webnovel

TWIN’S PET

The Twins’ Pet (HIATUS) G: Fantasi Dark Romance. Dilarang mengcopy paste tulisan ini dalam bentuk apa pun!!! Tindakan plagiatan akan saya proses secara hukum. SINOPSIS: ========== Vol 1. Crescent Moon Perasaan yang dalam. Ikatan yang kuat. Cinta yang manis. Pengorbanan yang tulus. Membuat ketiganya bisa mengatasi tiap rintangan dalam kehidupan yang tidak masuk diakal ini. Saat gairah cinta yang menggebu melilit penuh harmoni bersamaan dengan nafsu yang membuncah. Kekuatan itu hadir, memenuhi jiwa, memenuhi tiap-tiap pembuluh darah dengan ledakkan adrenalin. “My soul will rise in your embrance,” ucap Sadewa saat memandang iris mata Liffi dengan penuh hasrat. “Sadewa,” lirih Liffi. “For I’m yours, and you’re mine!!” bisik Nakula penuh gairah, desah napas terasa hangat pada daun telinga Liffi. “Nakula,” desah Liffi. Black and White. Fresia and Hibicus Musk and Vanilla Fresh and Sweet “Mana yang kau pilih, Liffi?” Ikatan cinta yang kuat membuat Liffi enggan untuk memilih salah satu di antara keduanya. Lantas siapakah yang Liffi pilih? Nakula yang garang, liar, dan penuh kekuatan? Atau ... Sadewa yang pintar, dingin, dan penuh wibawa? Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa luar biasa.—BELLEAME. This cover novel is not mine. If the artist want to remove it, please DM, I’ll remove it. Terima kasih. Selamat membaca, Belle Ame.

BELLEAME · Fantasy
Not enough ratings
389 Chs

CURE

Hujan turun dengan deras, mengguyur hutan dengan ribuan ton air. Angin kencang berhembus dibarengi dengan keclapan kilat dan gemuruh petir. Dahan-dahan pepohonan pinus mendayu-dayu karena angin kencang.

Gilang mengusap kasar wajahnya yang basah. Dalam derasnya hujan jarak pandangnya menyempit. Gilang perlahan menyelusuri hutan, melangkah pelan-pelan, hampir tak menimbulkan sedikit pun suara. Dengan sangat berhati-hati, sepatunya menetapkan langkah. Tak ingin tersandung akar tanaman atau pun terpeleset lumut dan tumbuhan paku-pakuan.

Embun keluar dari napas pria itu, hawa dingin mulai merasuk ke dalam tulang. Jantungnya berdetak sangat pelan. Ia harus menjaga auranya agar tidak terbaca oleh musuh meski pun dalam suasana gelap dan menakutkan seperti ini. Sebenarnya musuh lah yang seharusnya takut lantaran pria ini adalah seorang pemburu.

Aku ingin segera menyelesaikan ini dan pulang! batin Gilang, sudah semalaman ini ia berburu, tubuhnya lelah dan hatinya masih kesal saat teringat kepergian Liffi, gadis itu sungguh-sungguh menolaknya karena serigala kembar itu.

Gilang berjongkok, ia menemukan jejak kaki pada lumpur becek, jejak itu masih cukup dalam, berarti makhluk itu belum terlalu jauh dari tempatnya saat ini.

Sekali lagi, pria itu mengusap wajahnya yang basah sebelum mengambil sebuah anak panah. Ia menarik anak panah itu dengan busur sambil kembali berjalan. Bertolah-toleh, sumber cahaya hanya berasal dari bulan sabit dan juga senter remang yang tertempel pada dahi.

Yoris brengsek, pria tua itu menyuruhku berburu di hujan deras seperti ini. Keluh Gilang dalam hatinya. Pelatihan hari ini cukup unik, tak hanya karena cuacanya yang ekstream, tapi juga karena buruannya adalah werewolf asli, bukan jadi-jadian.

Gotcha!! pikir Gilang dalam hatinya, seekor serigala besar terlihat menggepakkan bulunya yang basah. Gilang mempertegang senar busurnya agar melesat lebih kuat, pria itu menahan napas saat membidik dan tanpa ragu melepaskan anak panah dengan mata perak. Panah itu melesat cepat, menembus dada seekor serigala besar, panah kedua melesat menembus kepala yang mencoba kabur dengan segenap tenaga.

Serigala itu menggelepar kejang sepersekian menit sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Gilang berlari ke arah tubuh itu, perlahan serigala itu berubah menjadi wujud manusianya. Seorang pria dewasa normal dengan kulit kecoklatan.

Bahu Gilang naik turun, ia merasa ngeri dengan pemandangan itu. Baru saja ia membunuh seekor manusia bila mereka bukanlah werewolf.

