webnovel

4. Raka

Jika kalian suka pada cowok slenge’an, tampilan sedikit metro dan tubuh selalu wangi, kalian wajib hukumnya kenalan sama cowok yang bernama Raka. Tinggi, atletis dan memiliki ketampanan di atas rata-rata. Jika saja dia mau mengikuti berbagai kontes ketampanan, dia pasti akan selalu juara dan menjadi idola banyak orang.

Setahun terakhir, Raka akrab dengan Syean. Syean yang cantik dengan rambut panjang, kulit putih bersih dan tubuh tinggi semampai sangat cocok jika disandingkan dengan Raka.

Namun apa lacur, Syean tidak menaruh hati sedikit pun kepada lelaki yang menjadi idola para gadis tersebut. Bahkan setiap kali mereka berjalan ke pusat keramaian akan menjadi tontonan banyak orang. Syean tidak nyaman dengan semua itu. Dia menempatkan Raka tidak lebih sebagai seorang sahabat di hatinya.

Anehnya lagi, Syean tahu kalau Raka sangat suka kepadanya. Terbukti dari begitu besarnya perhatian seorang Raka kepadanya. Biasanya, di mana ada Syean di situ ada Raka. Namun, Syean berusaha untuk bersikap normal dan apa adanya. Tidak ingin memberikan harapan palsu yang ujung-ujungnya membuat hubungan mereka menjadi rusak.

Siapapun yang melihat, Raka seolah-olah menjadi pengawal pribadi Syean. Sedikit banyaknya Syean tahu bagaimana karakter seorang Raka. Penyayang, perhatian dan selalu bisa membuat suasana menjadi semarak dan penuh semangat. Lelaki humoris dan selalu ditunggu-tunggu kedatangannya.

Bagaimanapun Raka ingin menyatakan rasa suka kepada Syean, tidaklah semudah yang dia bayangkan. Dia selalu salah tingkah, selalu hilang akal dan keberanian untuk mengungkap rasa sayangnya tersebut. Sehingga hari-hari pun berjalan tanpa ada kata cinta terucap dari seorang Raka. Sungguh sebuah rasa yang membuat makan tidak enak, tidur tidak nyenyak.

Suatu kali di saat mereka menghabiskan waktu berdua di tepi pantai sambil menikmati sunset, Raka mencoba memancing-mancing perasaan Syean. Ingin tahu bagaimanakah sosok seorang Raka di hati gadis pujaan hatinya itu.

"Syean, apa yang lu rasain saat ini?" Raka menatap langit yang berwarna lembayung. Dinginnya udara membekukan aliran darah. Berusaha menghalau rasa dingin tersebut dengan melipat kedua tangannya.

Syean menatap sekilas ke arah Raka. Dari bibir merahnya terbentuk sebuah senyuman manis yang selalu membuat Raka berdebar. Perempuan itu menyeruput pelan kopi hangatnya, sebelum menjawab pertanyaan Raka.

"Saat ini gue merasa damai, Ka. Lu tahu sendiri 'kan, jarang banget gue bisa menghabiskan waktu seperti ini. Apalagi ditemani oleh cowok setampan elu! Rasanya gue cewek paling beruntung saat ini!" Ucapan Syean tersebut membuat kerongkongan Raka kering dan juga semakin berdebar. Hatinya merebak dan berharap ada perasaan lebih yang dirasakan gadis itu.

"Masa' sih?" Suara Raka tercekat. Debaran itu semakin cepat. Jika dia tidak bisa mengendalikan diri bisa-bisa dia kena serangan jantung.

"Hahaha, kok lu jadi tegang gitu, sih? Gue bercanda kali, Ka! Yah, gue ngerasin senang aja hari ini. And thanks to you yang udah mau ngajakin gue ke sini. Coba lu lihat matahari di ujung sana, betapa cantik dan anggunnya, ya?"

Raka mengembuskan napas kesal. Dia selalu berharap Syean tidak menjadikan lelucon setiap ucapannya. Berharap gadis ini peka dengan apa yang Raka rasakan. Sungguh, Raka selalu merasa sangat kesulitan untuk menyatakan cinta. Entah kenapa, lidahnya terasa dibuhul kuat. Tak berdaya jika sudah di depan Syean.

"Syean, gue mau ngomong serius sama lu tentang sesuatu!" Raka menatap tajam ke dua mata Syean yang balas memandangnya dengan perasaan ingin tahu.

