Alekta membuka kedua matanya karena sentuhan yang dilakukan oleh Elvano.
"Apa yang harus aku ingat?" tanya Alekta pada Elvano.
Elvano beranjak lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tanpa menjawab apa yang menjadi pertanyaan yang diajukan oleh Alekta.
"Kenapa kau selalu membuatku kesal," gumam Alekta sembari bangun dan berjalan menuju balkon.
Dia mengambil napas panjang lalu mengeluarkannya, berusaha untuk menenangkan diri atas sikap Elvano padanya. Alekta pun mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Elvano.
Dirinya masih bingung dengan apa yang harus diingatnya. Apakah dia pernah bertemu dengannya sebelum di Singapura. Pikirnya seperti itu tetapi dia merasa tidak pernah bertemu dengan Elvano.
"Untuk apa aku memikirkan semua itu. Mungkin Elvano salah mengenali orang," Alekta berkata sembari menghela napasnya.
Alekta memegang perutnya yang sudah mulai keroncongan. Dia pun masuk ke dalam kamar dan hendak memesan makanan.
Namun, dia terkejut saat melihat beberapa pelayan yang baru saja tiba dan mereka menata beberapa menu makanan di atas meja. Setelah selesai para pelayan pun pergi meninggalkan kamar.
"Makanlah. Sebelum makanannya menjadi dingin," perintah Elvano sembari duduk dan hendak menyantap hidangan yang sudah tersedia.
Alekta berjalan mendekat lalu duduk dan mulai menyantap hidangan yang sudah ada di atas meja. Dia tidak peduli dengan kekesalan dirinya terhadap Elvano tadi. Yang terpenting perutnya hadir terisi terlebih dahulu karena itu untuk menambah energinya.
Mereka berdua menyantap makanan itu tanpa ada yang berbicara. Suasana malam yang begitu hening, seperti tidak ada orang di dalam kamar.
Elvano selesai, dia berdiri dan berjalan menuju sofa lalu membuka netbook-nya dan kembali bekerja. Alekta tidak habis pikir apakah yang ada di otaknya itu hanya kerja dan kerja terus. Apakah dia tidak membutuhkan istirahat.
"Ada yang kamu inginkan lagi?" tanya Elvano saat melihat Alekta memandanginya terus.
"Tidak. Aku sudah selesai," jawabnya sebagai berdiri dan berjalan menuju balkon kembali. Karena hanya tempat ini yang bisa membuatnya sedikit tenang.
Elvano tersenyum, dia melihat wajah Alekta memerah dan langsung pergi begitu saja ke balkon. Dia menekan sebuah tombol, tidak berapa lama tiba para pelayan dan mereka membersihkan semua meja.
Para pelayan bekerja dengan sangat cepat, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk merelakan kembali meja. Mereka pun pamit undur diri dan menutup rapat pintu kamar.
Malam semakin larut, Alekta pun sudah berada di atas tempat tidur dengan membaca sebuah buku, sesekali dia melirik Elvano yang masih tetap bekerja. Rasa kantuk mulai menyelimuti Alekta dan tanpa di sadari dirinya tertidur tanpa menyimpan bukunya.
Elvano menutup netbook-nya, dia melihat ke arah Alekta yang sudah tertidur. Diambilnya buku yang tergeletak di atas tubuh Alekta lalu menyimpannya di atas nakas.
Dia mengelus lembut rambut Alekta lalu mengambil bantal dan selimut tipis. Elvano kembali berjalan menuju sofa, malam ini dia kembali tidur di atas sofa.
Itu sudah dilakukannya sejak malam pertama mereka menikah. Karena dirinya tahu saat ini dihatinya masih ada pria lain dan belum melupakannya.
"Mengapa kau hanya mengingat pria itu, sedangkan aku ...," gumam Elvano lalu memejamkan kedua matanya.
***
Alekta membuka kedua matanya, cahaya matahari menerobos memasuki kamar melewati kain gorden. Dia melihat ke samping dan tidak melihat Elvano. Pikirnya pria itu sudah pergi untuk mengurus pekerjaannya.
Namun, yang dipikirkannya salah karena Elvano masih tertidur pulas di atas sofa. Alekta beranjak lalu berjalan mendekat pada pria yang sudah menjadi suaminya itu.
