Hiii...
Happy Reading semuaa
****
"My Ryania! Tunggu--"
Tap!
Tap!
"Hei... Kau sudah ter usir, untuk apa bersusah payah memanggilnya dengan suara jelekmu" tanya Eva, suara itu membuat Caroline bergidik ngeri. Ia menepis tangan kiri Eva yang sedang menepuk-nepuk bahunya dengan senyum menyeramkan.
"Hiiiy!"
Tanpa menyangkal sedikitpun, Caroline beranjak pergi, meninggalkan Eva yang terbahak puas karena berhasil mengusir satu serangga. Tawanya terhenti saat menyadari Misha dan Ryan tidak ada di dala Cafe, "Sial, gue ketinggalan..." gerutu Eva segera berlari keluar.
Srek!
"Yakh! Astaga kaget! Ada apa?" sewot Eva ketika merasakan hoodienya di tarik dari belakang.
Blush!
Ah, kenapa banyak pria tampan di sekelilingnya?! Eva menyentuh hidungnya dan menatap tangan setelah menyentuh hidungnya, "Syukurlah tidak mimisan."
Orang yang menarik hoodie Eva sekarang sedang tersenyum manis pada dirinya, gadis mana yang tidak tersipu, saat di berikan senyum se manis ini?!
"A-ada apa?" tanya Eva malu-malu kucing, tangannya tidak bisa tenang, ia memainkan rambut terurainya sambil menatap pria di depannya. Senyum pria itu semakin manis, mulutnya terbuka, "Nona cantik..."
Blush!
Degh!
Degh!
Double kill! Eva merasakan jantungnya loncat dari tubuhnya! Ah, sialan! Pesona pria itu tidak main-main, ia bahkan sampai tersedak, demage pria itu sangat berbahaya bagi gadis yang lagi galau!
"I-iya?" Eva sekarang sangat gugup, dirinya menarik rambutnya ke depan dan menyembunyikan wajah yang memerah dibalik rambut panjangnya. "Setidaknya, kalau ingin pergi... BAYAR DULU!"
Doeng!
"Ughhh..."
Lupakan saja pujian Eva tadi, pria yang ia kira sangat ber-demage besar itu ternyata hanya menagih Bill yang belum dibayar oleh Ryan dan Misha! Ah, dirinya sangat tidak beruntung sekarang. Sudah jadi nyamuk, di tinggal, bahkan sekarang di suruh membayar Bill kencan mereka berdua!
"Kalau aku bayar, apa bisa kau memberikanku nomer hp?" tanya Eva penuh harap, pria itu hanya tersenyum manis. Tangannya bergerak menerima uang pecahan seratus ribu, dan diam sebentar.
Srek...
Srek...
Pria itu mencoret kertas bill di tangannya, menyobek kertas itu, dan menempelkannya di kening Eva. "Maaf yah, Nona... Saya sudah memiliki pacar, itu disana pacar saya!" ujar pria itu menunjuk meja pojok, di mana gadis yang tengah memegang raket menatapnya horor.
"Ughh, apa... Kau bekerja di sini?" tanya Eva, tangannya bergerak mengelus leher bagian belakangnya, menghindari tatapan gadis cantik di meja pojok.
"Ah, tidak... Saya hanya menggantikan teman saya yang sedang kencan," tukasnya menggeleng, dengan senyum masih tercetak pria itu pamit menghampiri pacarnya. Samar-samar Eva mendengar percakapan mereka.
"Apaan itu tadi?! Harus yah, senyum se lebar itu?! Bahkan selama kita pacaran, lo gak pernah senyum selama ini!" pekik gadis itu murka. pria itu kelimpungan sendiri, ia menenangkan sang pacar, "Rindu, Di sini kan wajib senyum se lebar itu... Lagipula, kenapa Kamboja bekerja di tempat se aneh ini! Gue juga risih kalo gini Rin," rengek nya.
"Ughh, awas nanti... Gue getok pake raket!" desis gadis itu memutar bola matanya.
"Ngapain masih di sini?! Sana cepet kerja! Biar cepet pulang!" ketus nya melanjutkan, pria itu kelabakan dan segera berlari ke belakang.
Eva menerjap, apa tadi itu pertengkaran kekasih? Wah, dirinya tidak ingin seperti itu. Akh! Kakaknya dan Ryan!
