webnovel

RE: Creator God

Bermula dari kehidupan biasa yang tidak sengaja masuk ke dalam takdir yang tidak biasa yakni masuk ke organisasi tersembunyi, dilanjutkan takdir yang lebih tidak masuk akal lagi dalam waktu singkat yaitu dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal dari dunia lain, tetapi mengaku istrinya. Sampai akhir hayatnya pun dirinya tidak dibiarkan tenang karena tugas utamanya belum selesai. Tujuan hidupnya hanya satu, menemukan kebenaran tentang kehidupannya. Seseorang yang bernama Sin juga punya identitas rahasia yaitu Alpha dan identitas lainnya dari dunia lain yaitu Lucifer dan ketika mati dia menjadi....

GuirusiaShin · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
377 Chs

CH.338 Topeng Kebenaran

Betapa terkejutnya aku saat Kiera tiba-tiba melemparkan seluruh kebenaran yang diambil dari lubuk hatiku yang terdalam.

Bahkan saking terkejutnya, aku tidak bisa menutup mulutku yang menganga ini dari hadapan Kiera yang sedang menenteng salah satu tangannya di pinggang dengan satunya lagi mengacungkan jari telunjuk padaku.

Memang kuketahui kalau Kiera itu ultra peka terhadapku bahkan sangat mengerti diriku. Namun itu hanya terjadi waktu kita berdua berhadap-hadapan saja atau sewaktu sendirian berdua.

Itulah kenapa aku cukup terkejut Kiera memarahiku di tempat publik seperti ini, walau kutahu bahwa kesalahan ini sengaja kubuat.

"Eh?"

"Sayang selalu saja memaksakan diri seperti itu, menyembunyikan perasaanmu yang sesungguhnya sampai orang tidak mengetahui yang mana sayang yang asli."

"A-apa maksudmu sayang?"

Aku tidak berusaha mengelak, tetapi aku tambah terkejut saat Kiera lebih banyak menyatakan fakta dan kenyataan yang sudah teramat lama kusembunyikan.

Benar saja kata Kiera, bahwa aku selalu menyembunyikan sifat asliku, sampai kau bahkan tidak mengenali sebenarnya yang mana aku yang asli ini.

Istilah kasarnya saat aku mau menggambarkannya, aku selalu memakai topeng, yang bahkan mungkin selalu berbeda dalam kondisi yang berbeda juga.

Namun sebanyak apa pun topengnya, kau tidak akan pernah melihat muka asliku atau gambaran diriku yang asli, karena topeng itu tidak akan lepas dari wajahku.

"Berhentilah mengelaknya sayang. Bahkan aku selalu membaca isi pikiranmu yang runyam itu. Sayang kira bisa menyembunyikannya dari aku huh?"

"Ti-tidak, tidak, aku tidak bermaksud menyembunyikannya. Tetapi bukankah aku lebih baik mengorbankan diriku agar semua orang bahagia?"

"Hah~ itu lagi. Jujur, aku benci mendengar kalimat itu dari mulutmu sayang. Lebih baik dirimu yang egois dibanding yang depresi dan pasrah ini."

Jika mungkin orang lain mengorbankan yang lain selain dirinya untuk mencapai kemenangan bagi dirinya, yang aku lakukan adalah menjadi korban dengan sukarela.

Dalam suatu konotasi, itu berarti baik karena ingin menolong orang lain. Namun dalam konotasi lain, itu artinya membunuh dirimu secara perlahan-lahan mulai dari emosimu sampai hidupmu.

Di satu sisi kau mungkin akan dikenal karena dirimu berguna, tetapi di sisi lain kau akan mati karena seluruh beban mental yang kau tanggung.

Bahkan aku melakukan semua ini pun aku sadar dan tahu konsekuensinya. Silahkan katakan kepribadianku gelap, itulah aku.

Bencilah diriku bahkan kalau kau ingin. Ambil semua yang tersisa padaku, supaya aku menjadi cangkang kosong yang hampir mati.

"Aku tahu memang aku salah, tapi…."

"Tuh, lihat. Bahkan tanpa membaca pikiranmu sayang, aku tahu jelas bahwa sayang berpikir untuk lebih baik mati bukan?"

"Hahaha… sayang memang super peka kalau terhadap diriku ya? Benar-benar tidak ada ruangan gelap dalam rongga hatiku yang tidak sayang ketahui isinya."

Terlebih dari diriku, yang ingin kutekankan di sini adalah bagaimana sikap Kiera sekarang ini terhadap diriku.

Bukankah aku pernah mengatakan bahwa Kiera itu tidak akan pernah mengamuk, apalagi tanpa alasan yang jelas.

