Bandara Soekarno-Hatta itu dikejutkan dengan adanya 2 mobil Ferrari milik Michael dan Antonio yang terparkir disana. Livia tersenyum kecil melihat banyak wanita yang terdiam melihat kakaknya keluar dari mobil.
Memang Michael dan Antonio mencoba menyamar, meski jelas usahanya gagal total. Antonio memakai baju lengan hitam yang dipadukan kemeja putih yang tak dikancing serta celana jeans dan sepatu. Ia juga memakai topi dan kacamata hitam. Dan Michael memakai baju jeans yang dipotong lengannya, kacamata gayanya malah memperburuk keadaan.
Saat ia mengeluarkan koper Livia, otot yang sudah terlatih tercetak jelas. Memang, kedua kakaknya sangat suka olahraga berat. Panjat tebing, mendaki dan beberapa olahraga yang menguji nyali.
Badan Livia sendiri cukup terbentuk. Meski ia merasa ia sedikit gemuk karena harus selalu mencicipi makanan, tapi Antonio bilang bahwa lelaki suka wanita dengan sedikit lemak daripada kurus kering. Yang mengingatkan Livia bahwa kakaknya sedang dekat dengan Eve Lacrox adik Natalie, sekretaris pribadi Michael.
Perkenalan yang terjadi saat Livia sedang memasak untuk sebuah hotel berbintang lima dan Eve yang jadi jurinya. Sejak Livia berteman dengannya, ia mengenalkan teman barunya pada kakaknya. Dan ia langsung tahu bahwa Eve menyukai Antonia tapi Natalie sangat membenci Michael.
Kembali ke masa kini, Livia mengeluarkan paspor dan boarding passnya. Ia tersenyum pada ke2 kakaknya yang masih tidak rela melepas kepergiannya. Antonio menggerutu kesal sambil melipat tangannya, "Setahun terlalu lama. Kami makan apa kalau kau tak ada?"
Livia terkekeh geli, "Kan kalian bisa memesan. Lagipula..." Livia berhenti sebentar, sinar matanya tampak jahil, "Lagipula, aku sudah merencanakan kok bahwa aku akan bebas dari kalian, yang berarti aku bisa mencari pacar."
Tanpa dikomando mereka berseru bersamaan, "Tidak!"
Michael menatapnya tajam, "Jelas tidak."
"Tidak akan mungkin," timpal Antonio.
Michael mengangguk, "Lelaki itu harus mendapat ujian dan berhasil melaluinya dengan baik."
Antonio juga ikut mengangguk, "Dia jelas harus mengalahkanku."
"Dan menjamin hidupmu."
"Tidak perokok."
"Tidak berjudi."
"Minum alkohol paling dilarang."
Livia mengangkat tangannya menyerah. "Iya, iya. Huh, bilang saja kalian menolak siapapun yang medekatiku. Baiklah, akuhamil saja langsung."
"Livia!!" seru mereka lagi.
Livia menggelengkan kepalanya pusing, "Bercanda."
Terdengar pemberitahuan bahwa pesawatnya siap pergi. Livia menatap mereka dalam dan memeluk erat.
"Aku pasti merindukan kalian."
Antonio memegang pipinya lembut, "Jaga kesehatanmu. Pulanglah lebih cepat."
Livia mengangguk. "Aku janji." Ia menatap Michael senang, "Berusahalah dapatkan Nat, saat pulang, aku ingin mendengar pernikahanmu."
Michael mencubit hidungnya, "Jangan khawatirkan aku. Aku justru lebih mengkhawatirkanmu."
Mereka melepas adik mereka yang pergi menjauh. Di balik dinding pintu, Livia melambaikan tangannya. Dan pergi ke dalam. Antonio dan Michael berbalik, berniat pulang.
"Semoga dia tidak tersesat atau terjadi sesuatu padanya," ucap Michael pelan.
Antonio mengangguk. "Aku yakin Livia bisa menjaga diri. Dia bukan wanita yang asal mengumbar kata-kata. Terlebih, dia adik kita."
"Yah, aku tak dapat menyangkalnya. Omong-omong, sudahkah kau memberikan uang padanya?" tanyanya saat mereka sampai di depan mobil.
Kening Antonio berkerut. "Bukankah kau yang mau memberikannya?"
Michael menggeleng. "Tidak, aku menaruhnya di..." ucapannya terhenti dan ia mengumpat.
"Apa?" tanya Antonio saat Michael merutuk tajam, "Dia tidak membawanya!"
Antonio menatapnya marah, "Kau membiarkan adik kita pergi tanpa uang sepeser pun? Apa kau gila?"
"Kita harus mengejarnya," ucap Michael.
Mereka berlari secepat kilat masuk kembali. "Aku yang menahan petugas, kau lari ke dalam."
Michael mengangguk mendengar kata Michael. Ia menerobos antrian dan menerobos masuk.
Satpam sempat menahannya, tapi Antonio memegang tangannya. "Lari!"
Beberapa petugas yang melihat kejadian itu bersiap menuju Michael. Tapi Antonio berdiri di depan mereka, ia menunjukkan lencana miliknya dan berkata dingin, "Aku tak peduli apa yang mungkin koran beritakan besok. Tapi saat ini, adikku di pesawat dan ada hal yang terlalu penting untuk dibiarkan lewat. Jadi..." melepas topi dan kacamata, ia melanjutkan dengan tenang namun nada membunuh, "Kalau kalian menutup mata selama 5 menit, aku akan sangat berterima kasih."
Satpam itu terdiam lama sebelum berkata, "Urusan apa yang sangat penting hingga Anda rela berbuat seperti ini?"
"Adikku."
Sementara itu Michael berlari ke lapangan luas saat pesawat berjalan. Ia mempercepat larinya, "Livia!" tapi pesawat takkan menunggunya. Tepat saat ia semakin dekat, pesawat menjauh dan petugas menariknya. Michael hanya bisa pasrah melihat pesawat pergi membawanya. Yang bisa ia lakukan hanya menunggu Livia menghubunginya dan barulah ia akan mengirimkan sejumlah uang.
Tapi ia harus menunggu dan Michael sedangdalam kondisi tidak mau menunggu saat ini
_______________________________
Suka cerita ini?
Tunjukkan apresiasi dan dukungan kalian ke authornya dengan cara
Ikuti akun FoxyRibbit
Ketik komentar
Vote cerita ini
Follow akun IGnya di Livia_92 dan FoxyRibbit