webnovel

Mengejar Cintamu

“Mengapa kau menyetujui rencana pernikahan kita? Jika di hatimu hanya ada dia?” Hanya satu pertanyaan itu yang tidak bisa dijawab dengan cepat oleh Alekta Suryana. Dia hanya bisa terdiam dalam duduknya dan masih mengenakan gaun pengantin berwarna putih.

macan_nurul · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
331 Chs

33. Mulai Mendekat

Elvano akhirnya menghadirkan acara di ballroom tanpa Arda tetapi masih ada pengawal yang menemaninya. Sedangkan Alekta pergi bersama Arda ke tempat yang ingin dikunjunginya.

Saat di dalam perjalanan, Arda mendapatkan sebuah pesan. Dia merasa khawatir dengan pesan yang Barus saja diterimanya.

"Ada apa?" tanya Alekta pada Arda yang terlihat gelisah.

"Tidak ada apa-apa, Nona ...," jawabnya singkat.

Namun, Alekta merasa jika Arda tidak berkata jujur padanya, pasti sudah terjadi sesuatu dan dia tidak ingin mengatakan padanya. Alekta tidak suka dengan hal itu dan memaksa Arda untuk mengatakannya.

"Cepat katakan padaku apa yang sudah terjadi?!" tanya Alekta dengan nada menekan.

Dia sudah tidak bisa bersabar lagi terhadap Arda uang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah, mengapa dia berpikir jika hal yang dipikirkan oleh Arda adalah masalah yang akan terjadi pada Elvano.

Arda masih tidak ingin bicara pada Alekta, dia masih ragu apakah harus mengatakan pada sang nona atau tidak. Karena dia tahu sang nona belum bisa sepenuhnya menjadi seorang istri bagi tuannya.

"Hentikan mobilnya!" perintah Alekta pada sang sopir. "Katakan padaku! Apa yang terjadi, Arda?!" Dia kembali bertanya dengan nada perintah.

Arda akhirnya mengatakan apa yang akan terjadi semuanya pada Alekta. Dia pun ingin tahu apa yang akan dilakukan sang nona kali ini.

Alekta terdiam sejenak dan mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Arda. Sembari memikirkan apa yang harus dilakukan olehnya.

"Putar balik. Kita temani Elvano," Alekta berkata seraya memberi perintah pada Arda.

Arda tersenyum lalu dia memerintahkan pada sopir untuk kembali ke hotel. Namun, dia berpikir tidak mungkin sang nona akan menghadiri acara itu hanya menggunakan pakaian untuk berjalan-jalan santai.

"Nona, bagaimana jika Anda memilih sebuah gaun untuk menghadiri acara itu?" Arda berkata pada Alekta.

"Sebenarnya acara apa itu? Apakah aku harus berpenampilan seperti seorang pimpinan atau gaun seperti menghadiri sebuah pesta?" Alekta balik bertanya pada Arda.

Arda pun menjelaskan sebenarnya acara apa itu, sebenarnya acara itu adalah pertemuan para pengusaha. Di sana akan diadakan pembicaraan tentang bisnis dan setelah itu akan berlanjut dengan sebuah pesta.

Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk hotel, Alekta keluar dari mobil dan menyuruh Arda untuk menyiapkan sebuah gaun untuknya. Dengan cepat Arda menghubungi seseorang untuk segera mengantarkan sebuah gaun ke kamar hotel sang nona.

Alekta berjalan menuju kamarnya, sedangkan Arda tidak mengikutinya. Dia harus mengurus sesuatu terlebih dahulu, setelah urusan itu selesai dia akan menjemput sang nona untuk menghadiri acara itu.

Tidak berapa lama terdengar suara ketukan pintu kamar, Alekta langsung berjalan menuju pintu. Melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya dari sebuah kamera yang menempel di dinding dekat pintu.

Terlihat seorang wanita yang sedang memegang sebuah gaun yang masih tertutup dengan sangat rapi. Alekta pun membuka pintu kamarnya lalu menyuruh wanita itu masuk.

Wanita itu pun mengangguk dan berjalan memasuki kamar Alekta. Dia menyimpan gaunnya di sebuah gantung besi sehingga tidak akan kusut.

"Nona, apakah Anda memerlukan bantuan dari saya?" tanya wanita itu pada Alekta.

Alekta membuka penutup gaunnya, dia melihat terlebih dahulu gaun yang akan digunakan olehnya. Setelah melihat gaun itu, dia merasa senang karena modelnya sesuai dengan gayanya.