Kali ini memang ada alasan yang jelas, tetapi dia bisa saja menegurku dibanding memarahiku. Mungkin karena tindakanku ini sudah terlalu akut untuk hanya ditegur.

"Sudahlah, jangan mengalihkan ucapanku. Sudah berulang kali sayang begini, dan aku masih diam saja. Kalau sudah seperti ini, mana bisa aku diam lagi."

"Hah… maafkan aku Kiera sayang, memang aku tahu tindakanku itu salah. Namun bagaimana pun aku tak mungkin menyakiti perasaan orang lain juga untuk kesenanganku sendiri."

"Pun aku mengerti itu sayang. Hanya saja ada batasan di mana kamu bahkan menyingkirkan keinginanmu sendiri."

Pada akhirnya Kiera sebenarnya ingin memperingatiku secara total dan mengatakan semua yang dia tahan selama ini.

Perasaannya begitu melimpah kepadaku, amarah, perhatian, cinta, bahkan kesal pun ada di dalam setiap kalimat yang dilontakannya.

Aku tidak tahu sejak kapan Kiera menahan semua emosi ini, tetapi sekarang aku bisa merasakan seluruh isi hatinya yang tercurah padaku.

Kiera yang selalu bersembunyi dalam bayangan, sekarang menunjukkan dirinya kepadaku di terang yang terasa begitu ajaib.

Walau aku tahu sebelumnya aku depresi, tetapi setelah Kiera memarahiku, bukannya aku kesal, malahan aku merasa begitu senang.

Entah kenapa mungkin selama ini aku menunggu dari Kiera untuk menunjukkan sisi ini padaku, sisi yang tidak pernah kulihat selama ini.

Dan setelah sekarang aku mengetahuinya, aku tidak menyesal lagi. Karena aku tahu, sebenarnya aku juga ingin tahu perasaan sesungguhnya Kiera.

Sadar tidak sadar, mungkin kau tidak akan pernah mendengar kata cinta dari mulut Kiera. Sedikit dari bagian itulah yang membuatku agak sedih kalau boleh jujur.

Kuketahui bahwa diriku sendiri bahkan tak bisa mencurahkan seluruh isi hatiku pada Kiera setiap saat. Namun di saat aku mampu, maka kulakukan sebaik mungkin.

"Kalau begitu, bolehkah aku menyatakan keinginanku padamu sayang?"

"Eh? Huh? Memangnya apa?"

"Keinginanku adalah katakan bahwa kamu mencintaiku. Kalau sayang bilang aku lebih baik egois, maka inilah rasa egoisku."

Egois, mungkin ini pertama kalinya aku egois untuk diriku sendiri bukan untuk keluargaku. Hal ini baru untukku kalau boleh dibilang.

Dulu mungkin aku juga egois, karena aku ingin hidup, aku harus bertahan hidup, makanya aku melakukan semua hal hanya untuk diriku sendiri.

Kerja kerasku dulu memang membuahkan hasil, tetapi tidak pernah ada yang memuaskanku. Itulah yang terus terjadi sampai aku bertemu Kiera.

Di saat aku mulai memperhatikannya, aku menyadari bahwa apa yang kulakukan sekarang untuk keluargaku, dan kau tahu, itu terasa menyenangkan saat bisa melihat Kiera tersenyum.

Pada satu sisi mungkin aku sudah puas dengan senyum dan kasih Kiera saja. Namun aku juga memiliki sisi lain yang kusembunyikan, di mana aku menginginkan sayang dan cintanya juga.

"Ehhh, kenapa tiba-tiba sekali. Juga aku sedang memarahi sayang, lagi-lagi sayang mengalihkan perhatian lagi."

"Kiera, katakan bahkan kamu mencintaiku."

Itu terdengar egois bukan? Aku terdengar sangat memaksa sekali sampai aku dapat melihat wajah kewalahan dari Kiera yang ditutupi rasa malu.

Bahkan mungkin Kiera menyadari bahwa tak pernah muncul dari mulutnya dia mencintaiku. Bukannya dia tidak mencintaiku, tetapi itu terlihat dari tindakannya.

Namun kali ini aku menginginkan lebih, aku ingin mendengar dari mulutnya sendiri bukan hanya sebuah tindakan saja.

"Aku… kalau sayang memaksanya, aku tidak bisa mengatakannya."

"Kalau begitu, apa mencintaiku adalah sesuatu hal yang terpaksa kalau begitu?"

Selama ini cintaku dibalas dengan sebuah tindakan tanpa ucapan itu hanyalah sebuah paksaan? Karena ada anak-anak di keluarga kami?

Entah kenapa hatiku jadi terasa kosong dan hampa, tetapi di sisi lain tubuhku menjadi sangat berat saat mendengar Kiera mengucapkan itu.

