webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Finding My Una

Unaya langsung ngacir begitu Jeka telah memarkirkan motornya. Gadis itu terlihat girang sekali lantaran bisa menginjakkan kakinya lagi di taman bermain. Jeka agak khawatir jika Unaya hilang lantaran banyak pengunjung yang berlalu-lalang hingga membuat pemuda itu sulit mengawasinya. Dengan langkah lebarnya Jeka menyusul gadis mungil itu dan tanpa basa-basi langsung menggenggam tangannya.

"Eh?". Unaya terpaku saat tangan besar dan hangat Jeka merangkum penuh jemari mungilnya. Jeka hanya menatap Unaya datar kemudian menarik gadis itu menuju wahana roller coaster. Mata Unaya tak pernah lepas dari tangan Jeka, kenapa semua yang berkaitan dengan pemuda itu selalu menjadi yang pertama untuknya? Mulai dari pacaran, kecupan, dan sekarang genggaman.

"Sana! Katanya pingin naik roller coaster, gue tungguin disini". Kata Jeka sembari duduk disebuah bangku tepat di depan wahana roller coaster. Kesadaran Unaya mulai kembali sepenuhnya, gadis itu menatap Jeka dengan mata memicing sembari bersedekap dada.

"Ayo naik sama gue!". Ajak Unaya. Jeka mendadak gugup, pemuda itu menggaruk tengkuknya.

"Gak ah! Gue males. Udah buruan sono! Katanya gak boleh balik malem-malem!". Jeka mendorong-dorong tubuh Unaya agar segera pergi. Namun Unaya tidak bergerak sama sekali dari tempatnya, gadis itu masih penasaran kenapa Jeka seperti takut dengan roller coaster.

"Gak! Gue maunya naik sama elo! Ayo!". Unaya menarik-narik paksa tangan Jeka. Jeka tidak mau bergerak, bahkan satu tangan pemuda itu berpegangan erat pada kursi yang ia duduki. Aksi tarik-menarik itu bahkan mulai menjadi tontonan para pengunjung yang tak sengaja melewati mereka.

"Heh! Cewek cupu! Kalo mau naik ya sono naik sendiri! Gak usah ajak-ajak! Malu tahu!". Omel Jeka yang sadar jika ditertawakan oleh orang-orang yang lewat. Unaya mendengus sebal. Gadis itu melepaskan tangan Jeka namun tidak berhenti menatap pemuda itu dengan tatapan memicing.

"Jangan bilang loe takut naik roller coaster?". Tebak Unaya. Jeka sempat membulatkan matanya kemudian bergerak tidak nyaman.

"Gue? Takut Hahaha... yang bener aja loe!". Sahut Jeka sambil tertawa garing. Unaya juga ikut tertawa garing.

"Haha. Sumpah demi apa loe takut? Pentolan sekolah takut naik roller coaster? Kalo seisi sekolah tahu, apa mereka semua bakalan tetep tunduk sama loe?". Ledek Unaya yang membuat Jeka tidak terima. Pemuda itu langsung menegakkan tubuhnya dan berkacak pinggang didepan Unaya.

"Heh! Sembarangan kalo ngomong! Gak ada yang ditakutin leader Bangsat Boys!". Kata Jeka nyolot.

"Oh ya? Kalo gitu buktiin dong! Dasar Chicken. Pok...pok...pok...". Ledek Unaya lagi sambil mengepakkan tangan-nya seperti gerakan ayam.

"Wah kurang ajar tuh cewek. Bisa-bisanya menyentil harga diri gue". Gerutu Jeka kemudian menyusul Unaya yang tengah membeli tiket.

Dan akhirnya, Jeka duduk diatas roller coaster dengan wajah kaku. Unaya bahkan sampai menahan diri agar tidak terbahak. Baru kali ini gadis itu melihat sosok leader Bangsat Boys yang songong abis dibuat K.O oleh sebuah wahana permainan. Satu yang Unaya pelajari, setiap orang pasti punya kelemahan. Meski Jeka dijuluki panglima tempur-pun tak menjamin dirinya sempurna.

"Kalo takut gak usah dipaksain. Panglima tempur juga manusia kok, gak usah malu". Ledek Unaya sambil mengusap-usap pundak Jeka. Jeka menatap Unaya dengan sebal, pemuda itu menyingkirkan tangan Unaya yang berada di pundaknya.

"Hahaha!". Dan akhirnya Unaya tertawa terbahak-bahak juga. Jeka sempat terpaku, tawa riang gadis disampingnya ini menular. Tanpa sadar Jeka menyunggingkan senyum kecil.

