webnovel

TWIN’S PET

The Twins’ Pet (HIATUS) G: Fantasi Dark Romance. Dilarang mengcopy paste tulisan ini dalam bentuk apa pun!!! Tindakan plagiatan akan saya proses secara hukum. SINOPSIS: ========== Vol 1. Crescent Moon Perasaan yang dalam. Ikatan yang kuat. Cinta yang manis. Pengorbanan yang tulus. Membuat ketiganya bisa mengatasi tiap rintangan dalam kehidupan yang tidak masuk diakal ini. Saat gairah cinta yang menggebu melilit penuh harmoni bersamaan dengan nafsu yang membuncah. Kekuatan itu hadir, memenuhi jiwa, memenuhi tiap-tiap pembuluh darah dengan ledakkan adrenalin. “My soul will rise in your embrance,” ucap Sadewa saat memandang iris mata Liffi dengan penuh hasrat. “Sadewa,” lirih Liffi. “For I’m yours, and you’re mine!!” bisik Nakula penuh gairah, desah napas terasa hangat pada daun telinga Liffi. “Nakula,” desah Liffi. Black and White. Fresia and Hibicus Musk and Vanilla Fresh and Sweet “Mana yang kau pilih, Liffi?” Ikatan cinta yang kuat membuat Liffi enggan untuk memilih salah satu di antara keduanya. Lantas siapakah yang Liffi pilih? Nakula yang garang, liar, dan penuh kekuatan? Atau ... Sadewa yang pintar, dingin, dan penuh wibawa? Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa luar biasa.—BELLEAME. This cover novel is not mine. If the artist want to remove it, please DM, I’ll remove it. Terima kasih. Selamat membaca, Belle Ame.

BELLEAME · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
389 Chs

LEFT

Liffi terbangun dalam dekapan Sadewa, ia tersenyum memandang dada bidang Sadewa begitu matanya terbuka. Liffi merasa hatinya jauh lebih tenang, perasaannya jauh lebih baik setelah percakapannya dengan Sadewa semalam. Gadis itu tak lagi bersedih atau memikirkan tentang Nakula, lebih tepatnya dia lebih memilih untuk menepis pikirannya, menghilangkan jauh-jauh sosok Nakula dari dalam benak. Liffi sudah berjanji hanya akan menerima Sadewa sebagai mate, maka dia harus segera melupakan Nakula, suka atau tidak suka, bisa atau tidak bisa.

"Kalau sudah bangun, Dewa?" Liffi merasakan tubuh matenya itu menggeliat perlahan, melepaskan pelukan dari tubuh mungil Liffi.

"Kau sudah bangun juga? Bagaimana tidurmu malam tadi?" Sadewa mengecup bibir Liffi.

"Nyenyak, aku bermimpi indah." Liffi tersenyum manis.

"Oh, ya? Kau mimpi apa?"

"Aku memimpikan sedang berjalan-jalan di sebuah taman bersama dengan anak kecil. Dia mirip denganmu." Liffi menangkup wajah Sadewa, melihat bayangan wajahnya sendiri yang terpantul pada mata biru laut itu.

"Apa itu anak kita?" Sadewa mengelus pucuk kepala Liffi.

"Mungkin saja. Ah, sudah lupakan mimpi itu, aku sudah harus bangun. Aku ada kelas hari ini." Liffi bangkit dari dekapan Sadewa, ia juga merenggangkan tubuhnya agar tidak kaku.

"Kelas? Bukankah ini sudah masuk masa liburan?" Sadewa memeluk Liffi dari belakang.

"Tinggal menyusun beberapa tugas akhir semester. Aku ha— hemp ...!" Tiba tiba saja perut Liffi terasa diaduk-aduk, ia bergegas pergi ke arah kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Sadewa kaget ia langsung menghampiri Liffi dan mengelus punggung gadis itu sampai ia merasa jauh lebih baik.

"Kau sakit?" tanya Sadewa dengan wajah panik.

"Tidak aku tidak apa-apa," jawab Liffi seraya bergeleng.

"Ayo kita ke dokter, Liffi!!" Sadewa membantu Liffi bangkit, memapah tubuhnya duduk di tepi ranjang.

"Sungguh aku tidak apa apa, Sadewa. Mungkin maagku kambuh karena aku terlalu banyak berfikir dan stress mengerjakan tugas kuliah. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan," tukas Liffi, ia tersenyum dan meyakikan Sadewa bahwa tubuhnya baik-baik saja. Akhir-akhir ini dia hanya sering terlambat makan dan juga stress memikirkan tugas sebelum libur akhir semester ini yang begitu menumpuk.

"Setelah beristirahat aku pasti akan sembuh." Liffi bersikeras tak ingin membebani Sadewa, urusan pack sudah terlampau banyak, jangan sampai masalah kecil ini membuat Sadewa semakin lelah.

"Pindahlah ke mansion kelurgaku, Liffi. Aku bisa menjagamu di sana." Sadewa mengelus wajah cantik kekasihnya dengan lembut.

"Nakula akan menemukanku di sana, Sadewa. Aku belum siap untuk menemuinya. Aku bertekat untuk melupakannya, dan dia juga harus melupakanku. Jadi biarlah waktu dan jarak yang mengikis ikatan di antara kami." Liffi melemaskan bahu.

