webnovel

Sebuah Misi 2

hii maaf telat, btw aku ada publish cerita baru.. judulnya pacaran?! Search aja pasti ada, awokawok malah promote di sini..

Kasih power stone kalian yaa

***

"Oh, Shit!" umpat Eva pelan.

Shakeel menatap Eva tak percaya, apa ia salah dengar tadi? Tidak, tidak. Shakeel mendengar itu dengan sangat jelas.

"Lo.. Udah punya pacar?" tanya Shakeel.

Eva melirik Shakeel malas, apa pria itu tidak bisa diam sebentar? Akan timbul masalah jika orang yang menelponnya itu mendengar suara Shakeel.

"Lho? Sayang, di samping kamu ada cowok?" tanya orang di seberang heran. Nah kan!

"Gaada, lo salah denger.. Ngapain nelfon?" tanya Eva ketus.

Melihat Shakeel yang ingin berbicara, dengan segera Eva meraup mulut Shakeel menggunakan tangan kanannya. Matanya mengisyaratkan, 'tolong diam sebentar!'.

"Ah begitu, aku menelfon karena kangen" ujar nya manja. Kening Eva berkerut tak suka, orang di seberang ini suka mengucapkan hal yang aneh!

"Maaf, anda siapa?" tanya Eva formal. Ia melanjutkan, "Tolong berhenti sok akrab dengan saya, kita cuma rekan bisnis!"

"Tapi aku mencintaimu!"

Eva mendesah lelah, harus berapa kali ia jelaskan tentang kebenarannya pada pria itu?! Keras kepala sekali pria ini, sepertinya dia akan jera setelah dihukum kakaknya.

Ia berdecak kesal, "Ck, tolong bicara langsung ke inti nya!" Mendengar decakan dari Eva pria itu menghela napas, "Haah, aku menunggu mu besok di sini Eva sayang"

"Saya tidak berharap anda menyambut saya," cetus Eva seraya mematikan telpon secara sepihak.

Mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, Eva menceburkan hp nya kedalam wadah air didepannya. Shakeel kini kembali dibuat kaget, bagaimana bisa Eva dengan mudahnya menceburkan hp IPhone keluaran terbaru kedalam air?!

Melihat Eva berdiri sontak Shakeel bertanya, "Mau kemana?"

Eva hanya melirik malas, beranjak pergi meninggalkan Shakeel tanpa menjawab. Ini sebuah rekor muri bagi Eva, sebab selama ini ia tak pernah mengabaikan orang yang ia cintai.

***

Dreek..

Eva memasuki ruang tempat Misha dirawat, di sana Ryan masih duduk dengan betah. Ia salut pada pacar kakaknya itu, "Kak gimana luka lu?" tanya Eva langsung.

Menggidikkan bahunya Misha berkata, "Di jahit lagi,"

Eva hanya bisa menggeleng pelan, kok bisa kakaknya itu tenang setelah luka sobek diwajahnya kembali di jahit. Bagaimana jika nanti membekas? Bagaimana jika nanti Ryan tidak lagi menyukai Misha karena luka itu?!

"Eva.. Gue tau persis apa yang lu fikirin."

Cengiran lebar terlihat sangat jelas pada wajah Eva, ia melangkah mendekat dan duduk di kursi samping Ryan. "Tau aja lu kak,"

"Dean, bisa beliin makanan?" tanya Misha pada Ryan, "Bukan nya kamu udah makan tah?" heran Ryan.

"Buat Eva Dean, pasti dia lapar" terang Misha membuat Eva mengerutkan kening, "Sejak kap-- A-aku laper banget Ryan, tolong yah"

Celetukan Eva hampir saja membuat rencana pengusiran Misha gagal, untung dia sempat mencubit lengan Eva. "Baiklah," ujar Ryan dan beranjak pergi.

Setelah Ryan tidak ada lagi Eva mengeluh kesakitan kepada Misha, kenapa kakaknya itu tega mencubitnya se keras itu?!

"Kaa.. Sakit ihhh," rengek Eva mengusap lengannya yang panas. Misha berdecak, "Siapa suruh punya mulut lemes banget."

Rengekan Eva memenuhi ruangan itu, setelah rasa panas di tangannya tidak lagi terasa. Eva berkata, "Misi itu harus gue jalanin sendiri, kak?"

Misha hanya bergumam, meluruskan tangannya untuk mengambil buah jeruk dan mengupasnya. "Mr Johan engga bisa menerima bodyguard dengan wajah yang terluka seperti gue, jadi untuk kali ini lu jalanin Misi sendirian."

"Tapi Kak.. Lu kan tau gue benci sama si Vaino, arghh ngeselin!" pekik Eva tertahan. Misha menatap adiknya prihatin, seandainya dia tak terluka. Pasti dia akan melindungi adiknya dari Vaino.