Tiba-tiba dari belakang, seekor serigala lain meloncat untuk menerkam Gilang dari belakang. Ia marah karena temannya mati mengenaskan di tangan seorang manusia. Namun Gilang menunduk untuk menghindar, tangannya bergerak cepat ia mencabut dua pisau di pergelangan kaki. Mata pisau terbuat dari silver yang telah berlumuran racun wolfsbane.

"Ggrrrr....!" Geram serigala itu, taringnya tajam dan berliur. Bulunya basah karena air hujan.

"Ayo, majulah!!" Gilang memasang kuda-kuda, masing-masing tangan memegang pisau.

"Manusia sialan!! Apa salah kami sampai kau memburu kami?" tanya serigala itu, ia telah berubah menjadi manusia serigala. Kuku-kuku cakarnya semakin tajam dan memanjang.

"Untuk berlatih." Gilang tersenyum, matanya menajam untuk beradaptasi dalam derasnya hujan.

"Brengsekk!! Kau meremehkan kami!!" Manusia serigala itu melompat tinggi, hendak mencabik Gilang dalam satu sabetan. Namun lagi-lagi, Gilang meloncat dengan tangkas ke sisi lain dan menggoreskan pisau pada lengan sang manusia serigala.

"Aaaacchhh!!!" lolongnya kesakitan.

Manusia serigala itu membau darah yang keluar dari lengannya? Ia mengeryit, bau tajam wolfsbane menusuk tajam ke dalam indra penciumannya.

"Grrrr!!!"

"Kemarilah, makhluk sialan!!" Gilang menyuruh manusia serigala itu menghampirinya.

"Mati kau!!" serunya garang sembari berlari ke arah Gilang. Gilang menyeringi, ia menghentakkan sol sepatu, muncul belati kecil pada ujungnya. Seperti pisau ditangan, pisau itu juga mengandung perak dan racun.

"Kau yang akan mati, Bodoh!"

Gilang dan manusia serigala itu terlibat baku hantam. Manusia serigala itu membabi buta menyerang Gilang. Tangkas, Gilang menghindari cabikan dari serigala itu. Dengan tubuhnya yang tinggi dan tidak terlalu besar, Gilang bergerak leluasa dan lincah.

Jleb!!

Tendangan Gilang mengenai punggung manusia serigala itu. Saat ia kesakitan Gilang mencabut dan melancarkan kembali serangannya. Menyayat tubuh berbulu itu dengan pisau beracun.

"Aaakkhh!!" jeritnya kesakitan. Semakin lama efek racun semakin membuatnya melemah. Bulan sabit menghilang di balik awan, dingin mencekam. Hujan masih turun walau tak lagi deras. Lolongan kesakitannya membuat Gilang harus menutup telinga.

"Kau lemah tapi sombong!" Gilang menendang pria itu agar terlentang.

Gilang jangan bermain dengan buruanmu!! Yoris memperingatkan Gilang dari earphone di telinganya. Gilang mengangguk patuh.

"Packku akan membalasmu!" ujarnya.

"Anda saja kau bisa kembali hidup-hidup untuk mengadu! Sayangnya, aku akan membunuhmu dalam satu tikaman sebelum kau sempat bersuara!" Gilang mengangkat pisaunya.

"Ampuni aku, kumohon!! Ada mate dan juga anakku menungguku dirumah!" Ibanya.

"Cih, kau pikir aku percaya! Dasar iblis!" Gilang menancapkan pisaunya pada jantung manusia serigala itu. Dalam satu kali koyakan pria itu mati. Darah segar mengalir, hujan membasuhnya.

Gilang melihat tangannya yang berlumuran darah. Pandangan matanya kosong, semakin nanar saat mengingat si kembar. Gilang sudah tak sabar lagi untuk merasakan darah Nakula dan Sadewa melumuri tangannya. Ia harus segera membebaskan Liffi dari cengkraman para iblis itu.

Namun, tetesan darah lain tiba-tiba menodai punggung tangan Gilang. Tetesan itu berasal dari hidungnya. Gilang memejemkan matanya merasakan tubuhnya yang kelelahan. Penyakit bawaan itu membuat pergerakannya terbatas.

Sialan!! Umpat Gilang sambil mengusap hidung. Darah masih terus menetes. Menandakan kondisi tubuh Gilang yang semakin lemah.

oooooOooooo

Gilang membanting tubuhnya ke atas ranjang. Menatap langit-langit studio apartemennya. Setelah membersihkan diri dan memakan sesuatu ia mencoba untuk memejamkan mata. Namun bukannya terpejam ekor matanya justru menangkap sesuatu yang berkilau di atas meja nakas. Tempatnya menaruh segala isi kantong celana sebelum mambersihkan diri.

Benda itu adalah sebuah ampul pemberian Yoris. Pria tua itu mengatakan bahwa ampul ini seratus kali lipat lebih efektif dibandingan obat kimia yang biasa ia komsumsi, Yoris memberinya setelah latihan berakhir.