"Kalau begitu pindahlah ke apatemen yang telah kubelikan untukmu. Letaknya tak jauh dari universitas. Kau akan merasa lebih nyaman tinggal di sana dan aku pun jauh lebih tenang," tutur Sadewa.

Belum sempat Liffi menjawab, sebuah panggilan menyela obrolan mereka. Dering panggilan itu berasal dari ponsel Sadewa. Dari Emily.

"Apa? Hasilnya sudah keluar?" Sadewa mengeryitkan alisnya.

"Anda akan tercengang, Tuan. Kini Alpha dan para Elder menunggu kehadiran Anda di pack." Emily melaporkan tentang hasil uji laboratorium darah milik Elroy yang telah berhasil ditemukan.

"Baik, aku akan segera kembali!" Sadewa menutup panggilannya.

"Maaf, Liffi. Aku harus pergi. Aku akan mengirim Emily untuk menemanimu untuk menjagamu sampai kau sehat betul." Sadewa bangkit dari tempatnya duduk.

"Tidak perlu, Sadewa."

"Jangan menolaknya!! Aku tidak bisa berlama lama ada telepon masuk hasil tes darah dari serigala jadi-jadian itu keluar. Aku harus kembali ke pack untuk menemui para ketua dan juga ayahku. Kami harus mendiskusikan kelanjutan dari penemuan ini." Sadewa mengusik kepala Liffi.

"Baiklah, Sadewa." Liffi mengangguk paham.

"Pindahlah ke apartemen sore ini juga! Aku akan mengirim orang untuk membantu memindahkan semua barang-barangmu!"

Sadewa memakai coat.

"Iya, iya." Liffi terkekeh, Sadewa terus mengulang-ulang wejangannya.

"Makanlah, jangan sampai terlambat makan lagi!! Aku akan menemuimu begitu semuanya selesai. Dan jangan sampai lelah, makanlah yang banyak, aku tak ingin kau terjatuh sakit hanya karena kurang makan!" Sadewa memeluk Liffi sebelum meninggalkan studio apartemennya.

"Tenang saja Sadewa aku bukan anak kecil aku akan menjaga tubuhku!"

"Jangan bohong! Kau tak menjaga tubuhmu dengan baik! Buktinya kau sampai muntah muntah seperti itu. Kau benar benar membuat aku khawatir, Liffi!" Sadewa menyentil dahi Liffi.

"Oh, ayolah, Dewa. Ada hal lain yang jauh lebih penting harus kau khawatirkan. Semakin lama kau menemukan siapa dalang dibalik semua ini, maka korban jiwa dari manusia akan semakin banyak berjatuhan, Sadewa," tutur Liffi sambil mencibirkan bibirnya, masalahnya terlalu kecil bila dibandingkan krisis yang dialami dunia.

"Kau benar."

"Maka dari itu, kau harus segera menemukannya dan membasmi mereka. Kalau tidak mungkin umat manusia akan berperang kembali dengan para werewolves." Liffi tak bisa membayangkan akan jadi seperti apa dunia bila manusia tahu tentang keberadaan makhluk-makhluk mengerikan ini.

"Aku tahu, Liffi! Aku pasti akan menemukan mereka dan membunuh pemimpinnya segera. Perang besar dengan bangsa manusia bisa terjadi bila hal ini terus berkembang." Sadewa menelan ludahnya, membayangkan pertarungan besar di depan mata.

"Waktunya semakin sempit. Pergilah Sadewa. Hajar mereka." Liffi menyemangati kekasihnya.

"Terima kasih, Liffi." Sadewa mengecup bibir Liffi dalam-dalam sebelum meninggalkan apartemennya.

ooooOoooo

Ternyata ucapan Sadewa tidak main-main, sore harinya pria itu mengirimkan beberapa petugas untuk membantu liffi pindahan. Emily juga ikut datang, rencananya ia akan mendampingi Liffi selama beberapa hari sampai Sadewa menyelesaikan urusannya.

"Apa tidak apa-apa meninggalkan Sadewa? Bukankah kau sekretarisnya?" Liffi menatap Emily, wanita itu tampak anggun dalam setelan kerja berwana hitam dengan garis-garis vertikal.

"Tuan Sadewa punya banyak sekretaris selain saya, Nona. Lagi pula, dia tak akan mempercayakan matenya kepada orang lain yang tidak ia kenal." Emily tersenyum.

"Ah begitu."

"Mari kita menuju ke apartemen baru." Emily membukakan pintu mobil, Liffi dengan patuh masuk ke dalam.

Mobil bergerak menuju ke sebuah apartemen mewah yang tak jauh dari kampus. Liffi sempat menoleh beberapa kali, menatap kompleks apartemen lawasnya. Sadewa benar, ia harus pindah. Bila ia memilih untuk meninggalkan Nakula, berarti ia tak boleh memberi celah sedikit pun pada Nakula tentang dirinya.

"Bisa kau carikan aku ponsel baru, Emily?" tanya Liffi.

"Tentu saja, Nona."

Liffi tersenyum getir, lalu mematikan ponselnya. Kini, ia telah menutup semua kemungkinan hubungannya dengan Nakula.

ooooOoooo

Please vote and comment

Belle love yu

💋💋💋💋

Vote with powerstone biar semangat!

Makacih