webnovel

Mengejar Cintamu

“Mengapa kau menyetujui rencana pernikahan kita? Jika di hatimu hanya ada dia?” Hanya satu pertanyaan itu yang tidak bisa dijawab dengan cepat oleh Alekta Suryana. Dia hanya bisa terdiam dalam duduknya dan masih mengenakan gaun pengantin berwarna putih.

macan_nurul · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
331 Chs

21. Sendirian

Caesar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Casandra. Dia meminta Casandra untuk memberikan ponselnya pada Alekta.

Namun, Casandra tidak akan menuruti apa yang diinginkan oleh Caesar. Karena dia tidak akan memberikan kesempatan pada pria itu untuk kembali menyakiti Alekta.

Cassandra sudah malas mendengar apa yang dikatakan oleh Caesar. Dia pun langsung memutuskan sambungan teleponnya dan kembali masuk ke ruangan.

Dia melihat Alekta masih terlelap, dalam benaknya berkata jika dirinya tidak akan membiarkan pria seperti Caesar kembali menyakitinya. Sudah cukup Alekta berharap dan mengejar cinta pria yang tidak pantas itu.

Untuk menghilangkan rasa penasaran Alekta, dengan cepat Casandra menyimpan kembali ponsel Alekta di atas nakas. Karena dia sudah melihat sahabatnya itu akan segera membuka kedua matanya.

"Kamu masih di sini? Aku pikir kamu sudah pergi?" tanya Alekta pada Casandra.

"Bagaimana aku bisa meninggalkan wanita kuat nan ceroboh ini sendirian," jawab Casandra dengan nada menggoda.

Alekta tersenyum melihat sahabatnya yang ini bercanda. Karena yang diketahuinya Casandra tidak menyukai berlama-lama di rumah sakit.

Tidak berapa lama, ponsel Casandra berdering. Dia meminta izin pada Alekta untuk mengangkatnya. Alekta mengangguk memberi izin untuk sahabatnya itu menerima panggilan telepon.

Dia hanya melihat sahabatnya itu berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri. Alekta mengingat akan satu hal kejadian yang membuatnya tahu jika Casandra sangat membenci berlama-lama di rumah sakit.

Alekta mengambil ponselnya lalu melihat ada panggilan masuk. Tertera nama Caesar, rupanya Casandra lupa untuk menghapus nomor ponsel yang masuk.

"Apa kamu yang mengangkat telepon dari, Caesar?" tanya Alekta pada Casandra yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

"Iya," jawabnya singkat.

"Mengapa kamu tidak membangunkan aku? Bukankah dia ingin bicara denganku? Aku yang berhak untuk mengangkat ponselku sendiri," ujar Alekta yang tidak mengerti dengan sikap Casandra.

"Iya. Kamu yang berhak mengangkat ponselku sendiri dan aku yang sudah lancang mengangkat teleponnya. Terus kamu ingin bicara dengan pria itu lagi?" jawab Casandra sembari melayangkan pertanyaan pada Alekta.

Alekta terdiam, mendengar pertanyaan Casandra. Dia tahu apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu benar. Seharunya didirinya sudah menghentikan berpikir tentang Caesar.

Karena Caesar sudah terlalu banyak membuatnya merasa kecewa. Bukan hanya dengan Kamila saja, pria itu pun sudah berjalan bersama dengan wanita lain dengan senyum yang hangat.

"Maafkan aku ...," ucap Alekta lirih pada Casandra.

Casandra langsung memeluk Alekta, dia sungguh sangat menyayangi sahabatnya ini. Dirinya tidak akan pernah bisa membiarkan sang sahabat menderita hanya karena seorang pria kurang ajar seperti Caesar.

"Tidak perlu meminta maaf padaku. Kamu harus ingat satu hal dia adalah pria yang tidak pantas untuk dikejar apalagi dipertahankan." Cassandra berkata dengan lembut.

Mereka pun saling berpelukan, terdengar suara tawa kecil dari Casandra. Dia kembali teringat akan kenangan masa lalu saat mereka berdua duduk di bangku sekolah menengah atas.

"Apa kamu ingat Alekta? Kita pernah memberikan pelajaran pada pria yang sudah berani menipuku?" tanya Casandra sembari melepaskan pelukannya.

Alekta tersenyum, dia mengingat apa yang terjadi kala itu. Semua kebersamaan antara dirinya dan Casandra tidak bisa lepas begitu saja.

Dia tidak bisa melihat Casandra diperdaya oleh pria yang mengaku sangat mencintainya. Akhirnya Alekta mengetahui semua kebusukan pria itu dan membuat pria itu tidak berani lagi memandang wajahnya atau wajah Casandra.

