webnovel

Maryam

Siti Maryam, nama perempuan itu. Nama yang sederhana. Sama seperti orang nya yang memiliki sifat sederhana, ramah terhadap orang lain. Dengan bibir yang selalu dihiasi dengan senyuman sehingga membuat orang yang kenal dirinya merasa nyaman. Suatu hari Maryam diberi pilihan; Meninggalkan sosok malaikat kecil yang dibesarkan dirinya atau menikahi pria beristri?

ZAHIRA_BANA · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
11 Chs

Part 07

"Lagi apa?" tanya Zaidan. Jelas-jelas Zaidan sudah tau kalau yang ditanya sedang main mobil-mobilan. Tapi tunggu, kenapa ia bertanya seakan-akan bertanya kepada rekan bisnisnya, kaku.

Ar yang asik menarik truk dari kardus  buatan sang bunda, melirik Om yang tak sengaja tabrak kemaren, dengan memicingkan matanya. Merasa terganggu, namanya anak-anak ketika asik bermain kemudian di ganggu pasti merasa kesal.

Ar diam. Ar melanjutkan menarik truk yang mengakut tanah.

Zaidan ber derkham salah tingkah, ketika ia dikacangi oleh anak kecil.  Seumur-umur baru sekarang ini ia dikacangi oleh anak kecil. Ya iyalah wong Zaidan tak pernah beteraksi sama anak kecil.

Mencoba berbicara lagi Zaidan. Dengan menarik napas, lalu menghembuskan nya.

"Nama kamu, Al ya?"

Al menoleh ke Zaidan. "Bukan Al! Tapi Alll--lr."

"Al?"

"Allr"

"Al?"

Ar tak menanggapi, ia memilih memalingkan wajahnya sambil menurunkan tanah dari truk kardus itu.

Zaidan menggaruk kepalanya, ia bertanya dalam hati. Apakah sekarang ia salah lagi? Sungguh ia memang tak mengerti ucapan anak kecil, yang menurut dirinya terasa aneh.

"Jelas gak jalan truknya itu. Ban nya aja pake sandal bekas." ucap Zaidan, melirik truk Ar yang tak bisa jalan karena ban truknya terperosok ke tanah becek.

Ar melihat truknya yang tak bisa jalan seperti tadi karena terperosok ke tanah becek. Ar mengangkat truknya tapi ketika di angkat truknya ban yang terbuat dari sandal bekas itu copot dari truk.

Zaidan yang melihat hal itu tak bisa menahan tawanya, Zaidan terus tertawa merasa terhibur atas kejadian itu.

Ar memandang ban yang copot itu dan juga memandang om yang tertawa terus dari tadi dengan pandangan berkaca-kaca.

Zaidan berhenti tertawa ketika melihat mata anak kecil itu berkaca-kaca.

"Nanti om beliin yang bagus deh, truk yang itu buang aja. Truk itu terbuat dari kardus dan jelek, kalau om beli pasti truk bagus." hibur Zaidan, tapi hiburan Zaidan tak bisa menghentikan laju Air mata yang menetes.

"Huwaaa, om jahat. Bilang tluk uatan Unda jelek." pekik Ar.

Lah dimana salah Zaidan coba? Zaidan bilang jujur kalau truk itu jelek, lebih bagus buatan pabrik masih.

Zaidan mengusap telinganya yang terasa sakit pekik Ar.

"Om bilang jujur loh, kalau truk itu jelek lebih bagus buatan pabrik."

Zaidan menenangkan Ar yang menangis, tapi bukan nya berhenti menangis Ar makin kenceng tangisannya.

Dengan air mata yang membasahi pipinya Ar berlari kedalam rumah untuk mencari sang bunda.

Bodoh, umpat Zaidan. Baru kali ini ia membuat seorang bocah nangis karena kejujuran nya. Zaidan mengejar Ar, sungguh ia merasa malu sendiri dengan dirinya. Menenangkan bocah aja dia tak tau. Eneng dirinya aja cowok yang gak peka, istri nya aja malah di jauhin.

***

Semua pelayan menatap Zaidan dengan pandangan penasaran. Ada gerangan apa sang tua mengejar anak kecil yang sedang menangis?

Ar yang tak menemukan sang bunda, berlari ke kamar orang yang panggil mama mulai kemaren.

Shila yang duduk di kursi rodanya sambil menikmati pemandangan dari balkon kamar, terkejut ketika mendengar tangisan Ar yang keceng terdengar di gedang telinganya sambil memanggil dirinya itu. Dengan segara Shila menjalankan kursi rodanya menuju tangisan Ar.

Ar membuka pintu kamar Shila dengan sekuat tenaganya.

Shila yang hampir sampai menuju pintu dibuat kaget ketika Ar sudah membuka pintunya dengan paksa sehingga menimbulkan suara yang mengagetkan semua orang.