Misha menghela nafas, "Maaf yah dek, karena gue terluka.. Lu jadi sengsara," Eva menggeleng cepat saat mendengar perkataan lirih kakaknya, "Enggak, Ini bukan salah lo.. Seandainya Vaino bukan anak Mr Johan, mungkin gue bu--"

Ceklek..

"Eva, makanan yang ada cuma nasi goreng gak masalah?" tanya Ryan memasuki ruangan, perkataan Eva tadi pun langsung terhenti.

"Cuma? Gila aja, itu udah cukup kali.. Di kira perut gue galon apa," ujar Eva ngakak. Ryan menjadi heran sendiri, apa pertanyaan nya tadi lucu?

Sadar kalau Ryan tengah kebingungan, Misha menjawab "Eva emang rada random, kadang ngakak atau marah gak jelas.." Eva melotot ke arah sang kakak, "Hah? Sejak kapan jirr?"

Misha mengabaikan Eva dan kembali berkata, "Dean, sebaiknya kamu pulang. Udah jam segini juga"

Ryan langsung menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12 siang, ah.. Waktu berjalan sangat cepat, Ryan menggaruk-garuk kepalanya, "Baiklah, aku kembali ke sekolah dulu. Setelah ini pelajaran Bu Anna,"

Annatari Geofana, adalah guru Sejarah Ryan. Ia terkenal killer, terlambat sedikit sama saja bunuh diri. Sebelum pergi, Ryan mengecup kening Misha yang tak terluka.

Setelah Ryan pergi Eva menggoda kakaknya, "Cielah, di cium.." Misha hanya menatap Eva malas, memakan jeruk yang akhirnya selesai dikupas. "Daripada gombalin gue, mending lu makan tuh nasi goreng" suruh Misha.

"Kan lu yang nyuruh Ryan beli, makan sana. Gue kenyang kali kak," ucap Eva memutar bola mata nya malas. Alis Misha terangkat, "Makan atau jelasin apa yang terjadi di sekolah tadi."

Dengan terang-terangan Misha mengancam Eva, napas Eva tercekat karena kakaknya itu masih mengingat masalahnya disekolah.

"Yaudah gue makan," pasrah Eva membuka bungkus nasi goreng tadi. Misha menggeleng, "Jelasin juga masalah lo sama Shakeel di kantin." tegas Misha.

"Ughh, iya salah gue sebenarnya.." terang Eva malas, Misha menatap adiknya dengan artian 'Lanjutkan ceritamu!'.

"Gue bikin Raya masuk kolam ikan, trus Shakeel bentak gue karena tau pelakunya itu gue. Puas?" tanya Eva malas. Misha mengangguk faham, "Tapi gak seharusnya tuh bocah nge bentak lu. Ntar gue urus," ujar Misha kembali menyuapkan jeruk ke dalam mulutnya.

Setelah itu keheningan terjadi di sana, Eva asik memakan nasi gorengnya, dan Misha mengupas apel nya.

"Misi kali ini.. Sedikit berbahaya"

Suara Misha menghentikan kesunyian yang terjadi, Eva melirik kakaknya dan menunggu kelanjutannya.

"Acara yang di hadiri Mr Johan itu sangat besar, kemungkinan ada penyerangan adalah 100%. Bawa senjata kecil untuk mengisi seragam, tidak memungkinkan lo bakal sempat ganti peluru" terang Misha panjang lebar.

Wajah Eva tampak sumringah, ini artinya dia akan mendapat senjata baru ciptaan kakaknya bukan?! Asyik!' seru Eva dibatin.

"Nanti malam ambil Ranlick dari Ruang Rahasia gue," lanjut Misha.

"Okeee!" pekik Eva antusias. "Makasih kaa," lanjut nya gembira bukan main.

***

Eva sangat sibuk malam ini, menyiapkan senjata yang sudah di suruh kakaknya dan menggendong tasnya dibelakang. Saat menuruni tangga, ia berpapasan dengan Ares. Kakak keduanya, "Mau kemana Va?" tanya Ares.

"Ada urusan bang," singkatnya tanpa berhenti menuruni tangga.

Eva mengambil ponselnya dan menghubungi sang kakak, "Kak gue berangkat," pamit Eva serius.

"Hati-hati, ingat pesan gue tadi siang." nasehat Misha di seberang. Karena luka nya belum kering, Misha tak diizinkan pulang.

"Oke kak," ujar Eva mematikan telfon.

'Baiklah, ayo lakukan Misi kali ini dengan cepat!' seru Eva dibatin, pergi menggunakan mobil kesayangannya menuju bandara.

***