"Cantik". Gumam pemuda itu yang masih bisa didengar oleh Unaya. Secara otomatis, tawa Unaya pudar. Kini yang ada hanyalah gemuruh didalam hati yang datang tanpa permisi. Unaya berhati-hati lah, cinta juga datang tanpa permisi.

Unaya mengalihkan tatapannya kearah lain, dan setelah itu roller coaster mulai bergerak perlahan.

"Waaaaaaaaa....".

"Aaaaaaaaa.....".

"Yeaahhh.....".

Unaya berteriak heboh bersama dengan penumpang yang lain saat roller coaster mulai melaju dengan cepat, mengikuti jalur yang meliuk-liuk membuat adrenalinnya terpacu. Sementara itu, ada satu orang yang sedari tadi diam bak mayat yang naik roller coaster. Jeka memejamkan matanya rapat-rapat, kepalanya pusing dan perutnya terasa diaduk. Ia mau muntah!

Jeka tidak takut ketinggian, tidak juga trauma dengan wahana ini. Hanya saja pemuda itu memang anti naik wahana ekstream yang membuat perutnya diaduk hingga mau muntah. Sejak kecil Jeka memang begitu, tidak tahu kenapa mungkin memang sudah kebiasaan. Pemuda itu lebih suka naik wahana yang tenang seperti bianglala. Sebetulnya hal ini termasuk titik lemahnya kan? Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Unaya. So, berhati-hati lah Jeka Nalendra! Unaya memegang kartu AS-mu.

Unaya tersenyum puas saat roller coaster berhenti. Gadis itu mau naik satu putaran lagi tapi Jeka sudah berlari menjauh dan langsung muntah-muntah. Jeka berjongkok di dekat pot tanaman dan muntah disana, pemuda itu juga memijit kepalanya sendiri karena pusing.

"Jeka? Loe gak apa-apa?". Tanya Unaya yang tentu saja khawatir. Gadis itu tidak tahu jika efek Jeka naik roller coaster akan sampai seperti ini. Jeka mengangkat tangannya memberi kode agar Unaya diam dulu. Unaya yang paham-pun memilih diam dan duduk di bangku panjang sembari sesekali melirik kearah Jeka.

Beberapa menit kemudian, Jeka berjalan dengan lemas kearah Unaya. Pemuda itu langsung meletakkan kepalanya di paha Unaya dan memejamkan mata. Unaya tentu saja kaget dan hendak bergeser namun Jeka menahannya.

"Lima menit aja. Kalo pusing gue udah ilang, gue anterin balik". Kata Jeka dengan suara lemahnya. Unaya diam, gadis itu berinisiatif mengusap dahi Jeka yang berkeringat dengan tisu. Jeka membuka sedikit matanya, pemuda itu mengulum senyum tipis. Manis sekali tuan putri ini.

"Gue gak takut naik roller coaster! Jangan salah paham!". Kata Jeka tiba-tiba. Unaya mendengus sebal, ya ampun udah K.O gini masih aja gak mau ngaku. Begitulah batin Unaya.

"Gak takut tapi sampe muntah-muntah kayak gini. Langganan menang tawuran tapi sama roller coaster K.O". Ledek Unaya. Jeka berdecak, pemuda itu masih memejamkan matanya.

"Ya cuma orang aneh yang naik wahana gak bermutu kayak gitu. Udah bayar tiket mahal-mahal, selesai naik bikin penyakitan lagi". Omel Jeka tidak jelas.

"Ya, ya, ya! Terserah deh. Leader kan selalu benar". Unaya mengeluarkan Fresh Care Cherry kemudian membalurkannya di pelipis Jeka.

"Eh? Apaan nih?! Baunya gak enak". Protes Jeka. Unaya menahan kepala pemuda itu agar tetap berbaring di paha-nya.

"Stttttt... diem kalo mau pusingnya ilang". Kata Unaya galak. Jeka akhirnya menurut saja, pemuda itu merasakan kepalanya lumayan enakan. Kok jadi ngantuk?

Ding... ding... Cha... cha... cha🎶

"Bentar". Unaya mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat nama Jeni disana. Tanpa banyak omong, gadis itu langsung mengangkat telepon dari Jeni.

"Ya, halo. Kenapa Dek?". Tanya Unaya lembut. Jeka diam-diam menyimak obrolan Unaya dan Jeni meski tidak terlalu jelas.

"Kak Una! Ntar kalo pulang mampir beli martabak manis ya! Kejunya yang banyak, ini bukan aku lho yang minta. Tapi mama!". Teriak Jeni kemudian terdengar suara perkelahian antara Jeni dan Irene diseberang sana. Jeka yang tak sengaja mendengarnya pun terkekeh kecil.

"Kakak kan cuma diajak jalan, ya gak enak lah Dek kalo minta mampir-mampir". Bisik Unaya sambil melirik kearah Jeka yang masih memejamkan matanya.

