Setelah Cindy mengatakan jika ia memiliki masker varian cucumber, Kirana pun langsung merasa lega dan mulai membersihkan diri untuk bersiap tidur. Setelahnya mereka bertiga bersama-sama duduk di atas tempat tidur dan hanya saling diam tanpa mengatakan apa pun satu sama lain.
"Yaaaaaaassshhmiiinneee!!"
Mendengar teriakan tersebut dari luar kamar, Jasmine hanya berdecak dan beranjak menuruni tempat tidur. Ia pamit pada teman-temannya dan mengatakan jika ia akan lekas kembali setelah mengurus bayi besarnya yang tengah rewel.
"Lo bawa kado?" Kirana menatap Cindy dan bertanya.
"Ada. Lo bawa?" Cindy balik bertanya dan menoleh ke arah Kirana dengan cuek.
"Ada, dong." Kirana merasa kesal dengan nada bicara Cindy. "Tapi kita nggak bawa kue, nih?"
"Ya, kagak. Orang nggak ada niat buat rayain." Cindy kembali berkutat pada ponselnya. "Tadinya gue mo nginep karena bokap dinas ke luar kota beberapa hari. Eh, lo malah ngikut."
"Cih. Lo jahat banget lagian, main ke sini kagak ajak-ajak. Mau apelin Zivan, lo?"
Spontan saja Cindy menoleh ke Kirana dengan cepat. "Apaan bawa-bawa Zivan?" tanyanya mulai nyolot.
"Utututuu~ Lo lagi ada something-something sama tuh bocil, kan? Nggak usah boong, deh!"
Cindy mendadak terdiam dan wajahnya mulai bersemu merah. Ia hanya bungkam dan tak menjawab ucapan teman baiknya tersebut. Hal itu membuat Kirana semakin meninggikan senyumnya dan menoel bahu Cindy dengan jari telunjuknya.
"Nggak kasian apa, lo? Bocil polos kek gitu dapetnya buaya betina kek gini," ceplos Kirana dengan mengangkat rambut Cindy dan tampakkan tatapan meremehkan.
"Gue nggak sebusuk itu kali, Ran!" Cindy menepis tangan Kirana dengan cukup kasar.
"Wah! Jadi lo juga setuju dong kalo bisa dapetin Zivan?" Kirana justru semakin tertarik untuk terus menggoda kawannya tersebut.
Keduanya pun sibuk bertengkar dengan Kirana yang terus-terusan menggoda Cindy. Pada akhirnya Cindy pun mengatakan jika ia tak memiliki hubungan apa pun dengan Zivan, adik dari sahabat baiknya itu. Namun, Kirana terlalu tebal untuk bisa dilewati dengan kebohongan seperti itu, hingga ia terus ingin menggoda Cindy.
Keduanya memang selalu tampak tak harmonis, namun baik Cindy maupun Kirana memiliki cara masing-masing untuk saling akrab dan peduli. Sedangkan Jasmine, adalah satu-satunya yang paling damai dalam menghadapi sesuatu mengenai kedua sahabatnya tersebut, meskipun kadang sampai terbawa suasana dan ikut bermulut pedas maupun galak seperti mereka berdua.
Cklek! Pats!
Suara handle pintu yang terbuka dari luar juga suara lampu yang dimatikan membuat pertengkaran Kirana dan Cindy terhenti. Kedua gadis itu sedikit panik, namun beruntung mereka tak berteriak maupun heboh di tengah paniknya.
"Kak, nyalain lilinnya." Zivan dengan cepat menyerahkan korek api pada Cindy dan memintanya untuk menyalakan lilin. "Kak Kiran, pakek nih topinya!" Zivan juga tampak terburu-buru melempar topi ulang tahun ke Kirana.
"Ini …, ngapain?" Cindy yang tengah menyalakan lilin pun terkejut saat tiba-tiba cahaya lilin mulai terang dan wajah Zivan tampak tepat di hadapannya.
Kirana hampir tertawa, namun ia dengan cepat membuka kamera dari ponsel yang tadinya ingin ia nyalakan senter. Dengan cepat dan tenang tanpa suara, Kirana memotret mokmen indah tersebut, di mana Zivan dan juga Cindy tengah saling berhadapan di antara dua lilin kecil biasa yang baru saja dinyalakan oleh Cindy.
Zivan yang dengan cepat tersadar pun langsung menggelengkan kepalanya singkat dan kembali fokus pada apa yang sudah ia rencanakan. Anak itu pun langsung mengatakan jika saat ini sang kakak tengah berada di halaman depan karena ia memintanya untuk melihat tanaman kesayangan sang mama yang hilang entah ke mana. Walau memang Zivan lah yang sebenarnya menyembunyikan tanaman tersebut dan berlari tanpa ketahuan menuju kamar Jasmine.