"Bagaimana aku bisa melupakan masa-masa itu. Karena di masa itu kita tidak bisa terpisahkan seperti layaknya seorang saudari." Ungkap Alekta.

"Benar dan aku berharap kita akan selamanya seperti itu. Tidak akan ada yang bisa memainkan kita," timpal Casandra.

"Siapa tadi yang menghubungimu?" tanya Alekta karena dia penasaran dengan siapa yang menghubunginya.

Casandra terdiam sejenak lalu dia mengatakan jika malam ini dirinya tidak bisa menemani Alekta. Dia sebenarnya tidak ingin meninggalkan sahabatnya itu sendirian di rumah sakit.

Namun, apa daya sang ibu membutuhkan bantuannya. Tidak ada yang bisa menolak jika sang ibu sudah meminta sesuatu.

"Pergilah. Aku tidak masalah jika harus sendirian. Lagi pula ada perawat yang bisa aku minta tolong," ujar Alekta pada Casandra.

"Sungguh? Kamu tidak apa-apa? Aku tidak tega meninggalkan dirimu sendiri. Apalagi di rumah sakit," timpal Casandra.

"Iya. Aku tidak apa-apa, kamu jangan menganggap aku seperti anak kecil dong!" balas Alekta yang mulai sedikit kesal dengan rasa khawatir Casandra.

Casandra pun akhirnya pergi meninggalkan Alekta. Namun, dia masih merasa tidak tenang dan memilih menghubungi seseorang untuk menemani sahabatnya itu.

Matahari sudah mulai bergerak membenamkan dirinya. Alekta hanya terdiam sendiri di dalam ruang rawat rumah sakit. Sembari menonton acara televisi yang tidak begitu menarik.

Akhirnya dia mengambil ponselnya lalu membuka email yang sudah beberapa hari ini tidak di bukanya. Terdapat begitu banyak email yang masuk, beberapa adalah informasi tentang semua kinerjanya karyawannya.

Dia membaca secara saksama semua email itu. Mungkin setelah kakinya pulih dia akan lebih fokus pada pekerjaannya.

Semoga saja dengan menyibukkan dirinya dengan banyak pekerjaan bisa menghilangkan semua masalah yang ada dalam hatinya. Namun, dia kembali teringat akan perkataan sang ayah yang menyuruhnya untuk menikah dengan pria pilihannya.

"Aku berharap ayah bisa mengubah keputusannya tentang pernikahanku," katanya sembari mengganti saluran televisi.

Dia terus mencari saluran televisi yang bisa membuatnya merasa tidak bosan. Akhirnya dia menghentikan mengganti terus saluran televisi.

Matanya mulai terfokus dengan sebuah acara musik. Di mana dia melihat seseorang yang dikenalnya.

Alunan musik yang begitu indah ditambah permainan piano yang sudah sangat lembut. Sehingga tidak terdengar kesalahan yang biasa dilakukan olehnya.

"Kau sudah semakin profesional, Caesar. Namun, mengapa kau seperti itu padaku?" gumam Alekta.

Dia pun mematikan televisi lalu kembali fokus dengan semua email yang ada di ponselnya. Memeriksa kembali satu per satu email dengan saksama.

Beberapa  saat kemudian seorang perawat masuk kedalam. Dia memberikan beberapa obat yang harus dikonsumsi olehnya.

"Sebaiknya, Nona segera beristirahat." Seorang perawat berkata lalu dia pamit untuk pergi.

Alekta pun mulai  mematikan ponselnya lalu menyimpannya di atas nakas. Tubuhnya terasa pegal karena dia sedari tadi hanya duduk dan tidak bisa bergerak dengan bebas.

Dia berusaha dengan keras untuk memejamkan kedua matanya. Namun, tidak bisa karena dia tidak terbiasa tidur di ruangan rumah sakit seorang diri.

Dalam benaknya berkata lembu nyaman tidur di kamarnya sendiri. Mungkin besok pagi dia akan meminta dokter untuk mengizinkannya untuk pulang ke rumah.

Beberapa saat kemudian Alekta akhirnya bisa memejamkan kedua matanya. Sedangkan ada seseorang yang sedang berjalan menuju ruangan di mana Alekta terlelap.

Orang itu membuka pintu kamar Alekta dan melihat wanita yang sudah terlelap. Dia berjalan perlahan lalu mendekat.

"Kau wanita yang sangat menyulitkan. Namun, aku tidak akan pernah melepaskanmu!" ucap pria itu dengan lirih.