"Yaelah kan sama doi sendiri kenapa kaku sih Kak! Kalah sama bra-nya Mama!...".

"Jeniiiiii...".

"Udah ya Kak ntar Mama tambah ngamuk. Dadah Kak Una, jangan lupa beliin pesenan aku muachhh!!!".

"Jen...".

Pip!

"Hih! Kok dimatiin sih!". Omel Unaya saat Jeni mematikan sambungan telepon begitu saja. Jeka mengulum senyum kemudian bangkit dari posisi berbaringnya. Pemuda itu menatap Unaya dengan jenaka.

"Kenapa Kak Una? Mau dianterin beli martabak manis?". Ledek pemuda itu membuat wajah Unaya memerah karena malu.

"Jangan panggil gue kayak gitu!". Protes Unaya membuat Jeka terkekeh.

"Terus panggil apa? Dek Una?". Ledek Jeka lagi membuat Unaya reflek memukul kepala pemuda itu dengan tas selempangnya.

"Aw! Sakit cupu!". Omel Jeka sambil mengusap kepalanya yang mendadak kembali pusing. Unaya bangkit berdiri kemudian menjulurkan lidahnya kearah Jeka.

"Buruan anterin gue beli martabak manis!". Kata Unaya dengan ketus kemudian berjalan begitu saja meninggalkan Jeka yang masih dalam posisi uenak.

"Pingin tak hiiiihhhhhhh!!!". Batin Jeka sebal.

--Bangsat Boys--

"Na, gue mau pipis bentar loe tunggu disini dulu oke?". Unaya mengangguk dan membiarkan Ririn pergi ke toilet. Hari ini Jeka tidak bisa mengantarnya pulang lantaran hendak tawuran dengan sekolah lain, ada yang ngeroyok Jimi katanya untuk itulah mereka mau balas dendam.

Unaya yang berdiri didepan gerbang sekolah memilih untuk memainkan ponselnya sembari menunggu Ririn selesai dengan urusannya. Siang ini mereka hendak pulang naik angkot, padahal Jeka meminta gadis-gadis itu untuk naik taksi bahkan sudah memberi ongkos segala. Tapi bukan Unaya dan Ririn namanya kalau menurut begitu saja, kedua gadis itu memanfaatkan ongkos taksi untuk jajan saja hehe.

Jarak sepuluh meter dari sekolah...

"Itu Pah orangnya". Tunjuk Yeri. Pablo menatap arah yang ditunjuk Yeri. Lelaki itu mengangguk paham dan meminta Yeri untuk turun dari mobil. Papa dan anak itupun berjalan mendekati Unaya. Akhirnya Yeri menceritakan pada Papa-nya kalau Jeka sudah punya pacar. Dan menurut Yeri, Unaya adalah orang yang mampu mengubah Kakak-nya menuju kearah lebih baik.

"Kak Unaya?". Panggil Yeri dengan ramah. Unaya reflek mengangkat kepalanya dan kaget melihat kedatangan Yeri yang tiba-tiba.

"Eh? Yeri...". Unaya beralih menatap kearah Pablo.

"Halo Om". Sapa Unaya sembari menyalami tangan Pablo. Pablo tersenyum menatap Unaya, lelaki itu suka karena sosok yang katanya pacar dari putra sulung-nya ini sopan dan manis.

"Ini Papa Kak. Papa mau ngomong sesuatu sama Kakak". Unaya tersenyum kikuk. Ngomong? Mau ngomongin apa? Jujur saja Unaya merasa gugup karena berhadapan dengan Papa Jeka. Padahal ia dan Jeka kan hanya pacaran kontrak, tapi kenapa berasa gugup-nya saat bertemu Papa mertua?

"Eum... soal apa ya Om kalo boleh tahu?". Tanya Unaya hati-hati.

"Santai aja. Om cuma mau ajak kamu ngobrol biasa kok. Ayo, sekalian makan siang". Ajak Pablo dengan ramah. Siapa yang tega nolak keinginan orang tua? Maaf Ririn gak jadi jajan deh :(

Pablo memesan berbagi macam menu makanan yang membuat lidah Unaya bergetar tak karuan begitu mereka tiba disebuah restoran. Tidak sabar mau nyicip semua-nya tapi malu, alhasil gadis itu hanya memakan sepotong ayam katsu pelan-pelan. Aduh ini bukan Unaya sekali kalau dihadapkan dengan makanan.

"Oh iya Unaya, kata Yeri kamu pacarnya Jeka ya?". Tanya Pablo tiba-tiba membuat Unaya yang tengah menatap cumi asap didepannya kaget setengah mati. Pablo yang menangkap arah tatapan Unaya-pun tersenyum tipis kemudian menyendokkan cumi asap ke piring Unaya.

