webnovel

The Story of Us (Vol. II)

Kisah antara William, Teesha, dan Rey kembali berlanjut. Kali ini, William yang akan berusaha untuk mendapatkan hati Teesha. Apakah pangeran es kita kali ini akan berhasil untuk menekan ego nya yang sangat tinggi itu?

Nympadoraaa · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
42 Chs

Hatiku

Gavin yang baru saja pulang dari minimarket sedikit curiga dengan mobil yang terparkir rapi di depan rumahnya. Setelah dilihat terdapat empat orang remaja yang langsung bersembunyi ketika Gavin menoleh ke arah mereka. Salah satunya Gavin ketahui merupakan teman sekolah dari Teesha, si gadis bule berambut pirang yang kalau tidak salah bernama Divinia.

Gavin yang penasaran langsung naik ke kamar Teesha untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh adiknya dan ternyata benar saja. Ia mendapati adiknya sudah bersiap untuk pergi.

Perdebatan kecil sempat tak terelakan karena Teesha yang tetap ingin pergi meskipun tidak mendapatkan izin dari Gavin. Bukannya tidak ingin memberikan izin, Gavin hanya berusaha menjaga adiknya yang baru beranjak remaja itu dari hal-hal yang tidak di inginkan. Dan lagi, Teesha tidak membicarakan hal ini sebelumnya. Itu juga menjadi salah satu hal yang Gavin curigai.

Hal selanjutnya yang berhasil membuat Gavin terkejut adalah kedatangan William. Si kulkas berjalan itu datang dan mengatakan ingin mengajak Teesha pergi karena ada sesuatu yang harus mereka bicarakan. Jadi Teesha akan pergi dengan William bukan dengan teman-temannya?

Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah kedatangan Rey. Pria bermotor itu mengatakan ingin mengajak Teesha keluar untuk makan malam.

Sebelumnya Gavin sempat kebingungan saat kedua pria ini datang bersamaan dengan tujuan yang sama, mengajak adiknya keluar. Dan melihat dari ekspresi Teesha dan Rey yang terkejut saat melihat kehadiran William, Gavin menyimpulkan jika sebenarnya Teesha akan pergi bersama Rey dan William tiba-tiba datang untuk mengganggu mereka?

Ah, Gavin mengerti. Dasar anak muda.

Gavin membawa para remaja ini ke halaman belakang. Mereka mengekor di belakang pengusaha muda dengan posisi William dan Teesha yang berjalan paling belakang, sedangkan Rey... pria itu terlihat tengah berbicara dengan Gavin. Ah, pendekatan kakak ipar.

William melirik Teesha yang berjalan disampingnya. Pria itu menyeringai tipis ketika ia berhasil menggagalkan acara kencan sepasang calon kekasih itu.

"Kamu kelihatan berantakan." Kata William. Memang benar, Teesha terlihat sangat berantakan untuk seseorang yang akan pergi kencan. Rambutnya yang di kucir kuda asal-asalan dan juga penampilannya yang terlalu sederhana membuat William bertanya-tanya apakah Teesha niat untuk pergi atau tidak?

Wil, kau tidak lihat raut wajah Teesha yang terlihat sangat kesal itu? Jelas saja ia sangat niat untuk pergi tetapi acara makan malam ya dengan Rey harus dibatalkan karena berbagai alasan. Alasan utamanya karena sang kakak tidak memberikan izin.

Teesha melirik William yang kini tengah menatapnya. Ia kemudian menghela nafas panjang. Untuk apa William datang? Oke, jika itu adalah Devian dan teman-temannya yang datang Teesha sangat mengerti. Mereka yang mempunyai tingkat keingintahuan tertinggi soal kisah cintanya pasti membuat mereka berempat mengikuti Teesha. Tetapi William? Sungguh, sampai sekarang Teesha belum terpikirkan apa alasan pria itu tiba-tiba datang padahal Teesha sangat yakin jika kemarin William mendengar jika Rey akan mengajaknya pergi.

Ya justru itu alasannya, Teesha. Jika William tidak mendengar percakapanmu dengan Rey, tidak mungkin ia akan datang.

"Kamu pergi makan malam dengan penampilan kayak gini?"

Teesha masih memandang lurus ke arah depan dengan pikirannya yang melayang entah kemana. Hal itu membuat William kesal karena merasa diabaikan. Pria itu berpikir apakah Teesha marah karena sudah membatalkan acara makan malamnya dengan Rey?

"Myria." William menggenggam pergelangan tangan Teesha, membuat langkah gadis itu terhenti sekaligus membuat Teesha kembali dari lamunannya, "Jangan abaikan aku."

Teesha berkedip beberapa kali, ia memandang William heran, "Siapa yang mengabaikan kamu?"

"Kamu marah?"

Teesha semakin heran, "Kenapa aku harus marah?"

William mendengus kasar. Ia tidak suka dengan seseorang yang jika ditanya bukannya menjawab malah bertanya balik.

Kau juga suka melakukan itu, Wil.

