Sebuah mobil mulai memarkirkan diri di halaman rumah Jasmine. Gadis kaya dengan koper merah mudanya tersebut mulai keluar dari mobil saat sang sopir telah membukakan pintu untuknya. Ia mengibaskan rambut panjangnya yang bergelombang saat keluar dari mobilnya, tersenyum sangat cerah dan langsung melangkah untuk memasuki rumah sahabat baiknya.
Hampir saja Kirana mengetuk pintu rumah Jasmine, saat ia teringat sesuatu. Gadis dengan blouse krem dan mini skirt senada itu langsung menoleh ke belakang dan menatap datar sopir pribadinya yang masih berdiri di samping mobil.
"Bapak pulang aja," ujarnya, sedikit mengeluarkan nada yang seolah mengusir. "Saya nginep sini, kok."
Sang sopir menundukkan tubuh dan meminta maaf pada nona besarnya tersebut. "Maaf, Non. Ini perintah dari tuan langsung, saya harus mengawasi non sepanjang malam."
Kirana berdecih dan memutar bola mata dengan malas. "Saya cuma nginep di rumah temen kok, Pak. Nggak bakal kabur juga." Kirana mulai sedikit kesal. "Nggak usah ditungguin juga, kali."
"Nona tidak membawa pengawal, jadi malam ini saya juga yang bertugas untuk mengawasi Nona."
Sang sopir masih saja bersikap batu dan mengatakan hal yang sama. Melihat bagaimana gigihnya sang sopir, Kirana sudah tahu pasti jika ia tak akan ditinggalkan begitu saja. Hingga akhirnya ia mengatakan pada sang sopir untuk tidur di mobil dan tak mengganggu ia bersama teman-temannya. Sang sopir membungkuk dan Kirana langsung masuk begitu saja ke dalam rumah, lupa dengan tujuan utamanya yang seharusnya mengetuk terlebih dahulu.
Kirana langsung membuka pintu dan berjalan memasuki rumah dnegan menyeret kopernya. Ia sedikit bingung karena sangat jarang bermain ke rumah Jasmine seperti saat ini, hingga gadis itu hanya diam di tengah-tengah ruang tamu dan celingukan mencari kamar Jasmine yang rupanya ia juga lupa di mana tempatnya.
Zivan yang kebetulan ingin pergi mengambil minum ke dapur pun menghentikan langkahnya saat mendapati seseorang berdiri di tengah-tengah ruang tamu dan tampak celingukan.
"Sape, tuh?" gumam Zivan, sedikit tertegun dan takut jika yang datang adalah seorang maling ataupun pembunuh.
Dengan sulitnya anak laki-laki berwajah manis itu menelan salivanya sendiri. Ia langsung mengurungkan niat untuk mengambil air minum dan justru mengambil raket yang ada di atas kulkas, entah mengapa ada di atas sana. Dengan hati-hati Zivan berjalan mendekat dan berteriak memanggil orang aneh yang tengah membelakanginya tersebut.
Kirana yang terkejut pun langsung menoleh ke belakang dan membuat Zivan semakin terkejut. Namun hanya sesaat keduanya saling terkejut dan akhirnya merasa lega karena bertemu satu sama lain.
"Lo ngapain ngendap-endap kek maling sih, Kak?" tanya Zivan, sedikit merasa kesal karena hampir memukul Kirana dari belakang mengingat gerak-gerik Kirana yang seperti maling.
Kirana memanyunkan bibirnya dan merasa kesal karena disamakan dengan maling. "Gue mau pesta piyama, nih. Mana kakak lo?" tanyanya sedikit sewot.
"Buset! Rumah gue kek penampungan lama-lama," jawab Zivan, membuat Kirana tersenyum miring. "Di atas, noh. Tau kan, yang mana kamar Yash?"
Kirana menggeleng, membuat Zivan seketika berdecih. "Yang ada gambar reog sama pocong itu kamar Yashmine."
Kirana tak menjawab dan hanya mengangguk dengan tersenyum sangat manis pada Zivan. Anak laki-laki itu pun hendak pamit melanjutkan perjalanannya mengambil air minum, namun Kirana langsung menahannya dan tersenyum jahil menatapnya. Zivan yang curiga pun mulai gerogi dan bertanya ada apa lagi pada Kirana.
"Gue bakal ikut nginep, loh, bareng cebol sama kakak lo," ujar Kirana dengan nada yang menggoda.
