webnovel

Episode 8

Ezra merasa lega karena Zein menolong sahabatnya, bahkan mengantar sang sahabat ke kamar.

Arsy diam tanpa berani berbicara, pandangan mata tertunduk tak berani memandang paras rupawan yang telah menggendongnya serta meletakkan dengan hati-hati di atas tempat tidur.

Mahesa gelisah memikirkan acara yang dibuat oleh Raja Bintang Tenggara untuk merayakan kembalinya sang Pangeran, sedangkan orangnya berada di kamar pelayan mengurus seorang pelayan yang sakit.

Zein berdiri di depan tempat tidur memperhatikan raut kesakitan tertahan Arsy."Mahesa, ambilkan kotak obat."

Arsy tersentak mendengar Zein meminta Mahesa mengambilkan kotak obat dan berpikir kalau pria itu akan mengobatinya secara langsung.

"Yang Mulia, Anda tidak perlu mengobati saya dengan tangan Anda sendiri, saya merasa tidak pantas," tolaknya cepat. Ditolong saja sudah sangat malu apalagi kalau diobati langsung.

Zein tersenyum tipis sangat tipis hingga tidak terlihat."Nona, kau terlalu banyak berpikir. Aku hanya meminta Mahesa mengambilkan obat, bukan aku yang akan mengobati mu."

Ezra menaham senyum melihat wajah Arsy memerah karena menahan malu, lagipula gadis itu terlalu cepat mengambil kesimpulan bukankah tidak semua orang ketika meminta pengawalnya mengambilkan obat maka dirinya sendiri yang akan mengobati, ini bukan derama romantis cinta antara pelayan dan Pangeran.

Mahesa segera pergi mengambil obat kemudian menyerahkan obat tersebut pada Zein.

Zein menerima obat tersebut lalu menyerahkan pada Ezra."Obati temanmu."

"Yang Mulia, Anda mau kemana?" Tanpa sadar Arsy meraih tangan Zein dan menggenggamnya mirip seperti Istri takut ditinggal Suaminya pergi.

Mahesa melotot melihat Arsy tanpa ragu menggenggam tangan majikannya.

Ezra menutup mulutnya rapat menggunakan telapak tangan melihat Arsy berani menggenggam tangan Zein.

Zein menyingkirkan pelan jemari mungil Arsy kemudian menoleh padanya."Nona, aku harus kembali ke Acara."

Arsy memalingkan wajah karena malu, lagi-lagi dia sudah melakukan sesuatu di luar batas hingga membuat malu. 

Ezra segera menghampiri sahabatnya lelu menunduk hormat pada Zein. " Yang Mulia, terimakasih sudah membantu Arsy."

Arsy memandang bekas luka di tubuhnya, karena luka itulah dirinya mendapat pertolongan dari Zein Zulkarnain.

Ezra menggelengkan kepala melihat sikap sahabatnya tersebut kemudian segera membuka saleb dan mengoleskan pada tubuh sahabatnya.

Arsy sedikit terkejut karena merasakan sentuhan dingin di bahunya."Mangkanya jangan melamun terus, Arsy. Pangeran bukanlah tipe orang yang bisa kau dekati, lagupula ... Pangeran sudah dijodohkan dengan seorang Tuan Putri."

Arsy menundukkan kepala, ada perasaan tidak rela dalam dirinya, meski apa yang diucapkan Ezra sangat benar tapi hatinya sungguh tidak ingin melihat Zein bersama wanita lain.

**

Acara perjamuan...

Nawang wulan di dampingi 2 orang pelayan berjalan-jalan menikmati pesta, pandangan mata gadis itu terus mencari keberadaan Zein, di alun-alun siang tadi saat pertandingan pria itu pergi entah kemana sekarang juga tidak terlihat keberadaannya.

Bibir tersenyum senang kala melihat sang Pangeran berdiri di jembatan menatap lampion yang dihanyutkan ke dalam sungai, dengan langkah kaki riang ia menghampiri sosok pria bersurai kuning keemasan tersebut. 

"Salam, Yang Mulia."

Zein melirik sekilas sosok Putri dari kerajaan Slorokan tersebut, sedikitpun tidak ada niat untuk menanggapi sang Putri.

Zein membalikkan tubuh hendak meninggalkan Nawang Wulan, tapi suara gadis cantik itu menghentikan langkah kakinya.

"Yang Mulia, mohon tunggu sebentar."

Nawang Wulan berjalan beberapa langkah mendekati sang Pangeran Mahkota.

Zein tidak menyahut, namun sorot matanya masih menunggu sang Putri mengatakan alasannya menghentikan dirinya.

"Yang Mulia, saya sudah tahu bahwa kedatangan saya bersama keluarga saya adalah untuk membicarakan perjodohan kita. Saya tidak keberatan menikah dengan Yang Mulia." Gadis itu menundukkan kepala malu dan senang.

"Aku tidak tertarik, kau menikah saja dengan yang lain," tolak Zein tanpa memandang sosok gadis yang masih berdiri di belakangnya tersebut. 

Nawang Wulan Syock mendengar penolakan tanpa perasaan dari Zein, dadanya sesak air mata mengembung, seumur hidup baru kali ini dirinya ditolak.