"Eh? Makasih Om hehe". Unaya menggigit sendoknya karena merasa malu. Sementara itu Yeri terkikik geli melihat tingkah Unaya.

"Lucu ya Pa pacar-nya Bang Jeka". Kata Yeri membuat Pablo terkekeh.

"Kalau boleh tahu, Unaya sudah pacaran sama Jeka berapa lama?". Tanya Pablo lagi. Unaya menghitung dengan jari-jarinya. Gadis itu tidak ingat betul sudah berapa lama pacaran kontrak mereka berlangsung.

"Eum... kayaknya sih belum genap seminggu Om". Sahut Unaya asal. Pablo mengangguk. Masih anget, begitu batinnya.

"Kenapa mau sama Jeka?". Unaya reflek menghentikan kunyahan-nya. Pertanyaan Pablo barusan sangat sulit untuk dijawab.

"Dipaksa, diancem!". Batin Unaya meronta. Unaya meringis lebar, sementara itu Pablo dan Yeri amat menantikan jawaban gadis itu.

"Eum... karena Jeka ganteng Om hehe". Jawab Unaya asal sambil meringis lebar membuat Pablo dan Yeri tertawa geli.

"Hahaha. Apapun alasannya itu. Makasih udah nerima Jeka apa adanya. Meskipun Jeka nakal, suka tawuran tapi dia sebenarnya baik". Unaya tersenyum tipis. Agak setuju dengan perkataan Pablo, meskipun doyan tawuran tapi Jeka bisa nge-treat perempuan dengan baik. Itulah nilai plus-nya.

"Sebenarnya Unaya, Om mau minta bantuan sama kamu". Kata Pablo penuh harap. Unaya melihat pancaran kesedihan dari mata lelaki paruh baya didepannya ini.

"Bantu apa Om?".

--Bangsat Boys--

Sejak dua jam yang lalu, Ririn masih setia duduk bersama Pak satpam di Pos. Gadis itu cemas karena Unaya mendadak hilang tanpa kabar. Ririn takut jika Unaya diculik, gadis itu semakin sebal saat Pak satpam tidak tahu dimana keberadaan Unaya.

"Dasar Pak satpam gak guna!". Gerutu Ririn untuk yang kesekian kalinya. Ririn rasanya mau nangis aja, gadis itu tidak punya ongkos pulang. Sengaja ngarepin uang yang dikasih Jeka, eh Unaya-nya malah hilang. Gadis itu reflek menolehkan suaranya saat mendengar deru motor yang bersahut-sahutan, Bangsat Boys telah pulang dari medan pertempuran.

Ririn langsung berdiri didepan gerbang sekolah sambil melambaikan tangannya kedepan bak menyetop ojek. Antek-antek Jeka yang melihatnya-pun mengangkat sebelah alis keatas. Jeka mengabaikan Ririn dan melewati gadis itu begitu saja.

"Maaf Mbak bukan ojek!". Kata Jimi yang tengah dibonceng Victor. Ririn yang sebal-pun menghentakkan kakinya beberapa kali sebelum berteriak nyaring.

"UNAYA DICULIK!!!".

Ciiiiiiitttttt!

Jeka reflek mengerem motornya begitu mendengar teriakan Ririn. Pemuda yang bonyok untuk yang kesekian kalinya itu langsung menstandarkan motornya dan berjalan mendekati Ririn.

"Apa loe bilang?". Tanya Jeka setelah sampai di depan Ririn. Ririn terlihat panik dan berusaha menceritakan apa yang terjadi.

"Pas gue tinggal pipis, Unaya udah gak ada. Di telepon juga gak aktif. Gue udah telepon orang rumah, katanya Unaya belum pulang". Jeka memasukan tangannya kesaku celana, pemuda itu mengangkat kepalanya mencoba berfikir.

"Guys, mungkin gak sih Mario yang bawa Unaya kabur?". Tanya Jeka pada antek-anteknya.

"Mungkin Bos, tapi kalo gak ada bukti kita gak bisa asal nyerang". Sahut Jaerot. Jeka mengepalkan tangannya erat-erat, rahangnya mengeras. Awas aja kalau sampai Mario beneran yang culik Unaya!

"Mencar sekarang juga! Cari Unaya sampai ketemu!". Bentak Jeka yang langsung dipatuhi semuanya. Ririn menahan tangan Jeka saat pemuda itu hendak berlalu.

"Finding my Una, please....". Mohon Ririn dengan mata berkaca-kaca. Jeka melepas cekalan Ririn perlahan sebelum mengangguk mengiyakan.

"Vi, anterin nih cewek balik". Kata Jeka sebelum pergi untuk mencari Unaya.

--Bangsat Boys--