"Y-ya, terus kenapa? Hubungannya sama gue apa?" Zivan menjawabnya dengan terbata-bata.
"Gimana?"
"Apanya yang gimana?"
"Lo tinggal seatep loh, sama gebetan."
Mata Zivan melotot sejenak. "G-gue haus, nih. Lepasin dong, Kak."
"Aww, dedek salting, niiihh?"
Zivan berdecak dan langsung menepis tangan Kirana. Ia berbalik badan dengan wajah yang mulai memanas karena ucapan Kirana barusan. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Kirana langsung terkikik dan merasa gemas melihat bagaimana adik dari sahabatnya itu merasa canggung dan gugup karena godaannya.
"Emang paling bener jangan naksir temen sodara lo sendiri, sih," gumamnya, langsung kembali berjalan dan menyeret koper merah muda untuk menuju ke kamar Jasmine dengan segera.
***
Jasmine dan Cindy tampak duduk dan hanya diam saja sedari tadi. Mereka masih melihat Kirana yang tengah mengeluarkan pakaiannya dari dalam koper merah muda yang ia bawa darki rumah.
"Lo mau nginep sini, apa pindahan?" celetuk Cindy, sedikit kesal dengan kedatangan Kirana yang terkesan sangat heboh sampai membawa pakaian satu koper penuh.
"Igeon nugaa~ bwado sarangil tendee~" Kirana yang tak menghiraukannya masih saja menata pakaian yang ada dalam koper sembari bernyanyi dengan santai.
Cindy berdecak dan menoleh ke arah Jasmine, matanya menelisik pada sebuah kalung dengan permata baby blue yang transparan menggantung di leher sahabatnya tersebut.
"Lo jadi beli itu, Yash? Kapan belinya?" tanya Cindy, mendongak dan bertanya dengan sedikit heran, mengingat baru beberapa hari lalu mereka berjalan di mall dan melihat kalung dengan gantungan yang sama persis dengan yang tengah dipakai Jasmine saat ini.
Jasmine sedikit terkejut dan menyentuh gantungan kalungnya sembari menunduk sejenak. "I-ini …." Ia cukup ragu dan juga gugup untuk menjawab pertanyaan Cindy tersebut.
Cindy masih menatap dan menunggu jawaban dari sahabatnya, namun Jasmine terlihat gugup dan hanya diam dalam waktu lama. Gadis dengan rambut pendek itu pun mulai curiga, ia teringat tempo hari sempat saling kirim pesan dengan Romeo dan membahas apa yang trio sahabat itu lakukan di mall.
"Lo …." Cindy menggantungkan ucapannya. Gadis itu sebenarnya tak yakin jika Jasmine akan dengan mudah menerima pemberian Romeo, apalagi memakainya seperti saat ini. "Lo bukan lagi pake kado da-"
"Yaaassshh!" Teriakan Kirana membuat keduanya kontan menoleh ke arahnya.
"Paan?" Jasmine mengerutkan kening dan kebingungan.
"Masker gue ketinggalan." Kirana mulai merengek dan mendongak seperti anak kecil.
Cindy berdecak dan tak peduli. Ia pun langsung merebahkan tubuh dan membuka ponsel, memotret langit-langit kamar Jasmine yang terdapat lukisan pemandangan langit cerah dengan burung-burung. Tanpa banyak bicara, Cindy menguploadnya ke media sosial tanpa memberi keterangan apa pun.
Jasmine memutar bola mata dengan malas dan mengatakan jika ia masih memiliki stok masker yang cukup banyak, sehingga Kirana tak perlu mengkhawatirkan hal tersebut dan cukup diam dengan tenang tanpa membuat keributan di rumahnya.
"Tapi, Yash-"
"Masker dia mahal, Yash. Mana bisa disamain sama masker murahan kayak punya kita," sahut Cindy tanpa menoleh ke arah Kirana maupun Jasmine.
"Bukan gitu, anying!" Kirana berdiri tegak dan menekuk alisnya dengan sangat tajam. "Lo emang demen banget y acari gara-gara sama gue."
"Terus masalahnya apa?" Jasmine bertanya karena justru semakin pusing.
"Masker yang cocok di gue tuh cucumber, punya lo kan bengkoang sama pome doang."
Cindy yang sedari tadi memainkan ponselnya pun mendadak berhenti. Ia baru menyadari jika dirinya tak seperhatian itu pada apa yang teman-temannya miliki untuk diri mereka sendiri.
*****
Kamar Tukang Halu, 12 Juli 2022