"Mama .....," Al memeluk kaki Shila.

Shila mengambil Ar untuk duduk dipangkuan nya. Dengan sayang Shila mengusap lembut pundak Ar.

Ar nangis sesenggukan sambil memeluk Shila dengan erat.

Zaidan yang dari tadi mengikuti Ar merasakan sakit di kakinya. Sungguh ia tak sanggup naik tangga sambil berlari, dengan ngos-ngosan Zaidan masuk kamar itu.

Kedua mata itu saling bersetebrok  dengan dada yang berdetak abnormal. Ada perasaan rindu merasukin kedua insan itu, sudah lama rasanya tak merasakan hal seperti ini.

Shila memutuskan pandangan itu, sudah cukup. Ia tak kuat ketika terlalu larut dengan mata itu.

Ar mengurai pelukan nya, dengan mata yang memerah karena menangis , Ar mengadakan wajahnya menatap Shila.

"Mama, om itu jahat. Ilang tluk Al jelek huhuhu ...."

Shila sudah mengerti om yang dimaksud Ar, tadi Shila melihat dari atas balkonnya.

Zaidan mendelik tak terima, tapi kenyataan ia memang tadi bilang jelek sih.

Shila mengusap kepala Ar dengan sayang "om itu cuman bercanda tadi, pengen lebih kenal dengan Ar." ujar Shila sambil melirik ke arah Zaidan dengan sekejap, kemudian mengalihkan pandangannya.

"Tetap aja ma, om itu jahat. Tadi juga om itu bikit Al kesel karena tanya-tanya telus." Ar mengeratkan pelukannya sambil mengadu kepada Shila.

"Kan om mau kenalan sama Al, jadi banyak tanya."

Shila tak maksud membela Zaidan ia hanya membuat Ar tenang tak ada maksud  yang lain.

"Tetap aja om itu jahat, buat Al kesel!" Ar masih Keukeh dengan pendirinya, bahwa om itu jahat.

Pelayan yang mendengarkan dari ambang pintu menahan tawanya. Sungguh lucunya ketika ada anak kecil mengklaim bahwa sang tuan jahat.

Zaidan menatap tajam pelayan yang menahan tawa itu.

Semua pelayan gelapan dengan segera membubarkan diri.

"Gak boleh gitu, sayang." tegur Shila dengan sayang.

Al menggelengkan kepalanya, mengeratkan pelukannya kepada Shila.

Hening, Zaidan tak tau harus apa sekarang? Merasa canggung sendiri. Shila pun tak berniat berbicara, Shila hanya mengusap punggung tangan Al yang masih sesenggukan meskipun tak sekeras tadi.

"Ar," panggil Shila yang tak terdengar suara seseguk lagi, terdengar hanya dengkuran halus Ar.

Shila tersenyum kecil, ketika Ar sudah tertidur di pangkuan nya.

Zaidan yang dari tadi berdiri mencoba mendekat meskipun agak canggung.

"Biar aku aja yang membatu menaruh  Ar ketempat tidur." tawar Zaidan kepada Shila ketika Shila kesusahan menurunkan Ar dari pangkuan nya.

Shila mengangguk tanpa sepatah kata, mempersilahkan Zaidan untuk memindahkan Ar.

Ketika tak sengaja tangan Shila  bersentuhan dengan tangannya,  Zaidan segera mengambilnya.

Shila tertegun, apakah segitu bencinya Zaidan kepada dirinya? Sehingga tangan nya ditepis ketika tak sengaja di sentuh? Hati Shila merana di buatnya.

Setelah selesai memindahkan Ar, Zaidan hendak pergi dari kamar Shila.

"Segitu benci nya kamu kepada aku?" tanya Shila dengan pelan, keduanya tanya memegang samping kursi roda dengan erat.

Zaidan berhenti, mendapatkan pertanyaan itu. Sungguh tadi ia tak berniat menepis tangan Shila hanya reflek aja, ketika tangannya tak sengaja bersentuhan.

"Kalau kamu jijik kepada ku kenapa tak melepaskan diriku dari dulu? Kenapa kamu menyiksa aku dengan sebuah ikatan ini? Aku gak kuat menahan beban ini?!" Tanya Shila dengan merana.

Zaidan diam, ia bertanya-tanya dalam hati. Apakah Shila tersiksa dengan hubungan ini?

Akhir nya putih juga air mata Shila, ia tak kuat menahan beban dari lima tahun lalu. Dengan bibir yang bergetar Shila berucap. "Mari kita akhiri hubungan ini."

"Shila!" Zaidan melototkan matanya. Dengan tangan yang terkepal erat menahan amarah.

Tangan Shila gemetaran, ingatan nya melayang lima tahun silam.