webnovel

Marrying Mr CEO

Jeanna benci menjadi orang lemah. Ia benci menjadi orang yang tak berdaya. Namun, pada akhirnya, ia menjadi orang lemah setelah kehilangan segalanya. Ia kehilangan orang tuanya, adiknya, dan … jati dirinya. Rain benci melihat gadis lemah yang hanya bisa menangis. Rain benci melihat gadis yang menyerah pada keadaan. Rain benci … gadis seperti Jeanna. Namun, pada akhirnya ia memilih menikahi Jeanna daripada harus menikah dengan wanita yang tak dikenalnya. Namun, perlakuan kasar dan sikap dingin Rain padanya perlahan membuat Jeanna berubah. Jeanna mulai melawan, hingga akhirnya, Jeanna menemukan jati dirinya kembali. Jeanna … pada akhirnya jatuh cinta pada pangeran kejam berhati es itu.

Ally_Jane · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
416 Chs

24 – Mr CEO yang Menyebalkan 

Suara geraman rendah Rain kemudian menyadarkan Jeanna dari pikirannya. Jeanna refleks kembali mentap mata madu Rain yang masih menatap ke matanya.

"Jika kau membuat kesalahan lagi, aku benar-benar akan menghukummu," ucap pria itu dengan suara rendah.

Jeanna mengangguk takut-takut.

"Sekarang, lakukan pekerjaanmu dengan benar," ucap pria itu dingin.

Pria itu kemudian pergi untuk menyambar sebuah kemeja dan memakainya, lalu kembali ke hadapan Jeanna. Tanpa disuruh, Jeanna mulai mengancingkan kemeja pria itu. Kali ini, Jeanna harus agak membungkuk untuk mengancingkan hingga bawah. Bahkan, dagu Jeanna nyaris bersandar di bahu Rain. Jeanna menelan ludah ketika aroma wangi Rain masuk ke indra penciumannya.

Jeanna perlahan menoleh pada pria itu dan ia mendapati Rain juga menoleh ke arahnya. Jeanna refleks menahan napas karena jarak wajah mereka begitu dekat.

"Kau mau mati?" Geraman Rain itu membuat Jeanna tersadar dan ia segera menarik diri.

Jeanna lantas memejamkan mata ketika Rain memasukkan kemeja ke celananya di depan Jeanna, bahkan tanpa malu-malu. Apa pria itu sudah gila?

Ah, kenapa juga tubuh Jeanna mendadak bereaksi aneh? Mulai dari bibir Rain, hingga wangi pria itu. Jika Rain bisa mendengar pikiran Jeanna, pria itu pasti sudah merendam kepala Jeanna ke air sabun untuk mencuci isi kepalanya.

Suara pintu yang ditutup keras menyentakkan Jeanna dan membuatnya membuka mata. Ia menoleh ke pintu yang tertutup dan mendapati Rain sudah tak ada di sana. Jeanna mendesis kesal. Setidaknya, tak bisakah pria itu memberi tahu Jeanna bahwa dia pergi, dan bukannya meninggalkan Jeanna duduk di atas etalase, memejamkan mata seperti orang bodoh begini?

Pria itu selamat karena dia adalah bos Jeanna.

Jeanna mendecak pelan, lalu kebingungan mencoba turun dari etalase yang ternyata cukup tinggi itu. Terkutuklah bosnya yang wangi itu! Jika dia menaikkan Jeanna ke sini, seharusnya dia menurunkan Jeanna dari sini!

Dasar pria dingin tak punya hati dan tak punya sopan santun!

***

Rain menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan, entah untuk yang keberapa kalinya, dalam usaha mendinginkan badan dan kepalanya. Hingga akhirnya, pintu ruang gantinya terbuka dan Jeanna keluar dari sana.

Rain menatap Jeanna tajam. Gadis itu mengangguk kecil pada Rain sebelum berjalan menuju pintu ruangan Rain. Namun, Rain memperhatikan kaki gadis itu berjalan terpincang.

"Kau!" panggil Rain.

Jeanna berhenti di depan pintu, tapi tak langsung berbalik.

"Cepat kemari!" titah Rain. "Berlari!"

Rain samar mendengar erangan pelan gadis itu, tapi Jeanna benar-benar berbalik dan berlari terpincang menuju ke meja kerja Rain. Namun, di depan meja kerja Rain, gadis itu tiba-tiba jatuh.

Rain langsung berdiri dan menghampiri gadis itu, berdiri di sampingnya yang masih bersimpuh di depan meja kerja Rain.

"Kenapa kakimu?" tanya Rain.

Jeanna mendongak, menatap Rain hati-hati. "Tadi … terkilir ketika saya melompat turun dari etalase."

Rain mengernyit. "Apa kau tak bisa menggunakan otakmu? Atau, apa otakmu tak bisa bekerja dengan baik? Jika kau bisa menggunakan otakmu, seharusnya kau tahu cara untuk turun dari sana tanpa harus melukai kakimu. Kau bisa melepas sepatumu lebih dulu baru turun. Apa kau bahkan tidak bisa berpikir sampai situ?" omel Rain kesal.

Jeanna tak menjawab dan hanya menatap Rain dengan mata berkaca-kaca.

"Sekarang, kau akan menangis?" sinis Rain.

Jeanna mengerjap cepat, tampaknya berusaha mengeringkan air matanya.

Rain menggeram kesal. "Bangun dan obati kakimu! Jangan sampai keadaan kakimu itu malah merepotkanku!" bentaknya.

Jeanna perlahan mencoba berdiri sambil berpegangan di meja kerja Rain. Dia perlahan berjalan, tapi tubuhnya oleng ke arah Rain. Refleks, Rain memegangi lengannya, sementara gadis itu berpegangan di lengan Rain.

Rain mengernyit ketika mencium samar parfum gadis itu. "Kau pikir, di mana kau mendaratkan tanganmu?" sengit Rain.

Jeanna tersadar dan melepaskan pegangan di lengan Rain. "Sa-saya baik-baik saja, Pak. Saya bisa berdiri sendiri."

Mendengar itu, Rain melepaskan pegangan di lengan Jeanna, membuat gadis itu kembali jatuh bersimpuh di depan Rain. Rain mendecak kesal.

"Dasar tak berguna!" makinya sembari kembali ke kursi kerjanya, lalu memutar kursinya menatap ke dinding kaca di belakangnya.

Rain mendengar suara langkah terpincang gadis itu dan ia sedikit menoleh. Namun, ketika Jeanna tiba di pintu dan berbalik untuk menutup pintunya setelah keluar dari ruangan Rain, Rain langsung menatap ke depan lagi.

Rain mendesiskan umpatan kesal ketika merasakan otot lehernya sepertinya tertarik karena ia menoleh terlalu cepat. Sial! Ini gara-gara sekretaris bodohnya yang tak berguna itu!

***