Kurasa memang aku yang terlalu percaya diri bahwa Kiera itu sebenarnya mencintaiku dan itu selalu benar.

Sekarang yang kudapati hanyalah perasaanku yang dingin dan mati. Apakah aku sekalian saja boleh mati dengan sekejap mata? Aku lelah dengan tersiksa lagi entah batin atau tubuh.

"Bukan begitu ishh sayang, hanya saja kalau tiba-tiba mana bisa aku mengatakannya?"

"Tidak usah pun tidak apa-apa kok, aku cukup tahu saja."

Langkahku terasa amat berat, kepalaku pun juga. Apakah ini artinya kehidupanku sudah dirantai dan terikat dengan beban kenyataan hidup?

Lelah aku sudah dengan semuanya ini, tidak ada kebahagiaan lagi mungkin yang aku bisa rasakan. Apa hidupku sekarang sudah hampa dengan tujuan?

Nyatanya saja, kalau aku masih memiliki harapan, aku dapat melangkah maju walau sesulit apa pun itu. Namun itu tidak terjadi padaku.

"Sayang, dengarkan aku dulu dong."

"Tidak dengar pun juga aku mengetahuinya kok. Maafkan aku kalau sudah memaksamu selama ini untuk mencintaiku dan memperhatikanku."

Lari, aku ingin lari, dari semua kenyataan ini. Pada akhirnya hidupku dipenuhi oleh kekejaman entah dari mana pun.

Sekarang pun aku merasa tidak nyaman di dalam keluargaku sendiri. Pantaskah aku menerima semua ini?

Ingat tidak, itu pertanyaan yang selalu kulontarkan pada diriku sendiri. Buktinya memang nyata bahwa aku tidak pantas, sudah cukup aku mengetahuinya sampai di situ saja.

"Sayang!"

Namun kenapa…? Kenapa kau menahanku lebih lagi? Memelukku sekarang ini bahkan menciumku dengan kehangatan yang kau milikki?

Perasaanku begitu tercampur aduk sekarang ini, panas dan dingin seolah bertarung untuk menjadi satu.

Tidak ada hal yang kudapati selain air mata yang kutahan mungkin selama ini tanpa aku sendiri menyadarinya bahwa aku sudah mati rasa sejak dulu.

"Aku tidak paham… kenapa semua ini harus terjadi padaku? Harus kuterima semua kebaikan ini, tetapi akhirnya direbut lagi dariku?"

"Sayang! Perlu kau tahu, aku tidak pernah terpaksa untuk mencintaimu. Mungkin awalnya aku hanya memanfaatkanmu, tetapi akhirnya aku luluh akan perhatianmu padaku. Mana mungkin aku tidak mencintai itu yang ada padamu sayang!?"

"Tidak perlu diada-ada, bahkan aku sendiri pun tahu betapa dinginnya aku sejak dulu. Yang namanya perhatian padaku itu tidak pernah ada."

Berhenti… kenapa bibirku tidak berhenti mengucapkan semua kebodohanku yang kuciptakan sendiri? Aku tidak tahu kenapa, tetapi rasanya ini sakit sekali.

Bisakah aku menahan diriku sebentar saja, untuk tidak depresi? Sudah selalu begini aku, depresi, depresi, dan depresi.

Kau mengatakan bahwa orang kaya itu hidupnya enak dan tidak perlu pusing? Bahkan setiap orang, punya masalah dalam takarannya masing-masing.

"Mungkin aku tidak pernah mengatakannya, tetapi aku merasa bersyukur bisa bertemu denganmu sayang! Bahkan aku merasa tenang bahwa suamiku adalah orang yang memiliki bahu dan dada besar tempatku dalam bersandar. Kalau tidak, aku pastilah sudah terpuruk dalam kesedihan akan kematian kakek yang berlarut-larut."

"Siapa pun bisa menggantikan aku soal itu. Bahkan itu pun sebuah ketidaksengajaan kita bertemu saat itu."

"Pertemuan kita itulah takdir. Sayang boleh menghancurkan takdir lain, tetapi tidak dengan yang satu ini. Apakah sayang mengatakan air mata yang kita cucurkan selama ini adalah air mata kebohongan?"

Semuanya itu, semua kalimat yang diucapkannya, itu menamparku keras. Tidak, bahkan itu memukulku, tepat di mukaku.

Anehnya, bukannya terasa sakit, tetapi aku lega, bahwa pada akhirnya, ada yang mampu menghancurkan topeng yang berlapis-lapis ini padaku.

"Tidak… maafkan aku sayang, aku hanya berusaha lari dari kenyataan yang pedih."

"Aku tidak marah, aku menyayangimu selamanya bahkan setelah kita mati, sayang."