jeka. Princess beneran nih cewek yang ada didepan-nya, batin Jeka.

"Papa gak pernah ngijinin naik motor, katanya bahaya". Sahut Unaya jujur. Kata Papa-nya resiko kecelakaan saat naik motor itu lebih tinggi, makannya gadis itu jarang naik motor kecuali kalau kepepet.

"Hah! Ya udah kita cari helm dulu. Naik!". Unaya menurut, gadis itu bergegas membonceng dibelakang. Sekarang tidak perlu takut rok-nya terbang-terbang, kan pakai celana jeans.

"Udah belum?". Tanya Jeka.

"Udah!".

"Ya udah turun!". Canda Jeka.

"Hah?". Unaya beneran turun. Jeka terkekeh geli, ya ampun lucu sekali sampai pingin masukin Unaya kedalam toples.

"Hahaha canda. Polos banget sih loe, udah ayok naik". Unaya mendengus dan menghentakkan kakinya sekali sebelum kembali membonceng dibelakang. Jeka langsung menarik gas-nya dan melenggang pergi meninggalkan area perumahan. Tanpa keduanya sadari, sejak dua menit yang lalu Helena menatap interaksi mereka dari jendela kamarnya.

Helena menutup gorden kembali saat wujud Unaya dan Jeka sudah tidak terlihat. Gadis itu membuka kotak cincin yang di dalamnya terdapat cicin emas putih.

"Kita bahkan udah sejauh ini, tapi bodohnya gue malah ngelepas loe". Kata Helena sembari mengusap cincin pemberian Jeka.

--Bangsat Boys--

Jeka benar-benar membelikan Unaya helm. Saat ini keduanya tengah berada di sebuah toko helm pinggir jalan dan Unaya bingung hendak memilih helm yang cocok untuknya.

"Buruan napa sih cewek cupu. Katanya gak boleh balik malem-malem, ini nanti waktu kita habis cuma buat beli helm". Omel Jeka. Unaya berdecak kemudian mencubit bibir Jeka agar diam.

"Stttttt... gue udah nemuin yang cocok kok...". Kata Unaya dengan riang sembari mengambil sebuah helm.

"Taraaaaaa... lucu kan?". Lanjut Unaya sambil tersenyum cerah. Helm Little Poni berwarna pink itu membuat Jeka memijit pelipisnya.

"Mohon maaf situ umur berapa ya?". Sindir Jeka. Omong-omong helm Little Poni itu size-nya untuk anak SMP atau malah SD.

"Otw tujuh belas tanggal tiga puluh Mei nanti". Sahut Unaya cepat. Anjir! Bahkan lebih tua dari Jeka.

"Gak! Cari yang lain. Kalah loe sama adik gue, helm dia aja gambarnya tengkorak". Kata Jeka kemudian merebut helm yang dibawa Unaya. Pemuda itu mencarikan helm yang menurutnya terlihat cocok untuk Unaya.

"Gue mau-nya yang ini Jeka! Gue suka yang ini". Rengek Unaya mencoba mengambil helm yang direbut oleh Jeka. Jeka menangkis tangan Unaya dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi agar gadis itu tidak bisa meraih helm yang ia bawa.

"Nah ini aja, cocok buat loe". Jeka memakaikan helm Bogo berwarna kuning ke kepala Unaya. Unaya cemberut bahkan diam saja saat Jeka sengaja menarik-narik dagunya untuk menggoda.

"Hah! Suka yang Little Poni?". Tanya Jeka kemudian. Unaya yang masih manyun pun menganggukan kepalanya dengan cepat. Jeka menghembuskan nafas-nya kemudian meletakkan helm Bogo pilihannya ketempat semula.

"Mas, ambil yang ini ya". Kata Jeka sambil mengangkat helm Little Poni pink itu. Unaya bersorak dalam hati, Jeka bahkan membayarkan helm yang ia pilih.

"Nih!". Jeka mengulurkan helm Unaya dengan sebal. Sumpah pemuda itu geli sekali melihat wujud helm Little Poni itu. Dengan girang Unaya menerima helm yang diulurkan Jeka dan langsung memakainya.

"Thanks, nanti gue traktir cilok gak usah manyun gitu. Let's Go!". Kata Unaya dengan kurang ajarnya, kemudian berjalan mendahului Jeka menuju motor pemuda itu. Jeka mengusap dadanya beberapa kali, baru kali ini leader Bangsat Boys dibuat tunduk oleh seorang gadis. Biasanya gadis yang tunduk padanya.

"Jeka buruan dong! Keburu malem nih!". Teriak Unaya membuat Jeka mencibir, yang bikin lama juga siapa. Jeka bersiap naik keatas motornya sebelum Unaya membuat gerakan pemuda itu terhenti.

"Jek, ke Trans Studio yuk naik roller coaster". Jeka langsung memucat.

"Harus banget Na naik roller coaster?". Tanya Jeka memastikan. Unaya memicingkan matanya menatap wajah Jeka yang mendadak pucat.

"Emang kenapa? Gue lagi pingin nih!".

"Ya oke, tapi loe sendiri aja ya yang naik. Gue liatin aja". Sahut Jeka cepat kemudian bergegas naik keatas motornya. Unaya jadi curiga, jangan-jangan ada sesuatu diantara Jeka dan roller coaster.

--Bangsat Boys--

Helm Bogo vs Helm Little Poni