Mengingat dirinya tadi di tinggalkan, Eva segera berlari ke luar. Semoga saja masih sempat, tuhan! Tolong jangan jahat padaku!
Brum!
"Ah... Ternyata aku, adalah anak yang tidak di cintai tuhan," gumam Eva menatap mobil Ryan yang sudah pergi dengan kecepatan penuh.
****
Kesenyapan memenuhi mobil BMW milik Ryan, keduannya hanya terdiam tanpa suara, bergelut dengan pikiran rumit. Mata Misha menatap pemutar musik di depannya, tangan kokoh itu bergerak untuk memutar lagu.
Tap!
Degh!
Tangan Misha dan Ryan bersentuhan, keduanya sama-sama ingin menghilangkan keheningan ini dengan menyetel musik, namun, malah kejadian membuat keduanya membeku.
Netra mereka saling bertatapan lamat, dunia terasa berhenti. Namun, momen itu di rusak oleh klakson mobil dari arah belakang. Ah, Ryan tersadar kalau mereka tengah berhenti di lampu merah.
Klik...
Misha menekan pemutar musik, lantunan lagu mengisi mobil mewah itu. 'Have I ever told you, I want to the bone
Have I ever called you, When you are all alone
And if I ever forget, To tell you how I feel
Listen to me now, babe... I want to the bone
I want to the bone, Oh oh oh oh oh
I want to the bone, Oh oh oh oh oh
And maybe if you can see, What I feel through my bone
Every corner in me, There's your presence that grown
Maybe I nurture it more, By saying how it feel
But I did mean it before, I want to the bone
I want you to
Take me home, I'm fallin'... Love me long, I'm rollin'
Losing control body and soul, Mind too for sure, I'm ready yours
Walk you down, I'm all in... Hold you tight, you call and
I'll take control your body and soul, Mind too for sure, I'm already yours
Degh!
Degh!
Lagu To The Bone karya Pamungkas itu membuat keduanya terhenyak dalam diam, setiap bait yang dinyanyikannya sangat memberikan kesan tersendiri bagi kedua insan itu.
"M-mau mampir ke mini market dulu?" tanya Ryan kikuk, Misha mengangguk saja. Dirinya pun tidak bisa berkata-kata, hanya dahaga yang menggerogoti tenggorokannya.
"Tolong belikan eskrim yah, haus..." ujar Misha meringis. Ryan hanya terkekeh pelan, tangannya bergerak menepuk kepala Misha dan beranjak keluar.
Hmm... Perasaan asing apa ini?__ gumam Misha menggaruk rambutnya, pipi sedikit chubby nya memerah tanpa diketahui olehnya.
Tak lama Ryan kembali dengan menenteng sebuah kantong plastik putih khas mini market. "Nih,"
Kening Misha berkerut karena heran, Ryan menyodorkan dua eskrim padanya. "Kenapa dua?" heran Misha. Ryan memaksa Misha menerima dua eskrim itu dan menutup pintu mobil.
"Kan kamu kehausan, satu aja mana cukup..." terang Ryan, senyum Misha mengembang karena ternyata pria itu pengertian sekali!
"Aah! Terima kasih Dean," ucap Misha tulus.
Keduanya menikmati eskrim di dalam mobil Ryan, setelah menghabiskannya, Ryan kembali membawa mobil BMW nya untuk mengantar Misha pulang ke rumah.
"Terima kasih," ucap Misha tersenyum manis, tangannya tergerak untuk membuka pintu mobil, namun, suara Ryan menginterupsi dirinya.
"Kamu..."
Misha kembali duduk dengan tenang, menatap Ryan penasaran. Sorot matanya meminta pria itu untuk melanjutkan perkataan yang belum selesai.
"Besok sibuk?" tanya Ryan, kening Misha hanya berkerut saat mendengar pertanyaan Ryan. "Besok hari apa yah? Lupa," tanya Misha bingung.
"Minggu, besok hari minggu kamu sibuk?" tanya Ryan lebih detail. Setelah paham Misha menggeleng, "Enggak, emang kenapa?" tanya Misha.
"Bisa... Ikut aku makan malam bareng keluarga besarku?" tawar Ryan pelan, Pikiran Misha tampak terhenti, otaknya mendadak lemot dan mengeluarkan suara yang memalukan.
"Ha?"
****
Makasih udah mampir, luv yuuu