"Jadi, lo mau kita ngapain?" tanya Kirana, yang jujur saja memang masih merasa bingung.
"Ssstt!" Zivan memintanya untuk memelankan suara. "Yash bakal dateng. Pas dia buka pintu kita kejutin dari arah samping dan ucapin selamat buat dia."
Seutas enyum tampak indah di bibir tipis Cindy saat mendengar hal itu dari Zivan. 'Keliatan banget sayangnya dia ke Yash.'
"Ya udah. Ayok!" Kirana langsung beranjak dan menuju ke samping pintu sembari menyiapkan kamera ponsle untuk merekam.
Beberapa saat kemudian, benar saja Jasmine datang dan sedikit kebingungan mendapati kamarnya yang gelap. Ia baru membuka setengah pintu dan mulai kembali mendorongnya untuk membuka lebih lebar. Tim yang tengah bersiap pun langsung keluar sembari menampakkan diri dan memberikan kejutan.
"Happy Birthday, Yashmine~ Happy Birthday, Yashmine~"
Nyanyian serempak itu membuat alis Jasmine menyatu dan kebingungan. Sebenarnya ia juga tak begitu mengingat hari ulang tahunnya, ia juga berpikir bahwa Romeo tadi siang hanya sedang mengigau dan iseng memberinya kado.
"Emang sekarang ulang tahun gue?" tanyanya, membuat tim kejutan terdiam seketika.
"Dahlah." Zivan meniup lilin dan langsung berbalik badan, menaruh kue ke atas meja rias dan merebahkan diri sembari memejamkan mata di atas tempat tidur. "Punya kakak pikun bat, dah kayak nenek-nenek. Nenek lampir," gerutunya.
Cindy, Kirana, juga Jasmine serentak menoleh ke arah anak laki-laki tersebut dan bungkam sejenak. Cindy pun langsung menghampiri Zivan dan menarik kakinya hingga jatuh ke lantai. Seprei tempat tidur sudah tak berbentuk, Zivan yang usai jatuh langsung berteriak dan marah sembari menoleh ke arah orang yang telah menarik kakinya.
"Lo-" Anak laki-laki itu terdiam saat mendapati Cindy lah yang menariknya hingga jatuh ke bawah.
"Lanjutin nggak, nih?" tanya Cindy dengan kesal.
Dengan sangat kaku Zivan mengangguk. "Lanjut, kok," jawabnya lirih.
Tanpa banyak bicara lagi, Zivan kembali mengambil kue yang ada di atas meja rias dan membawanya menghadap Jasmine. Anak laki-laki itu meminta untuk duduk lesehan saja di balkon luar kamar Jasmine. Mereka pun setuju dan langsung menuju ke balkon bersama-sama.
Kembali lagi pada ide awal sang adik, mereka bersama-sama merayakan ulang tahun Jasmine dan kali ini melakukannya dengan sedikit serius. Cindy dan Kirana tampak sangat menikmati, sementara Jasmine terlihat menatap Zivan dengan datar. Dalam hatinya tengah sibuk memikirkan mengapa Zivan tampak takut pada Cindy, padahal sehari-hari anak tersebut tak pernah merasa takut dan cenderung kurang akjar terhadap Jasmine, kakaknya sendiri.
"Make a wish, Bego! Berdo'a lo, biar dijauhin kutu macam Romeo." Zivan menepuk paha Jasmine dengan cukup kuat, membuat gadis tersebut terkejut dan langsung tersadar dari lamunannya.
Jasmine berdecih. "Do'a yang itu udah terkabul, kok," gumamnya lirih. Dengan cepat Jasmine menangkupkan telapak tangan dan berdo'a, berharap sesuatu yang Ajaib akan hadir dalam hidupnya. 'Nggak perlu buru-buru, Tuhan. Pas saya lulus atau pas kuliah juga nggak apa-apa.'
Setelah mengucapkan do'a dalam hati, Jasmine langsung meniup lilin dengan senyum manisnya. Ketiga manusia yang menemaninya itu langsung bersorak dan bertepuk tangan. Cindy meminta untuk lekas memotong kue coklat itu dan membagikannya. Ia sangat ingin makan yang manis-manis saat ini. Jasmine pun mengangguk dan langsung memerintah Zivan untuk turun ke dapur dan mengambil beberapa garpu dan piring, juga pisau untuk memotong kue. Semula sang adik tak mau melakukannya, namun setelah mendapat tatapan tajam dari ketiga wanita yang ada di hadapannya, ia pun dengan hati yang berdebar hebat karena merinding langsung beranjak menuju ke dapur untuk mengambil apa yang kakaknya perintahkan padanya.
*****
Kamar Tukang Halu, 12 Juli 2022