"Bisa bantu aku sebentar untuk mengenakannya?" Alekta balik bertanya pada wanita itu.

"Tentu saja, Nona." Wanita itu menjawab dengan penuh hormat.

Alekta pun mengambil gaun itu lalu mengenakannya, dia meminta bantuan wanita itu untuk menarik ritsleting yang terasa di belakang. Perlahan wanita itu menaikkan ritsleting gaun yang dikenakan sang nona.

"Kau boleh pergi dan terima kasih," ucap Alekta setelah gaun yang dikenakannya sudah rapi terpasang di tubuhnya.

Wanita itu mengangguk lalu berjalan pergi meninggalkan Alekta. Sekarang bagi Alekta adalah memoles wajahnya dengan sedikit make-up agar tidak terlalu sederhana.

Beberapa saat kemudian Arda yang sudah selesai dengan urusannya berjalan menuju kamar Alekta. Dia berniat untuk menjemput sang nona.

Dia mengetuk pintu kamar sang nona, tidak berdosa lama pintu kamar terbuka. Arda melihat sang nona sudah siap untuk menghadiri acara itu.

"Apakah Anda sudah siap, Nona?" tanya Arda penuh dengan hormat pada Alekta.

"Sudah. Ayo kita pergi!" jawab Alekta sembari berjalan keluar dan menutup pintu kamar hotelnya.

Arda pun mengatakan siapa saja yang akan hadir di acara itu, sehingga Alekta bisa bersiap jika ada seseorang yang menyerangnya. Dalam artian menyerang dengan kata-kata pedas dan juga sindiran.

Alekta mendengarkan apa yang dikatakan oleh Arda, dia tidak melewatkan satu pun informasi yang di dapatnya. Dia tidak boleh sedikit saja terlihat sangat bodoh di dalam sana. Karena dia tidak ingin diperlakukan oleh orang-orang yang tidak menyukai Elvano.

Dia berhenti saat sudah berada di depan ballroom, dia melihat seorang pria yang meminta kartu undangan. Arda pun langsung mengeluarkan sebuah kartu undangan dan mereka pun masuk dengan mudahnya kedalam.

Arda mulai mencari di mana sang tuan berada, dia tersenyum karena melihat tuannya tengah duduk memperhatikan seseorang yang sedang berbicara di atas podium. Dia pun mempersilakan Alekta untuk mengikuti dirinya menuju meja di mana Elvano berada.

Alekta pun berjalan mengikuti Arda, dia melihat Elvano yang tengah duduk. Dia merasa ada beberapa mata sedang mengawasinya tetapi Alekta tidak peduli dan terus berjalan menghampiri Elvano.

"Tuan ...," Arda menyapa Elvano.

"Kalian di sini?" Elvano berkata dengan nada terkejut.

"Apa kau tidak akan mempersilakan aku duduk?" Alekta berkata dengan nada datar.

Elvano tersadar lalu dia beranjak dan membukakan sebuah kursi tepat di sampingnya. Saat Alekta hendak duduk di kursi itu, ada seseorang yang langsung duduk di sana tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Kau ...," geram Elvano saat melihat Sandy duduk dengan santainya.

Alekta menatap orang itu yang sangat santainya duduk di atas kursi yang tadinya untuk dia. Namun, dia berusaha untuk bersikap tenang. Karena dia tidak ingin membuat masalah di tempat seperti ini.

"Kau menyukai kursi itu? Maka duduklah," ucap Alekta lalu dia duduk di kursi yang kosong.

Elvano hanya menatap Sandy dengan tajam, dia tidak mengira jika orang itu akan datang ke sini. Dia menyuruh Arda untuk duduk di sebelah Sandy, sedangkan dia memilih duduk di samping Alekta. Sehingga Alekta tepat ada di tengah Elvano dan Sandy.

Sandy hanya tersenyum melihat kekesalan Elvano, dia tidak peduli dengan rasa kesal Elvano. Karena baginya itu sangat menyenangkan, sekarang dia hanya fokus terhadap Alekta. Wanita yang sudah dinikahi oleh Elvano.

Alekta tahu ada sesuatu yang aneh dengan Sandy dan rasa ingin tahunya itu semakin besar tatkala melihat sikap orang itu yang selalu menatap Elvano. Namun, Elvano terlihat sangat kesal dan mengabaikannya.

"Ada apa dengan kalian berdua?" bisik Alekta pada Elvano.