Ditatapnya Elvano dengan saksama, dia merasa jika pria yang sedang tertidur pulas itu lebih tampan tetapi entah mengapa jika sudah bangun dia menjadi pria yang sangat menyebalkan.
"Saat seperti ini kau tampak berbeda, ketika kau terbangun kau begitu menyebalkan!" ujar Alekta sembari menyentuh rambut Elvano.
Alekta langsung menarik tangannya, dia terkejut dengan apa yang dilakukan olehnya. Mengapa dia bisa melakukan semua itu.
Dia segera beranjak lalu berjalan menuju kamar mandi untuk melakukan rutinitas membersihkan diri. Saat Alekta sedang di dalam kamar mandi, Elvano tersenyum sembari membuka kedua matanya.
"Aku akan mendapatkannya, Alekta. Meski itu membutuhkan waktu yang lama," gumam Elvano.
Tidak berapa lama Alekta ke luar dari kamar mandi setelah menyelesaikan rutinitas membersihkan diri. Pandangannya terarah pada Elvano yang tidur kembali di atas tempat tidur.
Dia membiarkan semua itu, pikirnya mungkin semalam dia mengerjakan pekerjaannya hingga tengah malam. Sebenarnya jika dia ada di Singapura mungkin saat ini dirinya sudah bisa bekerja.
Yang membuatnya bingung mengapa dirinya di bawa ke Austria oleh Elvano. Ini semua belum terungkap dengan jelas, dia berniat akan menanyakan semua itu nanti pada Elvano.
Alekta hendak mengambil pakaian yang ada di dalam travel bag-nya. Namun, dia tidak menemukan apa yang dicarinya. Hanya tas kosong yang tidak ada sehelai pakaian pun.
Dia termenung sejenak lalu matanya tertuju pada sebuah almari. Dia menggelengkan kepalanya, tidak mungkin pakaiannya sudah tertata rapi di dalam sana. Alekta berdiri lalu berjalan mendekati almari.
Dibukanya pintu almari dan benar saja semua bajunya sudah tertata rapi di sana. Seingat dia semalam belum merapikan pakaiannya.
"Ahh ... sudahlah untuk apa aku memikirkannya. Pakai saja dulu," gumam Alekta lalu mengambil pakaian yang hendak dikenakan olehnya hari ini.
Elvano terbangun saat ponselnya berdering, dia mengambil ponselnya yang tersimpan di atas meja dekat dia tertidur. Dia melihat siapa yang menghubunginya, tertata nama Arda.
"Halo ...," ucapnya pada seseorang yang ada di balik telepon.
Dia mendengarkan semua yang dikatakan oleh Arda, setelah itu Elvano menutup sambungan teleponnya. Duduk sejenak untuk mencerna apa yang sudah dikatakan oleh asistennya itu.
Elvano berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri lalu bersiap. Sepertinya hari ini akan begitu sibuk dan melelahkan. Sehingga dia belum bisa melakukan apa yang harus dilakukan untuk Alekta.
"Hari ini aku tidak bisa menemanimu," ucap Elvano pada Alekta setelah dia selesai dengan rutinitas membersihkan diri dan sekarang dia sedang mengenakan dasi.
"Bolehkah aku keluar?" tanya Alekta pada Elvano.
"Lakukan apa yang kamu mau, yang terpenting jika terjadi sesuatu langsung hubungi aku!" jawab Elvano.
Setelah menjawab itu Elvano berjalan keluar karena sudah ada orang yang menunggunya di lobby. Dia ingin segera menyelesaikan semua pekerjaannya itu.
Alekta pun bersiap untuk berjalan-jalan dan mencari makanan atau camilan karena dia belum sarapan. Namun, sempat terpikir mengapa tadi dia meminta izin pada Elvano untuk pergi ke luar hotel.
"Kau semakin aneh saja, Alekta!" ujarnya sembari berjalan keluar hotel.
Dia tidak mengetahui jika dirinya sedang diawasi oleh beberapa orang. Mereka adalah orang-orang yang sangat berpengalaman dalam hal mengawasi mangsanya.