(Beberapa jam yang lalu.)

"Kau tidak apa-apa?" Yoris datang, ia mulai memapah Gilang meninggalkan hutan, menyelusuri jalanan setapak sepanjang sungai kecil. Aliran sungai akan menjadi acuan mereka keluar dari hutan tanpa tersesat. Cara paling mudah membaca arah.

"Ah, aku harus meminum obatku di apartemen." Gilang mengdengus, tubuhnya ikut lunglai,

"Ayo kita kembali ke perumahan terlebih dahulu. Kau harus memulihkan badan." Yoris membantu Gilang masuk ke dalam mobilnya.

Pria tua itu cepat-cepat memutar setir mobil, menerabas jalanan becek di dalam hutan dengan mobil pick up 4WD. Ia bergegas kembali ke markasnya yang terletak di pinggir kota. Lebih dekat bila dibandingkan apartemen Gilang. Yoris teringat akan obat pemberian Addira tempo hari. Obat yang berasal dari tabung milik pria berkerudung hitam.

Sesampainya di rumah, Martha langsung menyelimutkan handuk kering dan selimut tebal. Tak lupa secangkir coklat panas dan juga pakaian kering.

"Keringkan tubuhmu dan bergantilah. Yoris akan kembali sebentar lagi. Aku keluar dulu, Kid." Martha menutup pintu setelah Gilang mengangguk.

Tak lama sejak kepergian Martha, Yoris kembali dengan sebuah ampul dan jarum injeksi. Ia memberikannya kepada Gilang.

"Apa ini, Paman?" tanya Gilang heran.

"Pakailah. Itu akan membuatmu jauh lebih baik. Obat itu akan menyembuhkanmu lebih baik dari pada obat kimia yang biasa kau minum," tutur Yoris.

"Benarkah??"

"Ya, itu ekstrak kekuatan jiwa milik seorang werewolf. Jiwa yang indah dan kuat miliknya." Yoris menyedot cairan itu ke dalam tabung suntik.

"Apa?? Milik werewolf? Kau akan menyuntikkannya kepadaku??" Gilang melongo, ia tak mengharapkan obat dari para iblis itu.

"Addira sudah mengecilkan dosisnya. Kalau kau takut kau bisa memakainya setengah isi ampul." Yoris mengembalikkan setengah isi cairan ke dalam ampul kaca. Gilang masih terbengong bingung, kenapa ia butuh bantuan werewolf bila ia harus membunuh mereka? Bukankah itu hal yang menggelikan?

"Pakai saja!! Kau akan sembuh!!" Yoris memaksa Gilang. Jarum berisi cairan itu terinjeksi masuk ke dalam tubuh Gilang.

"Hei!! Aku bilang aku tak ma—" Tiba-tiba Gilang tercekat. Tubuhnya terasa aneh. Rasa nyaman dan hangat menjalar ke sekujur tubuh, melewati tiap-tiap sel-sel darah dan syaraf. Menimbulkan rasa tenang. Gilang seakan-akan merasakan aroma manis yang kuat, aroma mawar dan sedikit mint. Tiap kali ia menghirup napasnya ia merasa kekuatannya bangkit, tiap-tiap sel yang rusak membaik.

"Bagaimana?" Yoris menatap penasaran.

"Hei, tubuhku menjadi ringan, seakan aku terlahir kembali." Gilang merasakan tubuhnya yang tadi lelah kini kembali bertenaga.

"Simpan sisa serumnya. Pakai bila kau membutuhkannya kembali." Yoris menepuk pundak Gilang, ia memberikan botol ampul dengan isi cairan bening yang berkilauan.

Gilang menggenggam botol ampul, wajahnya terlihat penasaran juga. Ia tak bisa menghentikan tubuhnya untuk meraih pergelangan tangan Yoris yang hendak beranjak pergi.

"Dari mana serum ini berasal, Paman?" tanya Gilang. Yoris tersenyum dan menjawab. "Apa kau ingin tahu?"

"Tentu saja." Mata Gilang menajam.

"Besok ikutlah aku!! Akan aku beritahu di mana serum itu berasal. Mengapa aku bersekutu dengan mereka." Yoris menyeringai sambil berlalu pergi.

Sebenarnya serum ini dibuat untuk apa? Gilang mengamati ampul berisi cairan pekat itu.

"Dunia ini ternyata diisi dengan hal-hal luar biasa yang tak terpahami oleh akal pikiran manusia." Gilang menggenggam ampul itu.

Benar saja, tak pernah ada yang menyangka bahwa selama ini mereka hidup bersama dengan para werewolf, berdampingan dengan damai. Tak ada yang menyadari adanya makhluk-makhluk supranatural itu di dalam hidup mereka. Kuat dan bisa menyembuhkan diri. Betapa mengerikannya dunia bila manusia-manusia berubah menjadi seperti para iblis itu.

ooooOoooo