"About what?" Tatapan Syean ternyata malah membuat Raka tambah blingsatan. Dia memaki-maki di dalam hati, merasakan gejolak perasaan yang tidak menentu. Ingin sekali dia meneriakkan rasa sukanya kepada Syean saat ini. Namun, rasa grogi dan tidak percaya terlebih dahulu mengambil alih.

Sial, kenapa gue grogi banget!

Raka menarik napas dalam. Mencoba menyusun kata, "Gue besok mau ke Jakarta! Lu mau nitip oleh-oleh, ga'?" Shit, apa yang gue bicarakan ini? Raka menyumpah-nyumpah di dalam hati. Lain yang dia pikirkan lain pula yang terucap. Dia meremas kuat jari jemarinya yang saling bertaut.

"Loh, kok gue ga' tau kalo lu mau ke Jakarta? Ada acara apa emang?" Syean mengernyitkan jidat. Lalu tangannya kembali meraih cangkir berisi kopi kapucino, menyesapnya pelan sembari memejamkan mata.

Apa yang Syean lakukan, walau terlihat simpel, tapi bisa membuat Raka terpesona. Sungguh, Syean bagaikan malaikat yang menjelma menjadi manusia. Mungkin, inilah makhluk Tuhan yang paling sexy, yang dinyanyiin Mulan Jameela, pikir Raka sambil menyembunyikan senyumnya.

"Ada keluarga gue yang hajatan. Jadi gue kudu hadir di sana! Atau lu mau ikut sama gue? Kita bisa ajukan cuti kepada Bu Anita. Gimana?" Raka menunggu dengan berdebar jawaban dari Syean.

"Hahaha" Syean tertawa lepas, "jangan gila dong, Ka. Lagian dalam rangka apa gue ikut ke acara keluarga lu? Bisa-bisa dianggap gue calon mantu nanti sama keluarga besar lu! Udah ah, mending kita menyusuri pantai, yuk? Lagian ini kan hari terakhir lu di Padang. Ayok ...!" Syean menarik tangan Raka. Raka dengan menyimpan kekesalan mengiringi jejak langkah Syean yang terlihat begitu ceria di sore yang semakin menua itu.

Semua kenangan itu sekarang hadir lagi dalam pikiran Syean. Di depannya Samanta masih terisak. Dia merasakan ada sesuatu di hatinya yang bisa dibilang marah terhadap apa yang dilakukan Raka kepada sahabat karibnya.

"Kapan kejadiannya, Sam?" Syean menyandarkan punggungnya ke dinding di mana saat ini mereka masih berada di ruang ganti. Sudah hampir setengah jam mereka berada dalam suasana yang tidak nyaman tersebut.

"Sebulan yang lalu. Waktu kita pergi ke diskotik di Pekanbaru. Lu masih ingatkan, waktu itu gue teler berat. Raka yang membawa gue ke kamar. Dan gue tidak ingat apa yang terjadi. Hanya saja pas terbangun, Raka ada dalam kamar di mana kita menginap. Di samping gue, tidur tanpa sehelai benang pun." Samanta menghapus leleran ingus yang keluar dari hidungnya. Syean menyerahkan lembaran tisu yang kesekian kalinya ke tangan Samanta.

"Raka brengsek! Apa lu udah ngomong sama dia?"

Samanta menghapus air matanya, "Dia tidak mau bertanggung jawab, Syean. Katanya dia tidak melakukannya dengan gue. Dia ingat banget kalo dia tidak tidur di kamar gue. Katanya ada orang yang sengaja naroh dia di kamar gue. Gue stress banget, Syean. Usia kandungan gue udah dua minggu. Gimana kalo nanti bertambah gede'! Belum lagi kalo orang tua gue tahu. Duh, gue pengen bunuh diri aja rasanya." Samanta terlihat sangat kucel. Matanya bengkak dan hidungnya merah. Beberapa tisu sudah bertebaran di lantai.

"Lu ga' boleh ngomong seperti itu!" Syean memegang bahu Samanta, "pasti ada jalan untuk setiap masalah. Ini sudah garis hidup lu, Sam. Dengan bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah." Syean membawa kepala Samanta ke dadanya. Berusaha menenangkan gejolak batin sahabatnya itu.

"Apa sebaiknya gue gugurkan saja calon bayi gue ini, Syean?"