Teesha melirik tangannya yang masih digenggam William. Ia kemudian menoleh ke arah teman-temannya yang berjalan semakin jauh. Dan lagi, ini adalah posisi yang sangat berbahaya. Bisa panjang urusannya jika Gavin melihat mereka sedang bergandengan tangan. Bukan bergandengan, lebih tepatnya William yang menggenggam tangan Teesha.

"Lepasin tangan aku, Wil." Pinta Teesha.

William menoleh ke arah dimana Teesha memfokuskan pandangannya. Pangeran es itu pikir jika Teesha takut ketahuan oleh Rey jika mereka sedang bergandengan saat ini.

"Gak mau." Tolak William.

Teesha masih berusaha melepas genggaman William sebelum kakaknya berbalik dan melihat, "Wil, untuk kali ini aja. Tolong aku."

"Tolong apa? Apa yang harus aku bantu?"

"Lepasin tangan aku."

"Ada syaratnya."

"Wil!" Teesha berdecak kesal. Pria dihadapannya ini benar-benar keras kepala.

"Teesha!"

Panggilan dari Devian membuat Teesha dan William menoleh ke sumber suara. Gadis itu sempat terpaku beberapa detik sebelum kemudian memberikan senyum kaku nya ketika melihat semua pandangan tertuju ke arahnya, termasuk sang kakak yang tengah memandanganya dengan wajah datarnya.

Setelah berhasil melepas genggaman tangan William meskipun harus membuat pria di sampingnya meringis karena cubitan dari Teesha, gadis itu kembali berjalan menghampiri teman-temannya dengan ekspresi yang dibuat setenang mungkin. Padahal jantungnya terus berdegup kencang karena pandangan sang kakak yang tidak juga lepas darinya.

Sedangkan William? Ah, pria itu kembali menyeringai tipis.

.

.

Seperti yang dikatakan Gavin sebelumnya, ia memesan daging dan sosis untuk dibakar lengkap dengan koki yang dipesannya langsung dari sebuah restaurant langganannya. Pengusaha muda itu membiarkan para remaja tanggung bersenang-senang di halaman belakangnya, sementara ia kembali menyibukan diri dengan beberapa laporan dari pegawai kantornya yang dikirim melalui surel.

Halaman belakang keduaman Sanjaya cukup luas, meski tidak seluas mansion di kediaman William. Ada meja dan kursi panjang yang terbuat dari kayu dengan ukiran klasik yang terletak di samping kolam renang, tempat favorite ke dua untuk Teesha dan Gavin setelah ruang makan mereka. Entah sudah melewati berapa tahap finishing sampai kayu itu terlihat sangat mengkilap.

Rey yang sedang ikut membakar sosis berbalik menghadap Teesha. Gadis itu terlihat bosan dengan wajah cemberutnya. Sekilas Rey melihat Teesha tersenyum ketika ia melambaikan tangan menyapa gadis itu. Ingin rasanya ia pergi kesana, berada di tengah-tengah antara Teesha dan William. Tapi pria dengan senyuman secerah mentari itu tak mau terlalu terburu-buru.

Teesha melambaikan tangannya membalas sapaan Rey. Ia benar-benar merasa bersalah kepada pria itu karena acara makan malam mereka harus mendadak dibatalkan. Teesha berniat meminta maaf nanti.

"Kamu yakin gak mau ikut gabung sama mereka, Wil?"

"Aku gak mau repot-repot."

Jawaban dari William membuat Teesha memutar matanya malas. Teesha seharusnya bisa menebak apa isi pikiran William.

"Wil, kalau kamu masih sibuk sama game nya mending aku gabung aja sama mereka daripada diem disini liatin kamu main game."

William melirik Teesha sekilas, "Terus kenapa kamu gak kesana?"

"Aku kan nemenin kamu disini."

"Aku kan gak minta kamu buat diem disini nemenin aku."

Teesha terdiam beberapa saat. Benar juga, kenapa ia harus diam disini memperhatikan William yang sedang asyik dengan dunianya sendiri ketimbang berkumpul dengan yang lainnya?

Teesha menghela nafas panjang, "Aku gak pernah menang kalau berurusan sama kamu, Wil. Selalu aja kalah."

"Siapa bilang?" William yang sudah berhasil memenangkan game menyimpan ponselnya di atas meja.

"Aku. Mau debat masalah apapun sama kamu, aku gak pernah menang. Apapun itu yang berkaitan sama kamu aku gak pernah menang. Kamu tahu kenapa, Wil? Kamu itu lebih keras kepala daripada aku."

"Kamu yakin?" William membetulkan posisi duduknya. Kini ia duduk menghadap Teesha, "Seingat ku ada satu hal yang berhasil kamu menangkan."

"Apa?"

"Hati aku."

William dengan senyum tipis dan pernyataan seperti itu berhasil membuat pertahanan Teesha runtuh dalam sekejap. Wajah gadis itu memerah mendengar perkataan William yang sama sekali tidak ia sangka akan keluar dari mulut si pria Jaya sang raja iblis terdingin di seluruh jagat raya.

William semakin hari semakin aneh.

.

.

To be continued